Share

BAB 9

Author: Dafin
last update Last Updated: 2025-08-27 14:16:48

Pertanda Aneh

Sekitar pukul sebelas malam, saat Daffa hendak menutup laptopnya, sebuah notifikasi muncul di layar.

“Login baru terdeteksi dari perangkat yang tidak dikenal.”

Alis Daffa langsung berkerut. Ia membuka detail notifikasi. Ada aktivitas login dari lokasi yang sangat jauh bukan dari kota mereka.

“Bima, tunggu,” kata Daffa cepat. “Aku baru saja dapat peringatan. Ada login asing di akun exchange kita.”

Wajah Bima di layar langsung tegang. “Apa? Dari mana lokasinya?”

“Sepertinya dari luar negeri. Aku tidak kenal IP address ini.”

Detak jantung Daffa meningkat. Ia mencoba segera logout dari semua perangkat dan mengubah password. Namun sistem menampilkan pesan aneh:

“Password sudah diganti 2 menit yang lalu.”

*** Panik yang Memuncak

“Bima! Mereka sudah masuk duluan. Password kita diganti!” teriak Daffa panik.

Bima langsung berdiri dari kursinya di rumah. “Coba masuk lewat email recovery!”

Daffa dengan cepat membuka emailnya. Namun, inbox dipenuhi dengan notifikasi aneh: perubahan kata sandi, pengaturan keamanan direset, dan bahkan percobaan verifikasi dua langkah yang ia tidak lakukan.

Peluh dingin menetes di keningnya. “Mereka tidak hanya masuk ke akun exchange, Bim. Mereka juga masuk ke emailku. Semua sudah diretas!”

Bima membeku sejenak, lalu mencoba masuk dari perangkatnya. Namun hasilnya sama. Akses ditolak. Semua saldo yang mereka miliki tidak bisa lagi mereka kendalikan.

*** Rasa Takut Kehilangan

“Jadi… kita kehilangan semuanya?” suara Bima terdengar parau.

Daffa terdiam. Ia menatap layar laptopnya yang kini hanya menampilkan pesan error. Tangannya gemetar. Semua usaha, catatan, dan hasil belajar mereka selama berbulan - bulan kini seperti hilang dalam sekejap.

Hatinya berdesir ketakutan. Bagaimana kalau ini benar - benar akhir? Bagaimana kalau semua yang kita pelajari sia - sia?

Pikirannya kacau. Ia membayangkan wajah ayahnya yang selalu mengingatkan agar berhati-hati dengan internet, ibunya yang mungkin akan kecewa jika tahu.

“Tidak, Bim,” kata Daffa akhirnya, suaranya bergetar. “Kita tidak boleh menyerah. Harus ada cara. Kita pasti bisa mengambil kembali akun kita.”

*** Malam Panjang Penuh Ketegangan

Mereka menghabiskan malam itu mencari cara untuk memulihkan akun.

Daffa mencoba menghubungi support exchange melalui email darurat.

Bima membaca forum crypto tentang kasus serupa.

Mereka mengaktifkan kembali recovery email alternatif yang masih aman.

Namun setiap kali mencoba login, sistem selalu menolak. Hacker itu masih memegang kendali.

Di tengah kepanikan, Daffa merasa marah pada dirinya sendiri. “Aku terlalu percaya diri. Kupikir dengan dua faktor otentikasi sudah cukup aman. Ternyata tidak.”

Bima menenangkan, meski ia sendiri panik. “Ini bukan salahmu, Daf. Hacker memang selalu mencari celah. Kita yang harus belajar dari kesalahan

Sekitar pukul dua dini hari, mereka menerima email baru:

“Saldo Anda sebesar 0.35 BTC telah ditransfer ke alamat lain.”

Daffa terdiam membaca pesan itu. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Bima menutup wajahnya dengan kedua tangan. Mereka tahu arti pesan itu: sebagian besar aset mereka sudah benar-benar dipindahkan oleh hacker.

Hening panjang menyelimuti keduanya. Tidak ada kata yang bisa mewakili rasa kehilangan itu.

Namun di tengah keputusasaan, Daffa menyadari sesuatu. Ia masih memiliki sebagian kecil saldo di wallet hardware yang tidak pernah ia gunakan untuk transaksi sehari - hari. Hacker tidak bisa menjangkau itu karena perangkatnya offline.

