"Kau mengarang cerita!" Seseorang berkata setengah berteriak.Lalu beberapa orang membuat gerakan sama. Mencabut golok di pinggang masing-masing. Termasuk si pemilik kedai."Hemm, kalau begitu kalian semua ternyata kawanan rampok!" ujar si pemuda. "Rupanya sudah cukup lama kalian berkomplot di daerah ini tanpa pernah mendapat hajaran! Hari ini biar tuan besarmu memberikan, sedikit pelajaran! Majulah ramai-ramai!""Pemuda Sombong!""Minta mampus!"Enam orang merangsak maju dengan senjata di tangan. Si pemuda sama sekali tidak takut. Sikapnya berdiri acuh tak acuh.Ketika dua dari enam pengeroyok menyerbu maju, pemuda berambut menyeringai miring. Tubuhnya berkelebat ke atas. Tangan dan kakinya menghantam kian ke mari.Maka terdengarlah jerit pekik di tempat itu. Tiga orang langsung terhampar di tanah, merintih kesakitan sambil pelangi dada, kepala atau perut.Dua lainnya tersandar di dinding kedai. Yang satu yang paling parah menyangsang di antara semak belukar di seberang jalan.Meli
"Bukan hanya padamu Selo! Tapi juga terhadap kawanmu! Dengar baik- baik. Di dalam rumah dua orang anak buahku siap menggorok leher istri dan tiga anakmu!""Ya Tuhan!" pekik Selo Ceking, "Jangan kau celakai anak istriku!""Jika kau ingin mereka selamat ikuti kata dan perintahku!" kata Konda Wuri."Apa yang kau inginkan Konda?" Suara Selo Ceking bergetar sementara Danurwenda tegak tak bergerak memperhatikan keadaan di sekitarnya."Pertama kawanmu itu harus menyerahkan seluruh uang yang dimilikinya."Ini ambillah!" ujar Selo Ceking seraya melemparkan kantong uang yang tadi diterimanya dari Danurwenda.Konda Wuri cepat menangkap kantong uang itu. "Kedua, semua kuda yang ada di tempat ini mulai detik ini menjadi milikku!""Mati aku! Konda! Kau tahu mata pencaharianku adalah berjual beli kuda. Keuntungannya tidak seberapa. Kalau kau merampas semua kudaku bagaimana aku menghidupi anak istriku?" teriak Selo Ceking dengan suara setengah meratap."Kalau begitu kau tak ingi
Selain menahan sakit Tunggul Gono juga menutupi rasa herannya. Pukulan kerasnya tadi jangankan membuat lawan terjungkal, cidera pun tidak.Maka diapun memberi isyarat pada Kalingundil untuk melipat gandakan arus serangan dan menambah cepat gerakan memainkan jurus-jurus perampok mabok yang kini tinggal tiga jurus.Selo Ceking yang melihat si pemuda terdesak malah kena pukul menjadi semakin ketakutan. Dia lari kearah rumah untuk menemui anak istrinya.Akan tetapi dua orang anak buah Konda Wuri cepat menghadangnya dan menekankan ujung golok ke perut pedagang kuda itu."Lepaskan anak istriku! Jangan kalian sakiti mereka!" teriak Selo Ceking Tubuhnya terkulai lemas dan jatuh duduk di tanah.Sementara itu Tunggul Gono dan Kalingundil sudah mulai menyerbu Danurwenda sambil terus berteriak-teriak.Empat Jurus Perampok Mabok sebenarnya merupakan ilmu silat yang bukan sembarangan. Terbukti dengan mengandalkan ilmu silat itu Tunggul Gono dan Kalingundil telah membuat diri mereka ditakuti di mana-
Danurwenda melangkah mendekati mayat Konda Wuri. Dari balik pakaian orang ini dia keluarkan kantong berisi uang miliknya yang dirampas dan melemparkan benda itu ke dekat Selo Ceking.Lalu Danurwenda melangkah menghampiri Tunggul Gono yang saat itu merangkang di tanah tengah berusaha melarikan diri dalam keadaan kaki patah."Janggut kambing! Kau mau lari ke mana?" Danurwenda membentak dan lelaki berpakaian merah ini rasakan telapak kaki si pemuda menempel di keningnya. Tubuhnya menggigil saking ketakutan."Ampuni selembar jiwaku!" pintanya meratap.Danurwenda menyeringai. "Lekas kau terangkan mengapa kau bersama konco-koncomu yang sudah mampus itu ingin menangkap aku? Tadi kalian menyebut-nyebut nama Kuwu Loh Maja. Ada sangkut paut apa kalian dengan Munding Wulung?""Aku .... kami ...." Kuto Simpul tampak seperti hendak berkelit.Danurwenda injak kakinya yang patah hingga lelaki berjanggut kambing ini mel
