LOGIN“Astaga… netizen lebay banget. Chemistry gue sama Damian? Gue ngeri sendiri…”
Ayla duduk di sofa, HP di tangan, scrolling timeline sosial media sambil ngedumel pelan, nada suaranya setengah frustrasi, setengah geli.
Dia komentar pedas, setengah ngeledek diri sendiri, setengah meledak karena hype netizen makin gila. Tangan gemetar tiap kali scroll, jantungnya deg-degan.
Damian nongol dari dapur, nyender santai di pintu, kopi di tangan. Rambutnya masih acak, tapi aura cowok yang percaya diri itu… bikin Ayla pengen nyentuh disinfektan lebih keras lagi.
“Ngomel sendiri di rumah itu hobi baru lo, La?” nada suaranya santai, tapi mata tajamnya gak bisa bohong… lagi ngamatin tiap gerak Ayla.
Ayla nyeletuk tanpa liat, tanpa mundur. “Bukan hobi. Ini survival skill. Btw… Gue harus jaga jarak sama lo.”
“Jaga jarak? Dari gue?” Damian maju satu langkah, nyengir tipis. “Lo serius? Gue tuh paling aman di dunia ini, La. Lo aja yang paranoid.”
Ayla ngangkat botol disinfektan, semprot udara di sekelilingnya kayak ngajarin vaksin ke virus. “Paranoid tapi realistis! Lo homo sama Rafael, kan? Dan… mungkin ada penyakit menular terselubung juga! Jadi ya… gue harus jauh!”
Damian pause. Matanya mendelik, tapi senyumnya makin tipis, entah nakal, entah serius.
“Hah? Gue? Homo? Penyakit menular? Wah, La… lo ini toxic banget ngomong sama gue.”
Ayla nyengir getir, tetap semprot udara di depan Damian. “Toxic itu lo, jangan protes. Gue cuma… preventif.”
Udara di antara mereka tiba-tiba berat. Damian melangkah satu langkah mendekat, tanpa kehilangan senyum tipis itu, jaraknya tinggal beberapa senti dari Ayla.
Ayla mundur satu langkah juga, tangan gemetar tapi botol disinfektan tetap siap, refleks pertahanan otomatis. Nafasnya lebih cepat.
“Lo terlalu serius, La. Relax aja, gue cuma mau…” suara Damian rendah, lembut tapi penuh tekanan, bikin bulu kuduk Ayla meremang.
Ayla menahan napas, tangannya gemetar tapi wajah tetap dingin. “Relax? Dari lo? Gue… gue harus jaga jarak!”
Damian nggak ngalah, tatapannya tajam, fokus ke mata Ayla. “Lo pikir gue bakal nularin penyakit? Lo pikir gue… bahaya?”
Ayla diam sejenak, sadar, udara di antara mereka panas, bukan cuma karena teori virus. Jantungnya berdegup kencang.
“Gue… gue cuma pengen selamat,” gumamnya, setengah bercanda, setengah jujur, sambil ngeperas botol disinfektan.
Damian maju sedikit lagi, perlahan, hampir menutup jarak itu. “Selamat dari apa, La?” suaranya rendah, tapi… terasa intim.
Ayla menelan ludah, gemetar, matanya menatap bibirnya sebentar… lalu cepat-cepat menutup mata lagi. “D… Dari… dari… lo,” dia jawab pelan, nada hampir bergetar.
Damian senyum tipis. “Lo pikir gue cuma bercanda?”
Ayla kaku. Tangannya masih di udara, botol disinfektan di tangan… tapi refleks pertahanannya mulai goyah.
Sementara Damian berdiri dekat, aroma kopinya, wangi hoodie, dan sorot matanya… bikin seluruh otak Ayla langsung panik, tapi tubuhnya gak bisa lari.
Udara di antara mereka… panas, berat, tegang.
Dan itu… baru pemanasan.
***
Ayla narik napas panjang, botol disinfektan masih di tangan, tapi mulai ngegel. Matanya ngerem sebisa mungkin biar ekspresinya tetap tenang.
“Lo tau gak, Damian… Gue gak mau ketularan, paham?!” suaranya tegas tapi nada panik sedikit terpendam.
Damian nyender santai di meja, satu tangan pegang mug kopi, satu tangan di saku celana. Senyum tipisnya… bikin darah Ayla serasa mendidih. “Ketularan apa, La? Gue? Aduh… lo terlalu dramatis tau gak?”
