Share

Jera

Damar menata hati. Sekuat tenaga mengontrol emosi yang tak terkendali. Sementara Keyra sibuk menyeka wajahnya, membersihkan air yang disemburkan Damar ke muka cantiknya.

“Mas Damar apa-apaan, sih? Basah, kan, jadinya,” sungut Keyra dengan nada manja, yang jika didengar oleh lelaki normla pada umumnya akan menimbulkan gejolak liar pembangkit harap biologisnya. Namun, ini Damar. Pria dengan masa lalu menyakitkan dan membenci perasaan itu datang.

“Ma-maaf, Key. Abisnya kamu ngomong ngawur gitu.” Damar tak kalah kesal sebenarnya, hanya saja dia bisa mengontrol intonasi bicaranya.

Keyra menghela napas. “Mas, aku nggak mungkin, kan, nyusahin kamu terus-terusan? Aku juga pengin bales kebaikan kamu.” Entah sejak kapan pembicaraan mereka senyaman itu.

Damar meremas rambutnya cemas. “Tapi nggak harus gini juga, Key. Kamu nggak mikirin Naina?”

“Naina kan masih kecil, Mas. Bisa ditinggal kok, kan masih di sini juga, Mas.”

Damar masih menggeleng. “Nggak, Key. Aku nggak bisa. Aku nggak bermaksud menyudutkan pekerjaan kamu, tapi aku beneran nggak bisa nerima pelayanan itu.”

“Mas Damar nggak yakin sama kemampuan aku? Apa aku harus ngasih bukti?” Keyra menatap serius wajah Damar.

Damar mendorong kursinya ke belakang. Sengaja menjaga jarak dengan Keyra. Bahkan kedua tangannya bergerak cepat menutup dada seolah hendak terenggut mahkotanya. “Jangan Key, aku nggak siap.”

“Mas, aku bisa ngurus rumah dan masak, kok. Yah, walaupun sebelumnya aku cuma penjual diri, tapi aku masih bisa ngerjain pekerjaan rumah. Jadi aku nggak tinggal di sini gratisan.” Keyra manggut-manggut penuh keyakinan.

Sementara Damar mengembuskan napas lega. Prasangkanya tak terbukti nyata. Jelas sekali dia sudah berpikir buruk tentang kalimat awal Keyra. Pria itu kemudian terkekeh menyadari kebodohannya dalam menilai. Damar terkekeh lagi. Lalu, bergegas pergi ke kamarnya.

***

      Keyra memberi pembuktian nyata. Pagi itu setelah memberikan susu pada Naina, Keyra segera melakukan pekerjaan sederhana, membersihkan rumah, memasak dengan bahan yang semalalm Damar belikan, bahkan sebelum Damar bangun Keyra sudah selesai menyiram tanaman.

Damar terbangun seperti biasa. berolah raga seperti biasa. meski sempat takjub dengan kesibukan Keyra, Damar akhirnya memilih diam. Hingga saat pria itu selesai membersihkan diri dan bersiap berangkat kerja. Keyra mencegatnya tepat di ujung anak tangga, sengaja menghadang langkahnya hanya untuk sebuah pengumuman sederhana.

“Aku udah buatin sarapan sama bekal buat Mas Damar.” Cerah wajah Keyra saat mengatakannya. Berhias senyum tulus penuh semangat dan harap.

Damar tersenyum membalas sapaan riang perempuan di hadapannya. “Iya, terima kasih, Key. Naina gimana? Rewel nggak ditinggal kerjain semuanya? Sebenarnya sebelum ini ada mbak yang bantuin kerjaan rumah, Cuma beberapa waktu yang lalu dia balik kampung, mau nikah dan nggak balik lagi.”

Keyra dan Damar berjalan bersisihan. Mereka melanjutkan obrolan ringan seputar rumah besar itu hingga langkah keduanya terhenti di ruang makan. Seketika Damar terdiam saat melihat hidangan tersaji di atas meja. Sederhana memang, hanya masakan rumahan dari bahan yang dia beli semalam, akan tetapi berhasil mengundang selera makan.

Damar duduk tanpa menunggu, disusul Keyra yang antusias mengambilkan nasi dan lauk-pauk untuk pria di sebelahnya.