Tubuh di atas pasir tidak bergerak, Danurwenda ambil kantong airnya lalu sedikit demi sedikit tuangkan air ke atas bibir yang kering.Sesaat kemudian bibir itu tampak bergerak. Danurwenda tuangkan lebih banyak air. Dengan tangan kirinya dia menyeka pasir yang menutupi wajah si pemuda.Ternyata pemuda itu berwajah tampan. Sesaat kemudian mata yang terpejam membuka perlahan-lahan."Apakah kau malaikat maut yang datang menjemputku?" Keluar suara parau dan sangat perlahan dari mulut pemuda itu.Kalau di tempat lain Danurwenda mungkin akan tertawa bergelak mendengar kata-kata itu. Dia tuangkan lebih banyak air lalu mendudukkan si pemuda di tanah dan menahan punggungnya dengan lutut agar tidak rebah."Aku bukan malaikat maut. Justeru aku ingin bertanya mengapa kau enak-enakan tidur di gurun pasir ini?"Mata si pemuda membuka lebar. Mulutnya menyeringai."Sialan!" ujarnya, "Siapa yang enak-enakan tidur. Terlambat kau muncul di
Sambil mengunyah nasi dalam mulutnya Danurwenda geleng-gelengkan kepala melihat perkelahian itu. Diam-diam dia kagum melihat gerakan menyerang Surya Darma tadi.Namun, tiga lawannya ternyata memiliki kepandaian tidak rendah, membuat bisa-bisa pemuda itu menemukan nasib jelek.Surya Darma menghantam dengan jotosan mengandung aji "Karang Sewu" atau pukulan batu karang yang sanggup menghancurkan benda keras bagaimanapun.Lawan yang diserang tampaknya sudah mencium keganasan pukulan itu. Sambil melompat ke belakang dia bersuit keras.Suitan ini seolah-olah isyarat bagi kedua kawannya karena saat itu juga dua orang lainnya datang menyerbu dari kiri kanan.Masih mengandalkan pukulan batu karang di kedua tangannya, Surya Darma menjotos ke kiri dan ke kanan, sambut serangan dua lawan.Seperti kawannya tadi, dua orang ini melompat ke belakang seraya keluarkan suara suitan nyaring.Bersamaan dengan itu orang yang berada di sebelah
Lelaki yang patah tangan berusaha meyakinkan. "Temanku itu tidak berdusta. Seseorang datang pada kami membawa uang dan memberi pekerjaan."Kami harus menghadang dan membunuh seorang pemuda berambut gondrong, berikat kepala batik yang akan melintas pedataran pasir menuju Loh Maja."Kami berlima menemukan kau. Ternyata bukan kau orang yang dimaksudkan. Tapi karena melihat kau membawa kuda bagus serta membawa senjata sakti maka kami membokongmu lalu meninggalkan di pedataran pasir."Surya Darma melirik ke Danurwenda yang berdiri sambil garuk-garuk kepala."Berarti sebenarnya akulah yang kalian tuju!" kata murid Eyang Resi Sokandriya itu."Benar. Mungkin sekali, ciri-ciri kalian hampir sama," jawab si patah lengan."Kenapa kalian diperintahkan membunuhku?" tanya Danurwenda."Itu kami tak tahu, utusan itu tidak menjelaskan apa-apa,""Juga tidak menjelaskan siapa yang menyuruhnya?"Yang ditanya tak menjawab.
Salah seorang dari mereka yakni yang menunggang kuda putih hasil rampasan milik Surya Darma menjawab, "Dengan siapa pun pemuda itu bergabung tak perlu ditakutkan. Kekuatan kita berempat di sini cukup dapat diandalkan, apalagi ketambahan Banyak Soka dan Kebo Bledeg. Jika pemuda itu punya kepandaian tinggi, mana mungkin kami berhasil merampas kuda dan senjata-senjata miliknya?""Tapi menurut kawanmu yang berhasil melarikan diri, dua orang itu telah membikin cacat seumur hidup dua kawan kalian. Itu sebabnya aku mengusir kawanmu yang satu itu, karena kuanggap tidak mampu menjalankan tugas!""Kepandaian mereka bertiga memang jauh di bawah kami, Ki Kuwu. Tidak heran kalau mereka kena dipreteli. Lihat saja nanti, jika dua orang itu muncul di sini, kami akan memberi pelajaran paling bagus padanya. Ki Kuwu tinggal minta bagian tubuhnya yang mana, kepala, atau hati atau jantung!"Kuwu Munding Wulung berdiam diri saja mendengar kata-kata orang bernama Tambak Ijo it