Fafa meninggalkan tempat mereka berdiri setelah mengambil tas-tas konyol itu, “Maunya apa sih dia?".
Atha hanya tersenyum simpul, sambil mengawasi Silvianita yang sedang berjalan menuju Opal.
“Kesel banget sama makhluk yang satu itu, udah Aku bela-belain packing, sampe Ibuku ikut-ikutan membantu. Tapi, lihat sekarang? Persiapan itu nggak berarti apa-apa!” Ome terlihat kesal.
Naga melirik Ocha, “Makanya jangan terlalu niat packing. Kayak gue dong, cuma bawa satu koper gede tapi isinya bener-bener sedikit.”
Ocha terlihat sedih,“Uh.. sebel..sebel.. Gue udah nyiapin dari kemarin siang! 5 koper! Bayangkan!”
Tiba-tiba Silvianita menghampiri, “Sudah selesai perdebatannya?”
Mereka berlima segera berdiri terpisah, setelah sebelumnya saling bergerombol.
Silvianita membuka kantong kecil berwarna putih, "Serahkan ponsel kalian sekarang juga!”
Mereka berlima segera merogoh saku celana jeans masing-masing dan mengambil ponsel, lalu dengan berat hati memasukkannya ke dalam kantong yang tengah dipegang Silvianita.
“Rossa Mochana?” sambil melirik saku celana Ocha yang satunya lagi.
“Tau aja Bu...” Ocha menjawab asal-asalan, lalu mengambil ponsel kedua miliknya dari dalam saku celananya, lalu dengan berat hati pula memasukkannya ke dalam kantong itu.
“Silahkan masuk ke mobil sekarang, nikmati perjalanan kalian!”
Silvianita melangkah pergi ke dalam sekolah sambil membawa kantong berisi ponsel kelima muridnya yang malang itu.
“Ponsel kami Bu..?”
“Kalian tidak memerlukan barang semacam ini di sana, ponsel kalian akan aman di tangan Saya. Selamat jalan! Semoga menyenangkan!”
Silvianita mempercepat langkahnya, lalu menghilang dari pandangan kelima remaja malang itu.
❖ ❖ ❖
Satu per satu dari mereka masuk ke dalam mobil mewah itu dengan lemas, hingga Ocha pun melupakan histerianya tentang mobil mewah yang satu itu. Sepertinya, ‘perampokan’ koper dan ponsel barusan membuat mereka kehilangan semangat untuk melakukan semua hal.
Misi Silvianita yang satu ini membuat mereka benar-benar merasa terpuruk ke dalam keadaaan yang paling buruk. Mereka juga sama-sama memikirkan apa maksud dari semua perlakuan yang mereka terima itu.
❖ ❖ ❖
Mobil itu mulai melaju, Opal tidak mengeluarkan secuil suarapun pada mereka hingga detik ini. Opal melirik ke spion tengah mobil dan mengamati wajah mereka berlima satu persatu. Ocha memonyong-monyongkan bibirnya dan terlihat menggumamkan sesuatu.
Fafa melihat ke arah luar mobil dengan wajah tak acuh, tak peduli dengan apapun seakan hidupnya akan tidak menyenangkan setelah ini. Ome menendang-nendang tas konyol yang tidak memiliki hal istimewa satupun itu.
Naga mengamati detil tas itu, Ia tak menemukan kancing atau resleting untuk membuka dan melihat sesuatu apapun yang ada di dalamnya.
“Tas macam apa ini? nggak ada resleting atau kancingnya sama sekali?” ujar Naga.
Sementara Atha hanya memandangi wajah keempat temannya sambil berusaha memahami keadaan yang menimpa mereka.
Opal tersenyum-senyum melihat tingkah mereka yang tengah dibuat frustasi.
❖ ❖ ❖
Perjalanan dimulai sudah lima belas menit yang lalu, Naga menguap lebar, porsi tidur semalam masih kurang dari yang biasanya Ia lakukan. Opal menekan salah satu tombol berwarna merah di bagian depan stir mobilnya.