Ayla mendelik. “Dramatis? Gue realistis, Dam. Lo homo sama Rafael, lo punya penyakit menular yang gak gue tau… jadi ya, gue wajib jaga jarak. Itu logika paling sehat di dunia!”
Damian tertawa pelan, tapi nadanya rendah, hampir berbisik. “Homo sama Rafael? Penyakit menular? Wah… La, lo ini… bener-bener kreatif bikin skenario sendiri.”
Ayla ngacungin botol disinfektan, napasnya berat. “Lo tau maksud gue! Jangan pura-pura gak ngerti!”
Damian melangkah pelan, satu langkah, jaraknya tinggal sebentar dari Ayla. Mata mereka bertabrakan… panas, nakal, tapi juga ada tensi yang bikin dada Ayla sesak.
“Lo tau gak, La…,” suaranya rendah, “setiap kali lo bilang begitu, gue pengen buktiin sebaliknya. Biar lo tau, gue… sehat. Dan lo gak perlu takut.”
Ayla tersentak, jantungnya hampir copot. “Sehat atau gak… gue gak akan gampang percaya sama lo!”
Damian nyengir tipis, pelan-pelan, tapi dengan gerakan yang halus dan menekan. Tanpa peringatan, tangannya nyenggol lembut pipi Ayla… bukan kasar, tapi cukup bikin tubuhnya kaku.
Ayla reflex narik mundur, tapi Damian lebih cepat, menahan pergelangan tangannya. “Dam…!” napasnya tercekat.
Dan… dalam sekejap yang terasa seribu detik, Damian mendekatkan wajahnya ke Ayla.
“Lo… jangan gerak,” bisik Damian, nadanya dalam dan penuh intensitas.
Ayla menahan napas, tubuhnya freeze, tangan gemetar. Semua logika hilang. Yang tersisa cuma… sensasi panas, jantung berdentum, dan bibir Damian yang perlahan… menempel di bibirnya.
Bukan sekadar ciuman biasa. Damian melumat bibir Ayla dengan lembut tapi penuh tekanan, seolah ingin menandai, menuntut, tapi juga… menyelimuti. Bibirnya bergerak mengikuti Ayla, dominan tapi… penuh rasa penasaran.
Ayla… freeze. Tubuhnya kaku, tangan menggenggam botol disinfektan tapi gak tahu harus diapakan. Otaknya mati, hanya ada rasa panik, deg-degan, dan… sesuatu yang membuatnya gak bisa mundur.
Ciuman itu… singkat tapi meninggalkan jejak panas di seluruh tubuh Ayla.
Damian mundur sedikit, napasnya berat, tapi senyum nakalnya tetap menempel. “Lagi-lagi lo terlalu defensif, La… tapi gue suka itu.”
Ayla menatapnya dengan mata melebar, napas terengah, tangan masih di udara. “G… GILA LO, DAMIAN!!!”
Terimakasih sudah membaca, kritik, saran, dan dukungan sangat bermanfaat bagi penulis. saranghae..
“Nama kita… bukan, kan?”Suara Ayla lirih, hampir tenggelam di tengah sorak dan bisik di studio.Lampu sorot masih berputar, musik dramatis menggantung seperti jantung yang lupa cara berhenti berdetak. Clara Jung berdiri di tengah panggung, senyumnya elegan tapi tajam.“Pasangan yang harus mengakhiri perjalanan di Couple 90 Days minggu ke-8 adalah…”Ia menatap lurus ke arah kamera utama, lalu beralih ke layar besar di belakangnya.Nama muncul dengan efek visual berkilau, Raka & Nabila.
