Yoga's Pov
Aku mengantarkannya lagi kerumahnya. Setelah kejadian di mall aku jadi heran pada Agatha. Sebenarnya dia kenapa? Tingkahnya yang seperti anak kecil, polos, sering histeris dan banyak tingkahnya yang aneh. Seperti tadi dia mengajak ke taman hanya untuk melihat bunga sebentar. Sangat sebentar.
Apa dia setengah gila?? Ohh tidak Yoga buang pikiran itu jauh-jauh. Kalau dia seperti itu mungkin sekarang dia berada di rumah sakit jiwa. Tentu kakaknya si formal itu mampu membayarnya. Tapi kalau bukan gila dia kenapa??
Kulihat dia hanya melamun sepanjang perjalanan. Jujur saja aku iba melihatnya. Biar dia terhibur aku memutar lagu Sleeping With Sirens kesukaanku. Namun musiknya yang beraliran rock nampaknya mengganggu. Dia menutup telinganya.
Kuganti menjadi lagu Lullaby yang dinyanyikan oleh Sia Furler. Nampaknya dia merasa tenang mendengar alunan musik dan suaranya yang halus. Bagaimana tidak, ini kan lagu Nina Bobo. Mana mungkin seperti musik DJ.
Kulihat dia mulai memejamkan mata. Dan kupikir lagu Sia Furler berhasil menina bobokan Agatha.
Saat mobilku berhenti dilampu merah. Aku memandanginya sejenak. Ku berpikir bagaimana gadis seusia Agatha begitu polos. Bahkan aku tak pernah melihatnya memakai make up. Meski dia tetap cantik, namun bila memakai make up pasti terlihat lebih dewasa.
Mobilku baru saja sampai di rumah Agatha, untung saja dia sudah bangun jadi aku tak perlu membangunkannya.
"Yoga, masuk dulu ya?" ajak Agatha dengan wajah memelas. Aku tak mampu menolaknya.
"Oke," jawabku.
Aku dan Agatha turun dia mengajakku ke ruang tamu. Bi Cucu menghampiri kami.
"Mau minum apa Non, Den?" ucapnya dengan sopan.
"Aku mau jus mangga. Kamu??" Agatha menoleh kearahku.
"Sama aja," ucapku agar Bi Cucu tak kesulitan membuatnya.
Bi Cucu pun meninggalkan kami berdua.
"Kakak kamu kapan pulang?" tanyaku pada Agatha.
"Gak tahu." Agatha mengangkat bahunya.
"Kamu punya HP?" tanyaku karena tak pernah kumelihat Agatha memainkan alat elektronik itu.
Agatha menggelengkan kepalanya.
What?! Zaman sekarang gak punya HP? Gila ini gila!
"Kenapa??" tanyaku penasaran. Jujur aku sangat penasaran dengan Agatha. Sangat!!
"Buat apa? Aku rasa gak penting." Dan jawaban Agatha sangat mencengangkan. Dia berkata HP gak penting. Padahal Zaman now penggunaan Hp sangat dibutuhkan.
"Terus kalau kakak kamu lagi jauh gimana??" tanyaku lagi.
"Dia gak pernah jauh dari aku," jawab Agatha.
"Kamu berhubungan sama temen kamu gimana??" tanyaku ke sekian kalinya.
"Temanku ada dua, Kak Erick dan Bunga Daisy yang ada di taman rumahku. Emmm ... Mungkin sekarang kamu, Tara, Revan dan Iren juga menjadi temanku, iya kan?"
"Iya," jawabku singkat.
Sungguh aku tak habis pikir dia tak mempunyai teman banyak. Dia berteman dengan Kakaknya dan nunga, aneh? Berarti dia beruntung mengenal Aku, Revan, Tara dan Iren. Karena kami mengisi list temannya lebih banyak lagi.
Bi Cucu datang membawa dua gelas berisi jus mangga. Agatha langsung meminumnya dan menunjukkan ekspresi yang sangat lucu.
"Auwww! Asem!" Agatha memejamkan matanya, menggemaskan.
"Ha-ha-ha. Kenapa asem yaa??" tawaku pecah melihat betapa lucunya Agatha.
Aku pun meminum jus yang disajikan untukku. Dan ternyata benar, rasanya sangat asam. Sepertinya jus ini dibuat dari mangga muda.
Terdengar suara langkah kaki, ternyata itu Erick dia baru saja sampai.
"Kakak!" Agatha nampak girang memeluk kakaknya.
"Hey! Mandi dulu sana," Perintah Erick setelah mendaratkan ciuman di kening Agatha.
"Siap!!!" Agatha langsung berlari ke kamarnya.
Erick menghampiriku dan duduk bersebrangan denganku.
"Tadi dia histeris lagi," jelasku menatap Erick. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian ...
"Akan saya jelaskan keadaan Agatha," ucap Erick.