“Bim, dengar ini,” kata Daffa cepat. “Kita memang kehilangan saldo di exchange, tapi sebagian masih aman di hardware wallet. Artinya kita belum kehilangan segalanya.”

Bima mengangkat kepalanya perlahan. Ada sedikit cahaya harapan di matanya. “Kau benar. Kita masih punya peluang untuk bangkit.”

Menjelang pagi, meski mereka lelah dan sedih, Daffa menulis di jurnalnya:

Hari ini aku mengalami salah satu ketakutan terbesar dalam hidupku: diretas. Rasanya seperti rumah kita dimasuki pencuri di tengah malam. Semua yang kita jaga, kita kumpulkan, lenyap begitu saja. Tapi dari sini aku belajar, bahwa keamanan adalah segalanya di dunia digital. Kita harus lebih waspada, lebih cerdas, dan lebih siap. Aku tidak akan membiarkan hal ini menghentikanku.

Pagi harinya, setelah tidur hanya satu jam, Daffa dan Bima kembali berdiskusi. Mereka berjanji untuk:

1. Meningkatkan keamanan dengan multi - signature wallet.

2. Mempelajari cyber security dasar agar lebih paham cara hacker bekerja.

3. Tidak menyimpan semua aset di satu tempat (exchange), tapi lebih terdistribusi.

4. Mengubah mindset: kerugian ini bukan akhir, melainkan pelajaran penting.

Meski kehilangan menyakitkan, pengalaman itu menanamkan tekad baru di hati mereka.

“Bima,” kata Daffa serius. “Hari ini kita diretas. Tapi besok, kita akan lebih kuat. Kita akan belajar keamanan digital sampai hacker pun kesulitan menyentuh kita.”

Bima mengangguk. “Setuju. Serangan ini tidak akan menghentikan kita. Justru ini langkah awal untuk memahami dunia digital secara lebih dalam.”

Mereka pun menatap layar laptop dengan semangat baru, meski rasa takut dan trauma masih terasa. Di balik luka itu, tumbuh tekad yang lebih besar.

Pagi Setelah Malam Panjang

Matahari pagi menembus jendela kamar Daffa, tapi hatinya masih terasa gelap. Semalam ia nyaris tidak tidur. Pikiran tentang aset digital yang diretas membuat dadanya sesak. Rasa bersalah bercampur marah, seperti bayangan yang menempel erat.

Di layar laptopnya, forum - forum crypto yang ia buka semalam masih terpampang. Judul - judul thread penuh dengan cerita serupa: “Saya diretas, saldo hilang!”, “Hati - hati phishing!”, “Bagaimana cara mengamankan wallet?”

Bima menelponnya, suara lelah tapi penuh tekad. “Daf, kita tidak bisa terus meratapi ini. Kalau kita benar-benar serius di dunia digital, kita harus belajar keamanan siber. Kalau tidak, semua kerja keras kita akan sia-sia.”

Daffa mengangguk meski Bima tak bisa melihat. “Kau benar. Aku tidak mau kejadian semalam terulang lagi.”

Sore itu, mereka menemui mentor mereka, seorang pakar blockchain bernama Pak Arkan. Daffa menceritakan kronologi peretasan dengan wajah menunduk.

Pak Arkan mendengarkan dengan tenang, lalu berkata, “Kalian baru saja mendapatkan pelajaran yang sangat mahal. Dunia digital itu seperti hutan rimba. Banyak peluang, tapi juga banyak predator. Dan predator itu adalah para hacker.”

Bima menimpali, “Kami ingin belajar cara melindungi diri, Pak. Apa yang harus kami lakukan?”

Pak Arkan tersenyum tipis. “Baik. Saya akan ajarkan kalian dasar - dasarnya. Ingat, keamanan bukan sesuatu yang kalian lakukan sekali. Keamanan adalah kebiasaan, sebuah gaya hidup digital.”

Pak Arkan mengangkat ponselnya dan menuliskan sesuatu di papan tulis digital.

“Pertama, password. Ini pintu utama kalian. Masalahnya, kebanyakan orang menggunakan pintu yang rapuh.”

Ia menuliskan contoh:

123456

password

qwerty

Daffa dan Bima tertawa getir. Mereka tahu, password semacam itu sangat lemah.

“Password kalian harus panjang, acak, dan sulit ditebak,” jelas Pak Arkan. “Gunakan kombinasi huruf besar, kecil, angka, simbol. Minimal 16 karakter. Lebih panjang, lebih baik.”

Bima bertanya, “Tapi bagaimana mengingat password yang serumit itu?”

