Share

BAB 8

Author: Dafin
last update Last Updated: 2025-08-26 07:08:55

Senja menyelimuti kamar Daffa. Laptop menyala, diagram grafik harga terpampang di layar, dan catatan - catatan trading menumpuk di meja. Setelah beberapa bulan belajar blockchain, simulasi investasi, dan strategi disiplin, Daffa dan Bima merasa saatnya memperdalam teknik trading yang lebih kompleks.

“Daffa, aku sudah lihat grafik beberapa altcoin,” kata Bima sambil menatap layar.

“Beberapa naik - turun cukup ekstrem. Aku rasa kita perlu belajar teknik trading lanjutan, bukan hanya beli - tahan - jual.”

Daffa mengangguk. “Betul. Aku ingin mempelajari analisis teknikal dan fundamental.

Teknik teknikal bisa membantu kita membaca pola harga, sedangkan analisis fundamental melihat nilai proyek, potensi pasar, dan faktor eksternal.”

Mereka mulai membuka platform simulasi trading yang lebih canggih. Daffa menjelaskan pada Bima konsep moving average, RSI (Relative Strength Index), dan MACD, sambil menunjukkan bagaimana indikator ini membantu membaca momentum pasar.

“Misalnya, moving average bisa menunjukkan tren jangka panjang. Kalau garis harga berada di atas moving average, biasanya tren naik, dan sebaliknya,” kata Daffa sambil menunjuk grafik.

Bima mencatat. “Aku mengerti. Jadi bukan hanya menebak arah harga, tapi menganalisis data historis untuk prediksi yang lebih akurat.”

Daffa menambahkan tentang analisis fundamental: memeriksa tim proyek, whitepaper, adopsi komunitas, serta peluang inovasi. “Ini penting agar kita tahu apakah token atau altcoin ini memiliki nilai jangka panjang, bukan hanya spekulasi sesaat.”

Mereka juga membahas psikologi pasar. Daffa menjelaskan fenomena FOMO (Fear of Missing Out) dan FUD (Fear, Uncertainty, Doubt) yang sering mempengaruhi trader. “Kadang orang panik jual karena berita negatif, atau serakah ikut tren naik tanpa analisis. Kita harus belajar mengendalikan emosi dan tetap disiplin.”

Setelah beberapa jam diskusi, mereka mencoba simulasi trading dengan metode kombinasi: analisis teknikal + fundamental + kontrol emosi. Hasilnya mulai menunjukkan pola yang lebih konsisten, meski masih ada fluktuasi.

“Lihat, Bima,” kata Daffa. “Kalau kita disiplin dan evaluasi, kerugian bisa diminimalkan, dan peluang profit lebih jelas. Mental dan strategi sama pentingnya.”

Bima tersenyum. “Aku merasa seperti trader profesional sekarang, meski masih simulasi. Aku mulai memahami logika pasar dan keputusan rasional.”

Mereka menulis catatan refleksi:

1. Moving average, RSI, MACD sebagai indikator teknikal.

2. Fundamental penting untuk menilai nilai proyek.

3. Psikologi pasar mempengaruhi keputusan trader.

4. Kombinasi analisis + kontrol emosi = strategi lebih matang.

Hari berikutnya, mereka fokus pada inovasi dan peluang investasi di luar Bitcoin. Daffa membuka artikel tentang altcoin dan token baru.

“Bima, lihat ini. Ada altcoin yang fokus pada energi terbarukan, NFT yang bisa digunakan untuk sertifikat digital, dan DeFi yang memungkinkan pinjaman tanpa bank tradisional,” kata Daffa.

Bima terkejut. “Wah, ternyata blockchain bukan cuma soal uang digital. Bisa dipakai untuk proyek nyata, bahkan seni dan pinjaman peer - to - peer.”

Daffa menjelaskan konsep DeFi (Decentralized Finance): sistem keuangan terdesentralisasi yang memungkinkan pengguna meminjam, meminjamkan, dan berinvestasi tanpa perantara bank. Mereka juga meninjau NFT (Non-Fungible Token) sebagai aset digital unik yang bisa mewakili karya seni, musik, atau sertifikat.