Tiba-tiba terdengar suara bising khas mesin tetapi terdengar halus, dan itu sukses membuat Naga terlonjak kaget. Seketika, muncul suatu tangan besi yang memegang secangkir kopi hangat dari belakang kursi bagian depan. Naga takjub melihat kejadian di depan matanya, begitupun dengan yang lainnya,
“Bagaimana bisa?” Naga mengambil cangkir itu sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Kejadian itu membuat Ocha kembali terperangah dengan pesona mobil mewah itu, Ia melupakan kejengkelannya perihal perampokan kopernya barusan. Ocha mulai semangat melihat-lihat detil bagian dalam mobil itu. Ia baru menyadari jika kursi tengah bagian mobil itu berupa sofa yang sangat nyaman dan panjang hingga mampu memuat lima orang. di depan sofa yang mereka duduki terdapat sofa yang warna, ukuran dan bentuknya sama persis dengan yang mereka duduki.
Ocha berdiri sambil memperhatikan bagian belakang mobil, Ia melihat sebuah pintu kecil, kemudian Ia memasuki pintu itu. Ternyata di dalamnya terdapat kamar mandi mini dan toilet yang elegan seperti kesan mobilnya. Ocha lagi-lagi terperangah melihat sisi belakang mobil itu lagi, terdapat suatu dapur kecil yang menyediakan makanan-makanan yang sudah siap saji.
Ocha kembali duduk dan menceritakan pada Fafa, Naga, Ome dan Atha tentang apa yang Ia lihat di bagian belakang mobil ini.
Ocha mendesis, “Ini menakjubkan!”
Fafa menemukan remote lalu menyalakan Flat Television yang terletak diantara dua kursi bagian depan untuk mengusir rasa bosannya. Ia berulang kali menekan tombol-tombol di remote tersebut.
Agaknya, semua fasilitas yang tak bisa di sebutkan satu per satu di dalam mobil ini membuat mereka mulai terlihat nyaman dan menikmati perjalanan itu. Opal tersenyum lega, Fafa melihat senyum itu.
Setelah Fafa, Naga, Ome, Atha dan Ocha selesai makan, Doffies wanita segera membereskan meja makan. Gerakan mereka sangat cepat dan lincah meskipun ukuran tubuh mereka kecil sehingga dalam hitungan beberapa menit, meja makan sudah rapi dan bersih seperti sedia kala.“Kenyaaaaanggg..” Naga berteriak senang“Setelah ini kita kemana Doff?” Atha membersihkan sisa saus di bajunya menggunakan tisu.“Doff antar kalian ke Crystalville, mari!” Doff melangkah mendahului mereka, kemudian berjalan keluar dari bangunan tempat tinggal para Doffies itu untuk segera menuju Crystalville.“Apa lagi ini?” Fafa terkejut melihat sesuatu di depan matanya.Lazulite. Para Doffies menggunakan kendaraan itu untuk mengantarkan surat, pergi ke ladang, serta pergi ke Kementerian Bahan Pangan Crystalville. Kendaraan ini diberikan secara cuma-cuma bagi setiap Doff untuk menjalankan pekerjaannya. Lazulite yang terlihat unik itu memiliki panjang sepuluh meter dan lebar hampir tiga meter, warnanya hijau pucat dan te
Entah berapa lama Doff menghilang untuk membujuk teman-temannya, hingga Fafa dan yang lainnya duduk kelelahan setelah puas berkeliling ruangan yang sangat besar ini. Kini, mereka duduk bersandar pada meja besar seperti bagian resepsionis di hotel-hotel mewah. Terdapat lambang huruf DF ditengah meja besar itu, huruf itu dikelilingi untaian daun-daun kecil berwarna hijau. Mungkin itu lambang milik sekumpulan Doff disini.Tiba-tiba terdengar suara berisik dari dalam ruangan, Doff muncul dari balik pintu besar itu, kemudian diikuti dua sosok yang sangat mirip dengan Doff. Muncul 3, 4, 5, 6, 10, 14 dan banyaaaaak makhluk yang sama persis dengan Doff yang kini berjalan beriringan menuju tempat mereka berlima duduk melepas lelah.Melihat serombongan besar berjumlah lebih dari tiga ratusan itu memenuhi ruangan aula besar, kelimanya segera berdiri menyambut dengan senyum mengembang di wajah masing-masing. Ocha sempat bergidik merinding melihat serombongan makhluk ya
