Dia pernah berharap menemukan pangeran yang bisa meminang tanpa kepingan emas dan permata. Tak pernah bermimpi menjadi ratu dan hidup serba bermateri. Pintanya pada semoga untuk mereka yang pernah mencoba datang, namun hengkang sebelum berperang sudah ia anggap lekang. Kini harinya semakin menantang, dengan bentangan kenyataan yang tak bisa dibilang indah tapi juga tak menyakitkan.Menjadi penghuni kompleks perumahan cluster nyatanya tak membuat para tetangga itu juga bisa membuat mata dan telinga menggabungkan saja inderanya itu pada satu titik agar tak kepo terhadap rumah tangga orang lain. Tak pernah ikut arisan RT atau kegiatan apapun membuat Tatu seakan adalah penghuni yang wajib dicurigai. Padahal, dia juga sudah membayar iuran dan kewajiban sebagai warga yang baik. Faktanya tetangga yang berjarak beberapa rumah darinya sangat sering berjalan atau sekedar jogging di sekitar rumahnya. Sangat terlihat jika perempuan yang lebih sering mengenakan penutup kepala seperti kupluk itu
Tatu sudah dewasa, paham dengan sentuhan pria dan cara menikmatinya. Pernah sangat terpedaya hingga dia lupa daratan dan berakhir menanggung penderitaan.Kini, ketika telapak tangan dengan sedikit rasa kasar membelai permukaan kulit paha telanjangnya, ia merasa kembali seperti masa-masa itu. Di mana dia tak bisa lagi mengendalikan diri, hanyut dalam kenikmatan yang nyatanya membinasakan "Lo kalau sange nggak usah ke sini," tepisnya pada tangan Arga yang mendarat di atas paha. "Bikin aja minum sendiri, gue mau sholat, mau banyak-banyak tobat!" Sarkasnya mendorong tubuh tegap di belakangnya."Ta," sesal Arga. "B-buk-" debaman di pintu kamar yang hanya berada di belakang mereka membuat pria itu berjenggit menyesal dengan setan yang membisiki telinga beberapa menit lalu.Arga berbalik menghadap kitchen set dan menuangkan air panas yang sudah dimasakkan oleh Tatu ke mug dan membuat sendiri minumannya yang berupa kopi instan.Dia akan menunggu perempuan hamil itu untuk keluar dan meminta m
“Sorry ya, Ta. Gue pikir lo nggak bakalan nerima kehadiran gue, jadi walau punya beberapa bengkel. Gue emang belum beli rumah.” Arga menjelaskan dengan raut menyesal. “Tapi setelah ini, gue bakalan beli aja itu rumah. Tapi apa lo mau lihat dulu besok?”“Jangan maksain kalau gitu, Ga. Gue nggak mau lo repot,” kata Tatu. Dia tentu tak ingin membuat Arga harus memprioritasnya. Dia memang ingin menikahi pria baik ini, tapi dia tak mau menyusahkan.“Kok gitu, sih. Justru gue emang sengaja ngasih pilihan, biar lo nyaman. Gue nggak mau ntar lo ngerasa nggak nyaman karena beda sama apa yang lo mau.” Arga meraih tangan Tatu, mencoba myakinkan.“Oke, gue ikut lo besok. Gue nggak pengen lo juga nggak suka dengan rumah ini,” ucap Tatu, rautnya berubah sendu. &ldq
Arga bukan penyelamat, bukan juga ia jadikan tumpuan atas kemalangan yang menimpa. Hatinya masih tetap sama, enggan percaya. Karena tak akan pernah ada jaminan pada perasaan setiap manusia.Tatu tahu apa yang dilakukannya kejam, terlepas dari perasaan Arga sesungguhnya. Ia tak peduli. Yang dia lakukan kini hanya demi bayi yang masih bersemayam dengan nyaman di rahimnya. Walau dia tega membebat ketika bekerja, itu dilakukan juga bukan tanpa alasan. Ia tak punya siapa-siapa, hanya dirinya yang kelak akan melindungi buah hati dari kejamnya dunia.Tawaran Arga untuk menikahinya pun terpaksa ia terima, walau sadar nanti pasti akan jadi gunjingan. Setidaknya dia hanya ingin putranya mempunyai dokumen sah ketika kelahiran, itu yang ada dibenar juga rencananya. Melihat sosok berkulit sawo matang yang kini sedang mempersiapkan sebuah hunian di kota Tangerang, berbincang dengan developer yang menjelaskan bagian-bagian rumah berfurniture lengkap siap ditinggali itu, ia semakin gamang.Arga dan
