LOGINAyla lagi duduk di sofa, selimut setengah nempel di tubuhnya, tangan nyempil di bantal. Damian duduk di samping, pelan geser piring camilan ke meja kopi.“Ngapain sih, senyum-senyum sendiri?” Damian nyeletuk sambil senyum tipis.Ayla nyengir, pipinya panas dikit. “Nggak tau… liat lo aja, rasanya aneh gitu.”Damian ketawa pelan. “Aneh gitu maksud lo apa?”Ayla nyikut lengan dia, setengah ngeselin, setengah gemes. “Pokoknya… seneng aja. Lo bikin gue nggak bisa diem.”Ayla diem sebentar, tangan mereka hampir nyentuh di sofa. Damian pelan geser tangannya, cuma sentuhan ringan. Tapi cukup buat bikin hati Ayla panas sekaligus nyaman.“Gue seneng liat lo nyaman kayak gini,” Damian bisik, matanya tetap nempel ke Ayla.Ayla nahan senyum, pipinya merah. “Lo… bikin gue ketagihan sentuhan kayak gini.”Hujan di luar mulai reda, tapi di apartemen Damian… rasanya dunia cuma milik mereka berdua. Semua ribet, drama, dan kontrak… hilang. Tinggal mereka, beneran.Ayla nyikut lengan dia lagi. “Oh ya, gue
“Lo inget nggak,” suara Damian pelan tapi dalem banget, “gue pernah bilang gue perasaan gue waktu itu?”Ayla yang lagi duduk di sofa cuma bisa ngangguk. “Iya… dan waktu itu gue malah sok cool banget, padahal dalem hati udah kayak konser metal.”Damian berdiri di depan jendela, hoodie abu-abunya agak kusut, rambutnya masih basah dikit. Tapi yang bikin suasananya deg-degan tuh bukan tampilannya… tatapan matanya. Tenang, tapi kayak langsung nyentuh dada Ayla.“Sekarang gue tahu, Ayla.”Langkahnya pelan waktu dia jalan ke arah gadis itu. “Gue suka lo. Bukan karena kontrak, bukan karena kamera, bukan karena rating acara sialan itu. Tapi karena lo bikin gue ngerasa hidup gue nggak sepi lagi.”Ayla diam. Napasnya ketahan, matanya nggak bisa lepas dari Damian. Otaknya… literally blank.“Damian…” suaranya kecil banget, hampir kayak takut ngerusak momen.Damian nyengir tipis. “Gue pengen kita mulai lagi, tapi kali ini bukan pura-pura.”Ayla ngakak kecil, tapi tangannya dingin, kayak baru megang
Pagi itu, Ayla sudah berada di kantor EO kecil tempatnya kerja. Meja penuh dokumen, checklist mini-event, dan beberapa props yang belum diatur. Sambil menyesuaikan hoodie, dia menatap daftar tugas hari itu, bibirnya bergerak pelan sambil menggumam.“Okay… kalau gue mau sukses hari ini, multitasking harus jalan. Santai… santai… nggak boleh panik.”Ponselnya bergetar. Notifikasi chat Orbit Squad muncul.Hanna: “Aylaaa, kita live Astra dari minimarket sambil makan ramen, tapi… kita stalking kamu dulu”Sofia: “Yeay, Jangan lupa selfie buat kita, duh.”Ayla menahan senyum, sambil mengetik cepat. “Guys… gue lagi chaos parah di EO. Jangan ganggu gue, tapi… moral support pleaseeee.”Hanna: “Moral support full. Jadi semangat yaaa!!”Sofia: “Dan jangan lupa… voting minggu ke-5 bakal muncul. Jangan panik kalau tiba-tiba status ngehantam. We got you.”Ayla menelan ludah. Mata berkaca sedikit. “V-voting minggu ke-5?!” Dia menatap layar laptop sambil membuka email. Dan… benar saja, sebuah clue hidd
Lampu studio menyala lebih dramatis dari biasanya, dengan sorotan yang bergerak pelan di arena. Musik suspense terdengar lebih berat, bikin peserta otomatis menegang. Di pojok arena, amplop misterius dari Clara masih menempel di salah satu stand rintangan, seolah menunggu untuk dibuka.“Selamat datang kembali di Trust or Trap, Episode 2,” suara Clara Jung terdengar dari atas panggung, lembut tapi menusuk. “Minggu ini… bukan cuma kerja sama, tapi strategi. Percaya bisa membawa kemenangan, salah langkah bisa jadi bumerang.”Ayla menatap Damian sambil menyesuaikan hoodie, jantungnya masih berdetak kencang.“Dam… itu amplop… pasti ada hubungannya sama kita, kan?”Damian nyengir tipis, menepuk pundaknya.“Kita anggap itu challenge tambahan. Fokus sama gue, chemistry kita… tetap jalan.”Peserta lain mulai bersiap. Raka dan Nabila sibuk debat taktik, tapi ketawa-ketawa rece
Lampu studio menyala lebih terang dari biasanya. Musik suspense pelan bergema, bikin semua peserta otomatis menegang. Layar LED di belakang panggung menampilkan judul minggu ini dengan font besar dan dramatis.“Trust or Trap: Episode 1”Dari atas panggung, Clara Jung melangkah dengan tenang tapi aura dominannya bikin semua peserta diam sejenak.“Selamat datang di minggu kelima, peserta,” suaranya jelas, lembut tapi menusuk. “Minggu ini… bukan sekadar tantangan fisik atau kerja sama. Minggu ini, kepercayaan kalian akan diuji. Dan ingat… satu kesalahan kecil bisa mengubah seluruh narasi.”Ayla menelan ludah, menatap layar LED sambil menyesuaikan hoodie kebesaran. Di sampingnya, Damian menyiapkan beberapa cones dan hand sanitizer untuk challenge minggu ini.“Okay, Ayla… fokus,” katanya sambil mencondongkan tubuh ke arahnya. “Tantangan minggu ini… fisik dan mental. Kita harus kerja sama, dan gue bakal arahkan tiap langkah lo. Percaya?”Ayla menggeleng setengah takut, setengah excited.“Pe
“Lo sadar nggak sih… lo tuh udah kayak iklan berjalan buat aku.”Suara Ayla keluar pelan tapi bernada protes setengah malu.Damian cuma nyengir, masih pegang tripod di ruang tamu apartemen yang setengah berantakan itu. Lampu ring-nya nyala, bikin wajahnya kelihatan glowing banget… dan sedikit too perfect untuk pagi yang belum sarapan.Ayla berdiri di belakang sofa, masih pake hoodie kebesaran dan rambut acak-acakan.“Ngapain sih rekam-rekam pagi-pagi gini? Tadi katanya mau bikin vlog ‘behind chemistry’? Kok tiba-tiba jadi sesi motivasi?”Damian nyengir lebih lebar.“Konten edukasi ringan,” katanya sambil mengatur angle kamera. “Judulnya, ‘Gimana Bangun Chemistry Natural Sama Pasangan di Depan Kamera’.”Terus dia nengok ke Ayla, matanya nyala kayak lagi nemu punchline. “Modelnya… tentu aja… orang yang paling jujur di depan kamera.”Ayla memelotot. “Maksudnya aku?”“Ya masa Leo?” Damian ngakak, hampir jatuhin mic clip-on-nya sendiri.Ayla ngerengut, tapi senyum kecil keburu nyelip juga.







