Share

Bab 3

Author: Galaxy
Aku tertegun sejenak, lalu tanpa sadar berdiri dan melangkah keluar.

Namun, tepat saat itu, aku melihat Josh mengulurkan tangan untuk merapikan rambut Eliza.

Tidak jauh dari sana, bada putraku yang membawa tas punggung.

Sosok kecil itu berdiri di depan lift, terpaku menatap ayahnya tengah bermesraan dengan seorang wanita asing.

Josh begitu lembut dan penuh kesabaran.

Aku dan putraku menyaksikan itu dengan mata kepala kami.

Saat aku hendak membawanya pergi, Josh juga menyadari keberadaan putranya.

Tubuh pria itu sedikit menegang, dia refleks menarik kembali tangannya.

Namun, detik berikutnya, Josh justru merangkul wanita itu, lalu melangkah perlahan melewati putranya dengan mantap.

Seakan-akan Josh sama sekali tidak mengenalnya.

Dadaku terasa sakit. Aku buru-buru menggandeng putraku kembali ke meja kerja.

Belum sempat aku menjelaskan, mata putraku sudah memerah. Dia bertanya pelan.

"Ibu, apakah itu orang yang paman sukai?"

Saat itu juga, aku kehilangan seluruh kekuatan untuk bicara dan hanya bisa mengangguk sambil menahan air mata.

Putraku tidak bertanya lagi. Dia diam-diam mengeluarkan buku pekerjaan rumah dan mulai menulis.

Namun, air matanya tetap jatuh dan membasahi kertas.

Aku mendekap putraku erat. Bagiku, dialah seluruh duniaku.

Josh, kini tersisa dua kesempatan lagi sebelum aku dan putra kita benar-benar pergi.

Setelah membereskan barang-barang, aku dan putraku bersiap pulang.

Di perjalanan, putraku bertanya.

"Ibu, untuk pertemuan orang tua malam ini, bisakah paman ikut?"

Selama tujuh tahun pernikahan, Josh tidak pernah sekalipun menghadiri pertemuan orang tua putranya.

Menatap sorot penuh harapan di matanya, aku tidak tega menolak dan mengirim pesan kepada Josh.

[Malam ini ada pertemuan orang tua. Apa kamu ada waktu?]

Pesan terkirim, tetapi seperti biasa, tenggelam tanpa jawaban.

Putraku menunduk dan memeluk tas sekolahnya, lalu dia bertanya.

"Paman nggak mau datang, ya?"

Sesudah itu, dia tersenyum dengan penuh pengertian dan berpura-pura tidak peduli.

"Nggak apa-apa, paman sibuk. Aku bisa mengerti."

Mendengar kata-kata pengertian dari mulut putraku, dadaku seolah dihimpit sebongkah batu besar.

Sakitnya membuatku hampir tidak bisa bernapas.

Saat hendak berbicara, ponselku berbunyi.

Ada pesan dari Josh.

[Ada, aku akan datang.]

Rasa gembira langsung meluap. Aku hampir tidak sabar menunjukkan layar percakapan itu pada putraku.

"Kai, apa kamu lihat? Ayah bilang akan datang."

Putraku tertegun sejenak, lalu seketika senyum bahagia merekah di wajahnya.

Dalam tujuh tahun pernikahan ini, baru kali ini Josh bersedia menghadiri pertemuan orang tua putranya.

Setelah mendapat jawaban pasti dari Josh, putraku sangat bersemangat di sepanjang jalan.

Dia berceloteh tentang betapa sering gurunya memujinya semester ini, berapa kali dia mendapat nilai tinggi, dan berapa banyak piagam yang diraihnya.

Putraku juga bercerita bahwa dia terpilih menjadi ketua kelas semester ini, dan gurunya berjanji akan mengumumkannya malam ini dalam pertemuan orang tua.

Sampai pada akhirnya, putraku bertanya padaku.

"Ibu, kalau ayah tahu aku berprestasi di sekolah, ayah pasti akan lebih menyukaiku, 'kan?"

Aku terdiam sesaat, lalu rasa sakit makin menusuk hatiku. Dalam hati, aku hanya bisa berdoa semoga Josh tidak mengingkari janjinya.

Sebelum kami benar-benar pergi, aku berharap putraku bisa merasakan kebahagiaan itu, meskipun itu hanya ilusi kami belaka.