Perjalanan menuju gunung Prau kini telah dimulai. Revan dan Iren juga turut serta untuk mendaki gunung yang sangat cocok untuk pemula tersebut. Berbeda dengan Tara dan Chandra yang memilih untuk tidak ikut. Yoga terlihat gagah dengan tas carrier yang ada dipunggungnya. Di dalamnya ada 2 tenda, 2 sleeping bag, parapin dan juga gas. Terdapat juga jaket. Tak beda jauh dari Yoga, Erick dan Revan juga membawa tas yang ukurannya besar namun masih dibawah ukuran tas yang dibawa Yoga. Kedua tenda sudah dibawa Yoga, maka mereka tak membawa beban berlebih dalam tas mereka, hanya keperluan pribadi dan persediaan makanan saja. Sedangkan Agatha dan Iren, mereka hanya membawa selt bag yang berisi persediaan minum untuk mereka sendiri selama perjalanan. Dan keperluan lainnya tentu saja dibawa oleh para lelaki. Gunung Prau, gunung setinggi 2565 mdpl yang terletak di provinsi Jawa Teng
Sudah seminggu sejak kepulangan Agatha kembali ke Indonesia, dirinya hanya berdiam diri di rumah megah milik sang Kakak. Sampai saat ini belum ada lagi teman yang mengunjunginya. Termasuk Yoga dan Tara. Ah, mengingat Tara membuat Agatha kembali ingat bahwa ia harus mengikhlaskan Tara. Dalam artian ia harus berusaha memposisikan Tara seperti dulu. Sebagai Tara yang menjadi temannya.Rasanya membosankan setiap harinya harus menunggu kepulangan Erick yang mana tak menentu waktunya. Dan pengalihan dari rasa bosannya tak lain dan tak bukan adalah dengan bunga daisy.Seperti saat ini, Agatha tengah merawat bunga-bunga daisy di taman rumahnya. Ia menyemprotkan air, memberi kesan segar pada bunga-bunga daisy. Tak lupa Agatha mengabadikan beberapa photo selfie dengan latar bunga Daisy."Agatha." suara serak-serak yang indah didengar menghentikan aktivitas selfie Agatha. Wanita itu langsung menoleh ke sumber
Malam ini semua telah kembali berkumpul di rumah milik Yula. Ditambah dengan kehadiran Kirana, kekasih Tara yang telah datang dari tempatnya berkuliah yaitu University Of Oxford. Kirana memang lebih tua dari Tara, dan ia tak masalah dengan status Tara yang masih pelajar SMA.Kirana yang sedang menikmati masa liburannya memutuskan untuk bertemu Tara di Jepang, karena Kirana telah mengetahui bahwa salah satu sahabat Tara yakni Agatha tengah 'sakit'."Agatha mana yaa? Gak nongol." Iren mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan di mana ada kemungkinan Agatha muncul dari sana."Gue susul ke kamarnya yaa Rick," Izin Yoga pada Erick yang tengah fokus membaca dokumen. Entah dokumen apa yang dibacanya.Erick menganggukkan kepalanya tanpa berkata sepatah kata pun. Karena bila ia berkata satu kata saja, itu dapat merusak konsentrasinya pada dokumen yang ia baca.Yoga tersenyum senang dan mulai melangkahkan kak
Kata orang, tidak ada kata terlambatNamun pada faktanya penyesalan selalu datang terlambat. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.Jantung yang memompa darah Yoga tak hentinya berdetak dengan cepat seolah-olah baru saja berhenti lomba lari maraton. Kecepatan detak jantung Yoga meningkat sejak kakinya menginjak kota Nukata District, Prefektur Aich, Jepang.Bukan kotanya yang istimewa dan mendebarkan. Namun wanita yang akan ditemuinya beberapa saat lagi lah yang membuatnya berdebar."Rick berapa lama lagi??" tanya Yoga dengan wajah pucat pasi seperti orang sakit. Namun jelas, kali ini bukan karena demam atau penyakit lain yang menderanya. Melainkan karena sosok yang menjadi akar rindu dihatinya."Gak sampai lima menit," ujar Erick sambil melirik arlojinya."Pucat amat Ga," ledek Chandra melihat gelagat aneh yang ada pada diri Yoga."Hahahaa! Iyaa kayak mau konser pertama aja," timpal Re
Yoga memilih untuk memanjakan dirinya di taman sekolah sebelum pulang menuju rumahnya. Dia terduduk sendirian memandang bunga-bunga sederhana berwarna putih, DAISY."Aku kira kamu suka bunga ini karena nama kamu, sekarang aku mengerti." Yoga bermonolog sambil menatap bunga daisy. Dia termenung memikirkan sosok yang jauh di sana. Sosok yang tak ia sangka dapat membuat hidupnya hampa setelah kepergiannya.Yoga merogoh smartphone-nya dan memotret hamparan bunga daisy yang tumbuh liar di taman sekolah. Bibirnya tersenyum tipis dan menjadikannya layar depan. Kenapa? Karena bunga itu dapat menjadi penyaluran rasa rindunya pada Agatha.Yoga menggendong tas ranselnya dan melangkahkan kakinya ke tempat di mana ia memarkirkan mobilnya. Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang menjadi pilihannya untuk menuju tempat yang ia sebut rumah.Seulas senyuman yang teramat tipis timbul di bibir Yoga ketika melihat Revan dan Iren yang tengah mengobrol di halaman rumahnya. Se
Yoga tengah menemani Keyna berbelanja di salah satu mall kenamaan di Jakarta. Dengan tangan kanan yang menggenggam jemari Keyna dan tangan kiri menjinjing paper bag yang berisikan belanjaan kekasihnya itu.Namun tak ada semangat yang terpampang dari wajah Yoga. Kenapa? Dirinya teramat khawatir pada Agatha, bagaimana keadaannya? Huh! Yoga akan tanyakan itu pada Tara atau Revan yang kini ia yakini sedang menjenguk Agatha."Sayang, kamu diem aja!" keluh Keyna mengerucutkan bibirnya seraya mendelikan matanya. Yoga memaksakan bibirnya tersenyum menyadari kekasihnya itu tak nyaman dengan kediamannya."Aku laper, kita makan yuk?" imbuh Yoga berusaha agar Keyna tak curiga jika ia sedang memikirkan Agatha. Keyna menganggukkan kepalanya.Kini mereka duduk di kursi yang berhadapan dengan menu ayam geprek sambal goang telah tersedia di meja mereka. Tak lupa dua buah es teh tawar juga yang menjadi pilihan keduanya."Ayo makan!"