“Ini menarik,” kata Bima. “Jadi peluang investasi lebih luas dari sekadar beli token crypto. Tapi juga ada risiko unik, seperti likuiditas rendah atau volatilitas ekstrem.”

Mereka membuat simulasi portofolio virtual: sebagian altcoin dengan potensi pertumbuhan, sebagian token DeFi untuk eksperimen yield, dan beberapa NFT untuk memahami nilai unik digital.

“Yang penting, kita tetap disiplin,” kata Daffa.

“Diversifikasi portofolio, evaluasi risiko, dan catat setiap langkah di jurnal. Semakin kita belajar, semakin banyak perspektif investasi yang kita pahami.”

Diskusi mereka berlanjut ke peluang inovasi blockchain di berbagai industri: supply chain, logistik, pendidikan, voting elektronik, dan hak cipta digital. Daffa merasa antusias karena teknologi yang mereka pelajari memiliki dampak nyata di dunia.

Bima menimpali, “Aku mulai paham sekarang. Crypto hanyalah salah satu aplikasi. Blockchain bisa jadi fondasi berbagai inovasi di masa depan.”

Catatan refleksi mereka hari itu:

Altcoin dan token memiliki tujuan dan risiko berbeda.

DeFi memungkinkan keuangan peer-to-peer tanpa bank tradisional.

NFT sebagai aset digital unik, potensial tapi berisiko.

Diversifikasi dan evaluasi risiko tetap kunci.

Blockchain memiliki potensi inovasi besar di banyak bidang.

Malamnya, Daffa dan Bima duduk di balkon kamar, menatap lampu kota yang berkelap-kelip. Diskusi mereka bergeser ke visi masa depan blockchain dan peluang inovasi.

“Bayangkan,” kata Daffa, “kalau semua data penting bisa disimpan di blockchain yang aman dan transparan, kita bisa mengurangi penipuan, meningkatkan efisiensi, dan membangun sistem kepercayaan global.”

Bima menambahkan, “Aku membayangkan platform pendidikan menggunakan blockchain untuk sertifikat digital. Bisa memverifikasi skill dan pencapaian siswa tanpa dokumen fisik.”

Daffa tersenyum. “Benar. Dan proyek mini kita bisa jadi langkah kecil memahami hal ini: edukasi crypto, simulasi transaksi, manajemen risiko, dan inovasi teknologi.”

Mereka menyusun rencana untuk memperluas proyek mereka: modul interaktif, simulasi trading lanjutan, penjelasan tentang altcoin, DeFi, NFT, dan peluang investasi lain. Mereka juga merencanakan webinar untuk teman sekelas agar dapat berbagi pengetahuan.

“Blockchain bukan sekadar tren,” kata Daffa. “Ini ekosistem masa depan. Semakin kita memahami teknologinya, semakin banyak peluang untuk belajar, berinovasi, dan bahkan menciptakan solusi nyata.”

Bima tersenyum lebar. “Aku siap untuk tahap berikutnya: eksperimen lebih kompleks, prototipe lebih matang, dan berbagi pengetahuan ke orang lain. Kita belajar dari pengalaman, gagal, dan sekarang siap untuk tantangan lebih besar.”

Malam itu, Daffa menulis refleksi panjang di jurnal:

Hari ini aku memahami bahwa pengetahuan lanjutan tentang trading, altcoin, DeFi, NFT, dan inovasi blockchain membuka perspektif baru. Dunia digital tidak hanya soal profit instan, tetapi soal memahami teknologi, risiko, dan peluang masa depan. Aku siap mengembangkan proyek, belajar lebih dalam, dan berbagi pengetahuan.

Dengan semangat baru, Daffa menutup jurnal, menatap langit malam yang penuh bintang, membayangkan masa depan blockchain yang luas, transparan, dan penuh inovasi.

***Malam yang Tenang Berubah Mencekam

Langit malam di Jakarta berwarna kelabu, cahaya lampu kota berkelap - kelip dari jendela kamar Daffa. Di meja belajar, laptop menyala menampilkan grafik harga cryptocurrency yang bergerak cepat. Daffa bersandar di kursinya, menatap layar sambil memainkan jari - jarinya di atas keyboard.