Jam di dinding berdentang berulang kali, waktu pertemuan orang tua kian mendekat.

Namu, Josh tetap tidak muncul.

Sebaliknya, status WhatsApp Eliza sudah diperbarui.

Di dalam foto, pria itu duduk di samping seorang bocah lelaki asing, Josh sedang mengajarkannya merakit lego dengan sabar.

[Keterangan: Calon ayah yang baik.]

Aku menoleh ke ruang tamu.

Putraku yang berusia tujuh tahun sedang duduk tenang di sofa sambil bermain dengan lego.

Usia yang sama, mainan yang sama, sama-sama membutuhkan pendampingan.

Namun, di sisinya, tidak pernah ada sosok Josh sebagai ayah.

Menyadari tatapanku, putraku seperti mengerti sesuatu. Dia bertanya dengan hati-hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cukup Sekali Mengucap Selamat Tinggal   Bab 12

    Josh justru langsung tertawa, dia buru-buru merengkuhku ke dalam pelukannya, dan menangis karena terlalu gembira."Skyla, aku pasti akan memperlakukanmu dengan baik, pasti."Aku menahan rasa mual, tubuhku kaku dan membiarkannya berbuat sesukanya.Josh, ingatlah, kamulah yang lebih dulu membuat segalanya berakhir tanpa jalan kembali.Jadi, jangan salahkan aku nanti.Sepulang ke negara ini, Josh benar-benar berubah menjadi orang lain.Bukan hanya tidak lagi menghubungi Eliza, tetapi sikap dinginnya selama ini juga hilang. Dia menjadi sangat perhatian padaku dan putra kami.Hampir pada tingkat apa pun yang diminta, dia akan menuruti.Namun, aku dan putraku tidak menanggapi. Kami bersikap seperti dirinya dulu, dingin dan acuh.Saat kembali, putraku hampir menangis hingga pingsan.Terutama ketika naik pesawat, dia bahkan menggigit pergelangan tangan Josh, berusaha membuat Josh melepaskan genggamannya padaku.Hatiku sangat sakit, tetapi aku tidak menemukan kesempatan untuk menjelaskannya pad

  • Cukup Sekali Mengucap Selamat Tinggal   Bab 11

    "Atas dasar apa, kamu mengira aku... masih mencintaimu?""Atas dasar apa?"Seiring langkahku yang makin mendekat, Josh justru terus mundur, hingga akhirnya menabrak sofa empuk dan terjatuh tidak berdaya di atasnya.Sudah lama dia tidak melihat sikapku yang tegas seperti ini.Sejak malam itu, Josh memang tidak pernah melihatnya lagi.Dalam kebingungannya, Josh kembali teringat saat mewawancaraiku dulu.Saat itu dia bertanya."Skyla Galloway, riwayat kerjamu nggak terlalu menonjol, kamu juga nggak punya pengalaman di bidang ini.""Mengapa kamu ingin mendaftar di perusahaan kami?""Atas dasar apa, kamu yakin kami akan menerimamu?"Aku pun menjawab."Karena saya mau belajar, bekerja keras, nggak takut tantangan, dan nggak takut kesulitan.""Asal Anda memberi saya kesempatan, saya pasti akan membuat Anda terkesan."Tujuh tahun kemudian, aku benar-benar membuatnya terkesan.Gadis yang dulu percaya diri dan tegas itu, setelah melewati tujuh tahun penuh badai, kini kembali berdiri di hadapanny

  • Cukup Sekali Mengucap Selamat Tinggal   Bab 10

    "Ternyata, kamu memang masih cemburu.""Mengingat kamu sudah bersamaku selama tujuh tahun, aku bisa memberimu satu kesempatan. Ikut aku pulang dan semua hal yang terjadi sebelumnya akan kuanggap nggak pernah ada."Tanganku yang sedang menuang kopi bergetar. Demi Tuhan, aku benar-benar ingin menyiramkan kopi panas dari teko itu ke wajahnya.Aku ingin lihat, setebal apa kulit wajahnya.Namun, aku menahan diri. Untuk orang brengsek semacam dia, masuk penjara rasanya benar-benar tidak sepadan.Aku meletakkan kopi, lalu mengambil perjanjian perceraian yang sudah kucetak dari laci, dan melemparkannya ke atas meja.Saat kertas itu meluncur di permukaan meja, aku teringat bagaimana Josh dulu sering melemparkan dokumen padaku dengan seenaknya.Kalau orang lain melihat, mungkin mereka akan mengira Josh mengidap Parkinson.Sekarang giliranku, dan rasanya benar-benar menyenangkan.Alis Josh sempat berkedut, tetapi dia tetap memungut dokumen itu dari lantai.Melihat huruf besar bertuliskan perjanji