Damar menyantap tanpa ragu, berdecak kagum begitu suapan pertama menjamah lidahnya. “Sumpah ini enak banget. Kamu pakai bumbu apa, Key?”

Keyra tersenyum bangga. “Bumbu rahasia, Mas. Dikit aja jadi enak, nah itu aku kasih agak banyak, jadi enak banget.”

Damar mengernyitkan dahi. “Apaan? Kamu nggak naroh macem-macem, kan, di sini?”

Keyra terkekeh, lalu menggeleng. “Enggaklah, enak aja.”

“Apa dong kalau gitu?” Damar semakin penasaran.

Keyra semakin lantang terpingkal. “Bumbunya?”

Gadis itu menjeda, menyeka air mata yang keluar karena terlalu banyak tertawa. “Micin.”

Damar kehabisan kata menghadapi tingkah ajaib Keyra. Dipukulnya kepala gadis itu dengan sendok di tangan. Membuat Keyra mengaduh kesakitan sembari mengusap kepalanya. Damar melihatnya kemudian merasa bersalah, diletakkannya sendok ke piring, lalu beralih mengusap kepala Keyra.

“Maaf, deh. Kamu sih becanda pagi-pagi gini.” Damar berujar lembut. Membuat Keyra terbuai pesona yang entah datangnya dari mana.

Keyra seperti hilang kendali atas diri. Saat tangan Damar sibuk mengusap lembut kepalanya, gadis itu justru mendekatkan wajahnya kepada Damar, berharap sebuah ciuman mendarat sempurna sebagai imbalan.

Namun, Damar justru langsung menghentikan gerakan tangannya, beralih mendorong tubuh Keyra dengan kasar. Hampir saja tubuh perempuan itu terjungkal andai saja Damar tak sigap menahan kursi.

“Maaf, Key.”

Keyra kecewa, malu, sakit dan terluka di saat yang sama. Dia merasa begitu bodoh karena berniat mencium Damar tanpa izin. Bahkan sebelum kata maaf terucap dari mulut Keyra, Damar sudah pergi meninggalkannya, meninggalkan kotak bekal yang dia siapkan pagi-pagi buta.

Keyra berlari menyusul Damar, membawa kotak bekal yang sudah susah payah dia siapkan.”Mas Damar!”

Damar berhenti, menoleh ke arah Keyra dengan raut muka tak tertebak maknanya.

“Mas, maafin aku.” Keyra sudah berdiri di hadapan Damar. Menatap pria itu dengan penuh kesungguhan.

Damar mengangguk. “Nggak apa-apa, Key. Aku berangkat dulu.”

Keyra menahan lengan Damar saat pria itu hendak berbalik dan pergi. Membuat pria itu kembali terpaku. Tanpa suara. Tanpa kata. Hanya helaan napas berat yang terdengar.

“Mas, aku benar-benar minta maaf.” Keyra berkata lirih, terdengar gemetar.

Damar menghela napas lagi. Tanpa menoleh dia menjawab, “Iya aku juga benar-benar udah maadin kamu. Tapi jangan pernah melakukannya lagi.”

Keyra terluka. Dia sadar betul siapa dirinya, dia sadar betul betapa kotor raga yang dia punya. Hanya saja, entah kenapa ada luka yang terasa nyata saat Damar mengucapkannya. Harusnya dia sadar diri, pria ini sudah berbaik hati menampungnya, memberinya tempat tinggal dengan fasilitas lengkap.

“Apa karena aku cewek nggak bener, Mas?”

Damar menhempaskan tangan. Membuat cekalan Keyra terlepas. “Jangan berlebihan, Key. Aku hanya nggak suka.”

Damar berlalu. Meninggalkan Keyra yang masih berdiri menatap punggungnya dengan perasaan tak menentu. Meninggalkan Keyra yang masih terpaku memegangi kotak bekal yang sudah basah karena tertimpa air matanya.

***

Damar mengemudikan mobilnya dengan fokus terpecah. Benaknya sibuk merangkai kisah, sibuk membuka kenangan lama tentang luka yang hingga detik ini masih terasa. Bukan, bukan karena Keyra perempuan hina yang menjual tubuhnya. Hanya saja, ada luka lama yyang membuatnya … jera.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ast Briast
Seruuuuuuuuuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status