Makhluk kecil itu bernama Doff, memiliki tinggi tak lebih dari satu meter. Kulitnya berwarna putih, telinganya panjang seperti telinga kelinci, tubuhnya ditumbuhi rambut-rambut halus, bersih dan putih, seperti bulu hamster. Hidung kecil menonjol di wajahnya yang berbentuk bulat. Matanya bulat penuh dan terlihat lucu karena bulu mata yang lentik, bola matanya berwarna kemerahan.Pintu gerbang itu menutup dengan sendirinya, begitu mereka berjalan semakin menjauh mengikuti langkah kecil Doff yang lumayan cepat. Doff seperti boneka!Jika sekilas dilihat, tentu saja dapat disimpulkan bahwa Doff seekor hewan. Tetapi yang membuat ragu, Doff memakai pakaian berwarna abu-abu gelap dengan penutup bagian luarnya seperti bentuk rompi abu-abu cerah serta celana tanggung dengan warna yang sama seperti bajunya. Ditambah satu hal yang mencengangkan, Doff dapat berbicara, walaupun suaranya terdengar lucu. Jadi kesimpulan sementara adalah seperti ini, bahwa Doff bukanlah hewan biasa, te
Esok paginya, Fafa, Ome, Naga dan Atha masih tertidur pulas, sedangkan Ocha sudah siuman sejak lima belas menit yang lalu. Ocha masih merasakan tubuhnya sedikit pegal, tetapi Ia tak berani membangunkan keempat temannya itu, karena mereka terlihat kelelahan.Tiba-tiba Ome terbangun dengan sendirinya begitu merasakan tangan Ocha yang berusaha lepas dari genggaman tangan Ome.“Ocha?” sapa Ome dengan wajah berseri-seri.Ocha terlihat sedikit terkejut.“Kamu udah nggak papa kan? Kamu lapar? Kamu haus? Atau kamu mau sesuatu?” Ome tidak bisa menyembunyikan rasa senang.Ome senang tidak hanya lantaran Ocha siuman, tetapi juga dikarenakan ramuan yang dulu sempat dicancel olehnya untuk mengikuti lomba karya ilmiah menjadi terbukti saat ini.“Gue mau beef burger sama spageti!”Ome ternganga begitu mendengar jawaban dari Ocha yang terdengar sangat serius.Gue becandaaa hahaha..” Ocha tertawa lepas.❖ ❖
Ocha dibaringkan di sebuah gubuk reot, sampai saat ini Ia masih belum siuman. Fafa membuka sepatu dan kaos kaki Ocha, kemudian memijit-mijit kecil jempol kaki Ocha. Sementara Atha menumpuk dua tas miliknya dan Fafa untuk dijadikan alas untuk kepala Ocha. Naga melihat ke atas langit, cuaca pada saat itu berawan, lama-kelamaan awan itu makin banyak berkumpul sehingga membuat langit tampak gelap.Naga menghampiri Atha dan Fafa, “Sepertinya mau hujan.”“Dan dengan sangat terpaksa kita harus menunda perjalanan menuju gua Crystal” Fafa menunjuk ke arah barat daya, tempat dimana gua Crystal berada.Atha merespon dengan sedikit gemetar, “Itu artinya kita tidak mengikuti instruksi Bu Silvianita?”“Nggak apa-apa. Mana mungkin kita meninggalkan Ocha sendirian, Ocha jauh lebih penting dari gua kristal itu, kan?” Fafa mencoba menenangkan.“Betul!” seru Naga, kemudian memegangi
Fafa mengamati peta tua lusuh berwarna coklat itu dengan seksama, Ia mengamati tiap detil gambar, tulisan, serta kode yang tertera di dalamnya. Bagian awal dari peta itu adalah tempat dimana mereka duduk saat itu. Hal itu diperkuat dengan deretan pohon yang membentuk bujur sangkar disekeliling mereka serta sebuah tugu yang bertuliskan tulisan kuno yang sama persis seperti yang tertera pada peta. Finish line dari peta lusuh itu tentu saja suatu tempat bertuliskan gua crystal.Ome, Ocha, Atha dan Naga secara bergantian juga ikut melihat peta lusuh nan tua tersebut. Untuk menyingkat waktu, Fafa sedikit memberi penjelasan pada mereka berempat tentang apa yang bisa Ia tangkap dari peta tua tersebut, tetapi Ocha nampak terlihat tidak antusias dibanding teman-temannya yang lain.“Bagaimana menurut kalian?” tanya Fafa kepada yang lain.Usai mendengarkan sedikit penjelasan tentang rute yang akan dilewati, mereka memutus