Pak Arkan tersenyum. “Gunakan password manager. Atau buat passphrase: rangkaian kata acak yang mudah kalian ingat, tapi sulit ditebak. Misalnya: ‘ManggaHijau#Terbang!Bulan9’.”

Daffa mencatat cepat di buku. Ia merasa malu karena selama ini password miliknya hanya variasi dari tanggal lahir.

“Setelah password, kalian butuh lapisan kedua: Two-Factor Authentication,” lanjut Pak Arkan.

“Seperti kode SMS, Pak?” tanya Daffa.

“Itu versi paling lemah. SMS mudah diambil alih dengan teknik SIM swapping. Lebih baik gunakan aplikasi autentikasi seperti G****e Authenticator atau Authy. Lebih aman lagi, pakai hardware key seperti YubiKey.”

Bima mengangguk. “Jadi meskipun hacker tahu password, mereka tetap tidak bisa masuk tanpa kode 2FA?”

“Betul. Tapi hati - hati, jangan pernah simpan kode backup di email utama. Simpan di tempat terpisah, bahkan bisa ditulis di kertas dan disimpan aman.”

Daffa merasakan pencerahan. Ia baru sadar, kemarin ia mengandalkan SMS 2FA. Itulah yang mungkin membuat hacker lebih mudah masuk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 20

    Malam sudah larut. Jam dinding di kamar kos menunjukkan pukul 23.47. Hujan baru saja reda, menyisakan titik-titik air di kaca jendela. Suara tetesan masih terdengar, berpadu dengan dengung kipas angin tua yang berputar malas. Daffa duduk sendirian di kursi kayu kecil dekat jendela. Di hadapannya, laptop menyala dengan dashboard EduCoin yang menampilkan grafik transaksi token dan jumlah pengguna yang terus bertambah. Ada rasa bangga, tapi juga ada sesuatu yang mengganjal di hatinya: perasaan campur aduk antara puas, takut, dan bingung. Daffa menghela napas panjang, lalu tersenyum samar. “Aku bahkan nggak percaya aku bisa sejauh ini.” Ia menutup mata, membiarkan pikirannya berputar ke masa lalu. Ia melihat dirinya dan Bima di perpustakaan kampus. Buku-buku menumpuk di meja, laptop terbuka dengan tab penuh artikel tentang blockchain. Daffa ingat rasa frustrasi saat itu. “Bim, ini maksudnya apa sih? Ledger, mining, peer-to-peer… kayak bahasa alien.” Bima tertawa kecil. “Tenang, Daf.

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 19

    Pagi itu Daffa merasa hari berjalan seperti biasa. Ia bangun, berangkat ke kampus, mampir ke kantin. Tapi satu hal kecil mengubah segalanya: sebuah notifikasi berita di ponselnya.Di layar tertera judul besar:“Inovasi Anak Muda: EduCoin, Token Belajar untuk Pelajar Indonesia.”Tangannya refleks gemetar. Ia baca cepat artikel itu, menelusuri setiap kalimat: tentang ide awal mereka, tujuan edukasi, bahkan kutipan dari postingan mereka di forum crypto lokal.“Guys, kita masuk berita!” seru Daffa, bangkit dari kursi kantin.Karin hampir menjatuhkan sendok nasi gorengnya. “Apa?! Serius?”Bima langsung meraih ponselnya. Sinta dan Rizal mendekat, mereka berebut membaca. Saat benar-benar melihat artikel itu nyata, wajah mereka berbinar-binar.“Ini gila. Kita cuma bikin proyek kecil-kecilan, eh diliput media,” kata Fahri dengan nada tak percaya.Artikel itu sederhana, tapi efeknya luar biasa.Tak butuh waktu lama, tautan artikel dibagikan di Twitter, Instagram, hingga TikTok.Komentar publik

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 18

    Setelah melewati masa penuh tekanan, tim EduCoin memutuskan untuk mengadakan rapat besar di ruang komunitas kampus yang biasanya sepi di akhir pekan. Daffa berdiri di depan papan tulis, tangannya memegang spidol, wajahnya penuh tekad.“Kemarin kita dihantam masalah bertubi-tubi. Server down, bug, regulasi. Tapi aku percaya, ini bukan akhir ini justru jalan menuju solusi.”Semua anggota tim menatapnya dengan harapan. Karin duduk sambil memegang laptop, Bima siap dengan catatan, Fahri tampak masih lelah tapi fokus, Rizal menyalakan recorder agar rapat terdokumentasi, sementara Sinta menyiapkan slide presentasi sederhana.Daffa menuliskan tiga kata besar di papan tulis: Stabilitas – Strategi – Inovasi.“Ini tiga pilar kita sekarang,” ujarnya. “Tanpa stabilitas, pengguna nggak percaya. Tanpa strategi, kita kehilangan arah. Tanpa inovasi, kita akan ditinggalkan.”Fahri mendapat giliran bicara. Ia maju dengan membawa laptop.“Pertama soal server. Aku sudah riset beberapa opsi cloud service.