“Aku tidak percaya, Bim,” katanya melalui panggilan video dengan Bima. “Portofolio kita naik hampir dua puluh persen minggu ini. Kalau terus begini, kita bisa pakai hasilnya untuk modal proyek edukasi blockchain kita.”

Bima tersenyum di layar. “Betul. Aku rasa strategi diversifikasi kemarin mulai membuahkan hasil. Tapi jangan lupa, kita harus tetap disiplin.”

Malam itu terasa damai. Tidak ada yang aneh, tidak ada tanda bahaya. Hanya dua remaja berusia 17 tahun yang antusias belajar dunia digital. Namun, tanpa mereka sadari, seseorang di luar sana sedang mengintai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 20

    Malam sudah larut. Jam dinding di kamar kos menunjukkan pukul 23.47. Hujan baru saja reda, menyisakan titik-titik air di kaca jendela. Suara tetesan masih terdengar, berpadu dengan dengung kipas angin tua yang berputar malas. Daffa duduk sendirian di kursi kayu kecil dekat jendela. Di hadapannya, laptop menyala dengan dashboard EduCoin yang menampilkan grafik transaksi token dan jumlah pengguna yang terus bertambah. Ada rasa bangga, tapi juga ada sesuatu yang mengganjal di hatinya: perasaan campur aduk antara puas, takut, dan bingung. Daffa menghela napas panjang, lalu tersenyum samar. “Aku bahkan nggak percaya aku bisa sejauh ini.” Ia menutup mata, membiarkan pikirannya berputar ke masa lalu. Ia melihat dirinya dan Bima di perpustakaan kampus. Buku-buku menumpuk di meja, laptop terbuka dengan tab penuh artikel tentang blockchain. Daffa ingat rasa frustrasi saat itu. “Bim, ini maksudnya apa sih? Ledger, mining, peer-to-peer… kayak bahasa alien.” Bima tertawa kecil. “Tenang, Daf.

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 19

    Pagi itu Daffa merasa hari berjalan seperti biasa. Ia bangun, berangkat ke kampus, mampir ke kantin. Tapi satu hal kecil mengubah segalanya: sebuah notifikasi berita di ponselnya.Di layar tertera judul besar:“Inovasi Anak Muda: EduCoin, Token Belajar untuk Pelajar Indonesia.”Tangannya refleks gemetar. Ia baca cepat artikel itu, menelusuri setiap kalimat: tentang ide awal mereka, tujuan edukasi, bahkan kutipan dari postingan mereka di forum crypto lokal.“Guys, kita masuk berita!” seru Daffa, bangkit dari kursi kantin.Karin hampir menjatuhkan sendok nasi gorengnya. “Apa?! Serius?”Bima langsung meraih ponselnya. Sinta dan Rizal mendekat, mereka berebut membaca. Saat benar-benar melihat artikel itu nyata, wajah mereka berbinar-binar.“Ini gila. Kita cuma bikin proyek kecil-kecilan, eh diliput media,” kata Fahri dengan nada tak percaya.Artikel itu sederhana, tapi efeknya luar biasa.Tak butuh waktu lama, tautan artikel dibagikan di Twitter, Instagram, hingga TikTok.Komentar publik

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 18

    Setelah melewati masa penuh tekanan, tim EduCoin memutuskan untuk mengadakan rapat besar di ruang komunitas kampus yang biasanya sepi di akhir pekan. Daffa berdiri di depan papan tulis, tangannya memegang spidol, wajahnya penuh tekad.“Kemarin kita dihantam masalah bertubi-tubi. Server down, bug, regulasi. Tapi aku percaya, ini bukan akhir ini justru jalan menuju solusi.”Semua anggota tim menatapnya dengan harapan. Karin duduk sambil memegang laptop, Bima siap dengan catatan, Fahri tampak masih lelah tapi fokus, Rizal menyalakan recorder agar rapat terdokumentasi, sementara Sinta menyiapkan slide presentasi sederhana.Daffa menuliskan tiga kata besar di papan tulis: Stabilitas – Strategi – Inovasi.“Ini tiga pilar kita sekarang,” ujarnya. “Tanpa stabilitas, pengguna nggak percaya. Tanpa strategi, kita kehilangan arah. Tanpa inovasi, kita akan ditinggalkan.”Fahri mendapat giliran bicara. Ia maju dengan membawa laptop.“Pertama soal server. Aku sudah riset beberapa opsi cloud service.