“Selamat pagi, dunia! Siapa yang siap buat drama minggu ini?”Clara Jung muncul di layar studio, senyumnya elegan tapi penuh ketegangan, langsung bikin seluruh peserta di ruang tunggu tersentak. Lampu sorot menyorot tiap wajah, dari yang tegang sampai yang pura-pura santai.Ayla dan Damian duduk berdampingan, mata mereka fokus ke layar. Damian masih diam, tangan mengepal di lutut, sementara Ayla mencoba menyemangatinya dengan menepuk bahu ringan.“Ini minggu ke-8, dan… ya, seperti yang kalian semua duga,” Clara melanjutkan, nada suaranya yang biasanya tenang kini dibumbui misteri, “akan ada pasangan yang harus tersisih. Eliminasi minggu ini… akan menentukan siapa yang masih punya kesempatan buat rumah impian.”Ayla menelan ludah, jantungnya berdetak lebih cepat. Damian mengerutkan alis, tapi tak mengucapkan sepatah kata pun.Hanna, yang duduk di samping mereka dengan tablet di tangan, berbisik pelan, “Brace yourself, bro. Semua pasangan bakal kelihatan… semua sisi mereka.”“Ya… dan gu
“Gue hampir pingsan liat trending pagi ini, Ayla!”Hanna terdengar panik lewat speaker telepon, nadanya kayak alarm kebakaran. Ayla menatap layar laptop sambil menahan senyum tipis, setengah kasihan tapi juga geli.“Udah gue bilang… lo panik tiap hari sama gosip netizen itu over banget,” Ayla goda, sambil geser mouse ngecek grup chat tim digital.“OVER? Gue sebenernya udah level PANIK: SCANDAL EDITION!” Hanna teriak dramatis. “Komentar netizen makin absurd, sponsor DM produser, kalo kita nggak cepet bertindak, minggu ini bakal… ZONK!”Ayla narik napas, mencoba menenangkan diri sendiri. “Oke, fokus. Step pertama, filter komentar toxic, highlight sisi positif Damian, dan backup konten confession. Semua sia
“Lo udah liat trending pagi ini?”Suara Hanna pecah dari speaker telepon, nadanya kayak alarm kebakaran. Ayla baru sempat naruh gelas kopi di meja, tapi jantungnya udah loncat setengah mati.“Trending?” Ayla bertanya, masih setengah ngantuk.“#DamianLeeScandal, #ConfessionTape, #ClaraAndDamian, sama… yang paling nyengat… #RafaelTruth,” Hanna ngejelasin cepat, kayak takut Ayla nggak ngerti kalo dia nggak cepet. “CCTV itu bocor, dan video lama Damian sama Clara… viral lagi. Sponsor mulai panik, bro. Ini bisa ngerusak episode minggu ini.”Perut Ayla langsung dingin. “Ini… dari mana asalnya?”“CCTV, katanya diambil waktu Damian trainee dulu, di kantor lama. Video itu dulu cuma internal, tapi sekarang netizen kayak lagi rebutan jurusan gosip,” jelas Hanna. “Dan Clara… muncul di talkshow tadi. Bilangnya… ambigu banget. Kebenaran gak selalu hitam putih.”Ayla menelan ludah, jantungnya berdetak lebih cepat. “Ambigu gitu maksudnya gimana?”Hanna cuma ketawa kecil, tapi terdengar sarat amarah.
“Lo kenapa sih, pagi-pagi diem kayak abis dapet tagihan listrik lima juta?”Suara Ayla nyamber dari dapur, sambil ngaduk kopi sachet pakai sendok logam yang udah bengkok di ujungnya.Damian nggak langsung jawab.Dia duduk di meja makan, tatapannya kosong ke arah roti panggang yang udah dingin. Tangannya mainin pinggiran piring kayak lagi nahan sesuatu di tenggorokan.“Enggak apa-apa,” katanya akhirnya.Datar. Tapi ada jeda yang aneh, kayak kalimat itu lagi nyari tempat buat jatuh.Ayla ngelirik. “Enggak apa-apa lo tuh biasanya artinya lagi ada apa-apa. Jadi apa kali ini? Capek? Atau capek sama gue?”
“Mau ke mana lo?” suara Damian berat tapi setengah serak baru bangun, keluar dari sofa sambil nenteng gelas kopi. Rambutnya masih acak-acakan, hoodie abu-abu, dan mata setengah merem.Ayla keluar dari kamar dengan semangat yang nggak masuk akal buat orang yang belum sarapan. Topi anyam, totebag kain, sandal gunung… vibes-nya kayak mau piknik ke tengah desa.Dia nyeletuk santai, “Ke sawah.”“Ke… sawah?” Damian ngulang dengan nada disbelief, kayak baru denger kata itu pertama kali dalam hidup. “Lo serius?”Ayla cengengesan, “Iya. Healing, bro. Sawah, angin, cemilan, sama tanah yang asli, bukan rumput sintetis di rooftop lo itu.”Damian nyender ke tembok, masih belum bisa move on dari kalimat itu. “La, gue artis. Kalo gue jatuh ke lumpur terus fans liat, karier gue bisa tamat.”Ayla malah ngakak. “Yaudah, lo di rumah aja. Gue nggak maksa.”&ld