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 17

    Setelah kampanye promosi pertama EduCoin sukses, antusiasme pengguna meningkat pesat. Dalam waktu singkat, jumlah akun pelajar yang mendaftar melonjak lebih dari dua kali lipat.Daffa menatap dashboard server dengan mata berbinar. “Lihat, traffic kita naik gila-gilaan! Dalam sehari ada 500 user baru.”Bima ikut mencondongkan badan. “Ini luar biasa, Daf. Kita bener-bener bikin sesuatu yang disukai.”Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar. Malam harinya, notifikasi merah memenuhi layar Daffa. Server down.“Tidak… jangan sekarang!” Daffa menepuk jidat.Besok paginya, grup chat tim penuh pesan panik.Sinta: “Daf! Aku nggak bisa login. Anak-anak yang pakai juga pada ngeluh.”Rizal: “Twitter kita udah rame. Banyak yang nanya kenapa aplikasi error.”Fahri: “Aku cek log. Sepertinya server nggak kuat menahan lonjakan traffic.”Daffa langsung ke rumah Fahri untuk memperbaiki sistem. Dengan wajah lelah, mereka berdua begadang semalaman, mencoba menstabilkan server.“Masalahnya bukan di k

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 16

    Beberapa hari setelah uji coba pertama EduCoin selesai, Daffa masih tenggelam dalam evaluasi. Ia duduk di kafe kecil dekat kampus, menatap layar laptop penuh catatan bug dan feedback dari siswa.“Desain aplikasimu keren sih, Daf,” kata Bima yang duduk di seberangnya. “Tapi jujur aja, tampilannya agak… kaku. Anak-anak suka fungsinya, tapi kalau tampilannya lebih menarik, pasti makin nempel.”Daffa menghela napas. Ia tahu itu kelemahannya: urusan desain dan tampilan. Ia bisa membangun sistem yang aman, algoritma yang efisien, tapi kalau soal estetika? Nol besar.Tiba-tiba, seseorang dari meja sebelah menoleh. Seorang gadis berambut sebahu, mengenakan hoodie biru tua, sedang menggambar di tablet grafis. Ia tersenyum tipis.“Maaf, aku nggak sengaja dengar obrolan kalian,” katanya. “Aku setuju sama temanmu. Sistem yang bagus perlu wajah yang ramah. Kalau nggak, orang males pakai.”Daffa dan Bima saling pandang. “Eh, iya… kamu siapa?” tanya Bima agak kikuk.Gadis itu memperkenalkan diri. “A

  • DAFFA DAN MATA UANG DIGITAL   BAB 15

    Hari itu terasa berbeda bagi Daffa. Ia bangun lebih pagi, sarapan seadanya, lalu duduk di depan laptop dengan tangan agak gemetar. Hari ini adalah hari yang sudah mereka tunggu-tunggu: uji coba pertama EduCoin.Selama berminggu-minggu mereka bekerja siang malam. Daffa dengan coding, Bima dengan riset, Sinta dengan konten edukasi, Fahri dengan server, dan Rizal dengan komunikasi ke sekolah. Akhirnya, sebuah sekolah menengah di pinggiran kota bersedia menjadi tempat uji coba terbatas.Sekolah itu bukan sekolah elite, melainkan sekolah negeri dengan fasilitas sederhana. Justru di situlah Daffa merasa ide mereka lebih relevan. EduCoin bukan sekadar teknologi, tapi alat untuk memberi semangat baru bagi pelajar biasa.Di ruang guru, mereka diterima oleh Bu Rini, seorang guru yang dikenal progresif.“Jadi, kalian mau bikin eksperimen kecil di sekolah ini?” tanya Bu Rini dengan nada penasaran.Rizal menjawab dengan antusias, “Iya, Bu. Sederhana saja. Kami ingin mencoba memberi reward berupa t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status