“Ta!” Lara menahan tangan Tatu yang akan menemui anak-anaknya. “Jangan seperti itu, ucapan adalah doa. Aku nggak mau ya, kamu ngomongnya ngaco gitu.” Ia berdiri, menatap sahabatnya dengan pandangan sedih. Perasaanya berkecamuk, di sisi lain Tatu adalah sahabat terbaiknya. Satu-satunya orang terdekat yang selalu ada dan tak pernah meninggalkannya. DI sisi lain Josh adalah sahabat suaminya, yang saat ini sedang berusaha membebaskan belahan hati. Dia hanya ingin juga berusaha meyakinkan Josh, merubah keputusan pria bule yang sudah menghamili orang terkasihnya. Mengembalikan gurat nestapa menjadi rona bahagia. Setidaknya di antara mereka berdua salah satu harus bisa menyemarakkan hati dengan sukacita bukan air mata. “Udah, Sayang.” Helaan napas gusar tak akan mampu ditutupi, tapi Tatiu masih bisa tersenyum lebar demi mengenyahkan perasaan yang cabar. “Biarkan bagiku dia seperti itu dan sebaliknya. Ayo aku bantu siap-siap duo kesayangan, kamu lekasi kemas yang lain jangan sampai ketingg
“Josh aku hamil,” lirih Tatu pada pria iris abu gelap yang duduk nyaman di hadapannya. “APA!!” teriakan nyaring Josh sudah menandakan bahwa pria itu sangat terkejut. Sontak berdiri berjalan mondar-mandir dan berkacak pinggang. “Iya aku HAMIL!!” sungut Tatu tegas, ikut berdiri. Menatap nanar pria yang juga sedang berkacak pinggang memicing padanya. “Bukankah kamu selalu meminum pil-mu?” cecar Josh dengan kepala ia miringkan dan pandangan menyelidik. “Kamu pikir aku sengaja menjebakmu? mati saja kau!” umpat Tatu tidak terima. Ia tidak tahu kehamilannya adalah anugerah atau musibah. Dokter pernah memvonisnya akan susah memiliki keturunan karena riwayat penyakit yang ia derita. Bahkan ia masih harus terus mengkonsumsi pil dan juga obat-abatan supaya ia tidak merasakan kesakitan saat periodenya datang. “Lalu bagaimana kamu bisa hamil?” Josh mengacak rambut tembaganya kasar. “Kamu lupa, berapa puluh kali kita beecinta? hah!?” sanggah Tatu dengan mata berapi-api. Dadanya naik turun, emo
Menghempaskan tubuh pada kasur queensize di kamar kost. Air mata Tatu kembali merebak, hampir tiga tahun hubungan mereka. Tatu kira cinta Josh begitu besar untuknya. Namun hari ini ia tersadar, Josh hanya menginginkan tubuhnya, menjadikan ia budak nafsu pria itu selama ini. Membenamkan wajahnya pada bantal, ia berteriak lantang dan menangis tergugu. Pada awalnya Tatu tidak menyukai pria bule yang kelihatan sangat playboy itu walau desiran sering ia rasakan saat bersentuhan dengannya. Namun ternyata pesona Josh mampu meluluh lantakkan hatinya. Terkenang pertemuan pertama dengan Josh, hampir tiga tahun lalu di rumah sahabatnya Lara. 3 tahun lalu di kediaman keluarga Lara, Saat ini Lara sedang mengadakan syukuran ulang tahun Gary. Tatu datang membawa beberapa kotak kembang api untuk Gendhis dan untuk memeriahkan juga menebus kesalahan bule teman Gary beberapa waktu lalu ketika acara Aqiqahan dan sukuran untuk kese mbuhan Lara. Tatu baru saja turun dari taksi online yang mengantarn
Bangun dengan kepala seperti menyunggi karung berton-ton, dan perut di putar mesin molen dengan kecepatan penuh. Tatu mencoba mengangkat tubuhnya, mengirim perintah pada saraf motoriknya untuk bisa menggerakkan badan. Dia butuh ke kamar mandi, dia harus memuntahkan sesuatu. Dan ternyata, Tuhan masih berbaik hati. Ia bisa menegakkan badan dan berdiri, berjalan walau sempoyongan dan memuntahkan semua isi perutnya. Rasa pahit menjalar dari ujung lidah hingga tenggorokan. Duduk di atas closet dengan lemas setelah menyiram hingga bersih, tenaganya seperti tercabut dan tak bersisa. Dengan sebelah tangannya di bantu tangan lainnya, mencoba melepaskan kaos yang menempel di tubuhnya. Bersuka ria dengan keberhasilan dua anggota tubuh melepaskan benda yang menjadi korban muntahannya. Melemparkan pada ujung ruangan sempit berukuran 1,5 x 1,5 meter persegi. Kembali mengayunkan tangan kurusnya demi menjangkau gagang shower, memutar kran pada posisi penuh. Ia butuh menghilangkan kenangan-kenangan