  • Cukup Sekali Mengucap Selamat Tinggal   Bab 9

    Sejujurnya.Sebelum ke Emrico, aku selalu mengira perceraian adalah hal besar.Kupikir setelah meninggalkan Josh, aku akan sangat sedih dan merasakan sakit hati yang luar biasa.Namun, setelah sampai di Emrico, aku tiba-tiba sadar.Ternyata, tidak perlu menunggu seorang pria pulang bisa membuat hati begitu bahagia dan lega.Aku tidak perlu lagi bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan sarapan untuk Josh, tidak perlu lagi menahan dinginnya ucapan-ucapan sinis darinya.Tidak perlu lagi mencium sisa aroma parfum di bajunya, lalu melemparkannya ke mesin cuci dengan muka marah dan masam.Aku sadar, ternyata bercerai itu begitu menyenangkan.Bahkan putraku yang dulu selalu ingin dekat dengan Josh, saat melihat makanan panas mengepul di meja pun tidak kuasa berujar."Ibu, andai saja kita lebih cepat meninggalkan paman."Mendengarnya, aku tidak bisa menahan tawa, meskipun di dalam hati terasa getir.Josh memang brengsek, bahkan lebih rendah dari itu.Jelas-jelas dia tidak pernah menjalankan tan

  • Cukup Sekali Mengucap Selamat Tinggal   Bab 8

    Sebagai hadiah.Hadiah untuk sekali lagi mendisiplinkan aku dan putra kami.Namun, sekarang, aku dan anakku sudah pergi.Tanpa peringatan.Tanpa menoleh ke belakang.Josh menutup wajahnya dan terpuruk tidak berdaya di lantai. Semuanya sudah di luar kendali.Telepon kembali berdering.Josh segera bangkit dan meraih ponselnya."Skyla, kamu...""Josh?"Suara Elize terdengar dari seberang.Wajah Josh seketika menggelap, tidak ada lagi kelembutan yang biasa dia tunjukkan."Ada apa?"Elize tertegun sesaat, dia tampak terkejut, tetapi tetap melanjutkan."Josh, pipa air di rumah kami rusak. Aku dan Toby benar-benar nggak tahu harus bagaimana. Bisakah kamu membantu kami?""Bantu bagaimana?"Elize terdengar agak malu-malu, dia berkata dengan terbata-bata."Aku... mungkin... bisa... tinggal di rumahmu dulu...?""Hah.""Kamu mimpi, ya?"Josh terkekeh, suaranya sedingin es.Aku dan anakku sudah pergi, maka Elize pun tidak lagi berguna.Jadi Josh malas berpura-pura lagi."Elize, aku kira kamu wanita

  • Cukup Sekali Mengucap Selamat Tinggal   Bab 7

    Makin dia menunjukkan tidak mencintaiku, aku justru makin merendah.Cara seperti ini sudah Josh gunakan selama tujuh tahun.Lampu hijau menyala. Sekilas cahaya melintas di mata Josh, lalu dia melajukan mobilnya meninggalkan persimpangan.Sesampainya di kantor, Josh baru saja hendak berbaring ketika ponselnya menyala.Kali ini, sebuah pesan masuk.[Semoga kamu bahagia.]Pengirim: SkylaBrak!Josh menendang meja teh di sampingnya dengan wajah muram.[Skyla, apa maksudmu?][Kamu sudah gila, ya?][Siapa yang memberimu keberanian mengatakan hal seperti itu?]Tidak ada jawaban.Josh bangkit dan berlari menuju tempat parkir sambil meneleponku."Tut... tut... Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif...""Sial!"Pria itu memaki beberapa kali, lalu membuka pintu mobil.[Skyla, angkat telepon!]Tetap tidak ada balasan.Malam itu angin bertiup kencang, tetapi tidak mampu meniup pergi rasa takut yang menguasai hati Josh.Sudah setengah jam, aku tetap tidak menggubrisnya.Tujuh tahun menikah, ini yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status