Share

# 7

“Ta, kamu ga apa-apa?” tanya Ayu mendekap Tatu yang gemetaran

Sementara, kakak tirinya melarikan diri setelah sebagian penghuni kost berhamburan dan berteriak meminta tolong. 

“Minum dulu, Ta,” Dinda salah satu penghuni kost lain mengulurkan mug teh hangat untuk Tatu minum. Air mata masih menganak sungai dari kelopak mata bulat milik Tatu. Hanya beberapa tegukan, penghuni kost lain dan beberapa warga terdekat masih berkerumun di depan kost. Ya, mereka memang mengenal Tatu. Karena semenjak mulai bekerja di pabrik Fiskar lima tahun lalu. Tatu tidak pernah berpindah kost, dan ia tidak ragu untuk bersosialisasi terhadap warga sekitar. 

“Neng Tatu, atuh kenaon … “ Bu Iroh, penjual pecel depan kost berhambur masuk, logat khas sundanya menggema di kesunyian kamar Tatu. Dinda, Mbak Ayu dan beberapa penghuni kost hanya menemani dan menenangkan Tatu yang masih gemetaran, dan menangis tanpa suara.

“Ada yang mau jahatin Tatu, Bu,” jawab Dinda dengan suara pelan. Mereka masih syok, karena penghuni kost yang memang khusus putri, dan tidak ada satpam yang mengawasi. Tentu kejadian Tatu malam ini membuat mereka khawatir.

“Aku ga apa-apa, Bu,” sela Tatu dengan suara parau. 

“Udah makan belum, Neng? Ibu bikinkan pecel ya?” tawar Bu Iroh. Biasanya pulang kerja Tatu akan memesan soto atau pecel telor. Tapi beberapa hari Tatu tidak ke warungnya.

“Makasih, Bu. Tatu udah makan tadi, pengen tidur aja,” ujar Tatu, suaranya parau dan sengau.

Mbak Ayu mengelus punggung Tatu menawarkan diri, “Aku temenin ya, Ta? Tidur sini?” 

“Iya, Ta. Biar Mbak Ayu temenin,” sambar Dinda. Tatu mengangguk menyetujui. Ya, dia butuh teman kali ini. Sebelum kehamilannya, Tatu akan di jemput Josh, dan beberapa hari dari seminggu pasti ia akan menginap di apartemen pria itu. Kecuali Josh ada pekerjaan di luar negeri.

“Makasih semuanya, maaf sudah merepotkan,” ucap Tatu, pada orang-orang yang sudah perhatian dan menenangkannya.

“Ga usah sungkan, Neng. Kalau ada apa-apa ke Ibu juga boleh,” timpal Bu iroh” Tatu hanya mengangguk.

Selepas kepergian mereka, suasana menjadi sunyi. Tatu berpamitan membersihkan diri pada Mbak Ayu. Air mata masih menggenangi pelupuk matanya, mengambil air wudhu Tatu ingin memohon ampunan. Tapi rasa tak pantas menggelayuti hati. Kesialan seperti datang bertubi-tubi, sepertinya Tuhan memang sedang murka padanya.

“Ta, lama amat sih, kamu ga pingsan ‘kan?” Mbak Ayu menggedor pintu kamar mandi.

“Ga, Mbak. Bentar lagi,” seru Tatu. Tak lama ia keluar, membawa handuk dan menyampirkan pada tempat handuk yang ada di luar kamar mandi. Ia segera menjalankan ibadah, setelah itu berbaring di ranjangnya.

“Sini, Mbak!” Tatu menggeser badannya, mempersilakan Mbak Ayu tidur di sampingnya. Tempat tidur Tatu hanya spring bed queen size. Yang ia beli beberapa tahun lalu, dengan gaji pertamanya. Karpet Turki KW menjadi alasnya. Mbak Ayu yang duduk bersandar pada nakas kecil di samping tempat tidur Tatu menatap lamat-lamat

“Ta, sorry ni. Lelaki itu siapa? Cowok yang naksir kamu apa gimana?” tanya Mbak Ayu memberanikan diri, demi memupus rasa penasaran dan jiwa keponya.

“Itu kakak tiri aku, Mbak. Sedang dalam perjalanan menyebrang mungkin. Dia kernet truk,” info Tatu singkat.

“Kakak tiri? Kok bisa mau perkosa kamu sih?” timpal Mbak Ayu dengan nada jengkel, memutar badannya demi memberi atensi pada Tatu seluruhnya.

“Dari kecil memang suka iseng, Mbak. Apalagi kalau kemauannya tidak dituruti, aku sering di pukul, dulu. Tapi tidak tahu, kenapa tadi Mas Ganjar seperti itu,” ucap Tatu dengan pandangan menerawang. Hatinya hancur, kakak tirinya sudah keterlaluan. Mengusap lehernya, tiba-tiba Tatu panik. Berdiri dan menuju ke kaca panjang di sudut. 