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 17

    Setelah kampanye promosi pertama EduCoin sukses, antusiasme pengguna meningkat pesat. Dalam waktu singkat, jumlah akun pelajar yang mendaftar melonjak lebih dari dua kali lipat.Daffa menatap dashboard server dengan mata berbinar. “Lihat, traffic kita naik gila-gilaan! Dalam sehari ada 500 user baru.”Bima ikut mencondongkan badan. “Ini luar biasa, Daf. Kita bener-bener bikin sesuatu yang disukai.”Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar. Malam harinya, notifikasi merah memenuhi layar Daffa. Server down.“Tidak… jangan sekarang!” Daffa menepuk jidat.Besok paginya, grup chat tim penuh pesan panik.Sinta: “Daf! Aku nggak bisa login. Anak-anak yang pakai juga pada ngeluh.”Rizal: “Twitter kita udah rame. Banyak yang nanya kenapa aplikasi error.”Fahri: “Aku cek log. Sepertinya server nggak kuat menahan lonjakan traffic.”Daffa langsung ke rumah Fahri untuk memperbaiki sistem. Dengan wajah lelah, mereka berdua begadang semalaman, mencoba menstabilkan server.“Masalahnya bukan di k

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 16

    Beberapa hari setelah uji coba pertama EduCoin selesai, Daffa masih tenggelam dalam evaluasi. Ia duduk di kafe kecil dekat kampus, menatap layar laptop penuh catatan bug dan feedback dari siswa.“Desain aplikasimu keren sih, Daf,” kata Bima yang duduk di seberangnya. “Tapi jujur aja, tampilannya agak… kaku. Anak-anak suka fungsinya, tapi kalau tampilannya lebih menarik, pasti makin nempel.”Daffa menghela napas. Ia tahu itu kelemahannya: urusan desain dan tampilan. Ia bisa membangun sistem yang aman, algoritma yang efisien, tapi kalau soal estetika? Nol besar.Tiba-tiba, seseorang dari meja sebelah menoleh. Seorang gadis berambut sebahu, mengenakan hoodie biru tua, sedang menggambar di tablet grafis. Ia tersenyum tipis.“Maaf, aku nggak sengaja dengar obrolan kalian,” katanya. “Aku setuju sama temanmu. Sistem yang bagus perlu wajah yang ramah. Kalau nggak, orang males pakai.”Daffa dan Bima saling pandang. “Eh, iya… kamu siapa?” tanya Bima agak kikuk.Gadis itu memperkenalkan diri. “A

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 15

    Hari itu terasa berbeda bagi Daffa. Ia bangun lebih pagi, sarapan seadanya, lalu duduk di depan laptop dengan tangan agak gemetar. Hari ini adalah hari yang sudah mereka tunggu-tunggu: uji coba pertama EduCoin.Selama berminggu-minggu mereka bekerja siang malam. Daffa dengan coding, Bima dengan riset, Sinta dengan konten edukasi, Fahri dengan server, dan Rizal dengan komunikasi ke sekolah. Akhirnya, sebuah sekolah menengah di pinggiran kota bersedia menjadi tempat uji coba terbatas.Sekolah itu bukan sekolah elite, melainkan sekolah negeri dengan fasilitas sederhana. Justru di situlah Daffa merasa ide mereka lebih relevan. EduCoin bukan sekadar teknologi, tapi alat untuk memberi semangat baru bagi pelajar biasa.Di ruang guru, mereka diterima oleh Bu Rini, seorang guru yang dikenal progresif.“Jadi, kalian mau bikin eksperimen kecil di sekolah ini?” tanya Bu Rini dengan nada penasaran.Rizal menjawab dengan antusias, “Iya, Bu. Sederhana saja. Kami ingin mencoba memberi reward berupa t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status