“Ada apa, Ta?” Mbak Ayu juga ikut berdiri, heran dengan Tatu yang tiba-tiba panik.

“Kalung aku, Mbak. Ga ada di leherku, jatuh di situ ga ya mbak?” Tatu berjalan ke arah Ganjar menghambur isi tasnya. Masih  meraba-lehernya.

“Jangan-jangan masmu tadi ga niat perkosa kamu, tapi mau narik kalung kamu, Ta. Coba aku lihat,” Mbak Ayu berspekulasi, melihat leher Tatu yang memerah bekas gesekan.

“Gimana mbak?” tanya Tatu panik.

“Merah baret, Ta. Keknya emang iya. Dompet kamu ada ga?” tanya mbak Ayu lagi. Tatu memeriksa setiap sudut kasurnya. Dompet yang tadi sempat ia dan kakaknya perebutkan terlempar di ujung kasur. Tatu bernapas lega.

“Ada, Mbak. Makasih mbak udah di ingetin,” ucap Tatu tulus. Tubuhnya terkulai lemas, di situ ada ATM yang diberikan Josh, isinya Tatu tak pernah tahu. Karena ia hanya menggunakan dalam posisi kepepet.

“Ya udah, istirahat aja. Beresinnya besok aja ya?” tawar Mbak Ayu, Tatu menyanggupi. Mbak Ayu mengunci pintu kamar, dan segera merebahkan diri di samping Tatu.

“Makasih, Mbak. Udah mau nemenin aku,” ucap Tatu tulus. Walau suka membuat kesal, Tatu beruntung Mbak Ayu masih mau menemaninya. Seandainya Lara di sini pasti kakaknya sudah di hajar. Walau kalem dan terlihat pendiam, Lara pandai bela diri. Ia pernah ikut Tapak Suci di sekolahnya dulu. Saat seperti ini, Tatu tidak hanya merindukan Lara, ia juga merindukan Josh. Pria brengsek itu, tidak menghubunginya lagi.

***

Bukan masalah berapa berat derita yang ia tanggung, Tatu tak akan pernah menyerah melawannya. Berusaha keras mengais bahagia di sela-selanya. Walau tercabik dan tertatih, Tatu tetap menguatkan hati.

“Ta, sarapan bubur mau?” Mbak Ayu menawari Tatu esok harinya. Mereka sudah segar, dan siap berangkat ke tempat kerja masing-masing. 

“Boleh, Mbak. Tatu ambil mangkoknya dulu,” Tatu bergegas ke dapur mininya, mengambil mangkok dan sendok. Menunggu tukang bubur yang sedang meracik pesanannya. Seorang pria dengan baju batik menghampiri Tatu dan Mbak Ayu.

“Assalamu’alaikum, benarkan ini kost Mbak Tatuania?” tanya pria itu ramah.

“Iya Pak, Ada apa?” jawab Tatu heran. Berdiri dan mempersilakan tamunya duduk.

Mbak Ayu yang terlihat kepo menyingkir, tidak ingin dilibatkan. Sepertinya lelaki yang datang sepagi ini adalah orang yang berkedudukan penting.

“Oh, tidak Mbak. Saya ketua RT di lingkungan ini. Saya mendengar tadi malam ada keributan dan Mbak Tatu hampir di perkosa?” tanya Pak RT. Tatu meringis, ‘Sialan Mas Ganjar’ umpat Tatu dalam hati.

“Sebenarnya dia kakak tiri saya, Pak. Datang kesini hendak meminta bantuan, tapi saya sedang tidak bisa membantu. Jadi dia berniat mencelakai saya, saya mohon maaf sudah menimbulkan keributan.” Ucap Tatu dengan sopan. Ia ingin semua selesai saat ini. 

“oh, masih saudara? Tapi begini ya, Mbak. Demi menjaga lingkungan tetap kondusif sepertinya, Mbak harus melapor atau meminta Ibu Hamsyah mengikuti program lingkungan kami. Ya, memang harus membayar retribusi keamanan. Tapi penghuni kost ini kan kebanyakan buruh wanita yang belum berkeluarga. Supaya petugas kami bisa berjaga-jaga,” jelas Pak RT. Tatu mendesah tak kentara.

“Kalau itu saya tidak bisa memutuskan Pak, mungkin bapak bisa berkomunikasi dengan Ibu Hj. Kami hanya penyewa di sini. Dan selama ini kami tidak pernah mempunyai masalah keamanan,” kilah Tatu masih dengan kesopanan.

“Memang benar, Tapi Mbak Tatu hampir di perkosa loh!”

“Apa! Perkosa?!” Tatu mendongak ke sumber suara.

“Josh??” lirih Tatu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Humaira Zidny
ngapain dteng lg Josh hihhhh gregetan q sma kmu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status