Share

Losing Hope

Author: SURIYANA
last update Last Updated: 2021-06-05 05:02:07

Dalam film The White Tiger digambarkan bahwa masyarakat miskin tidak dengan sendirinya menjadi miskin, tetapi sengaja dimiskinkan. Situasi tersebut melekat terus dalam diri warganya karena telah dikukuhkan selama mungkin, lengkap dengan penanaman sikap inferior dan pasrah berserah diri kepada Tuhan. Pada akhirnya, masyarakat kelas bawah akan merasa wajar diperlakukan rendah bak sampah oleh kalangan atas. Kemudian, mereka akan kehilangan niat untuk maju dan mematuhi tuan-tuan kaya itu laksana budak.

Penggambaran itu sepertinya cocok dengan apa yang dialami oleh Dina. Gadis itu mengaku kalau dia bukanlah berasal dari latar-belakang keluarga kaya. Dia dan ayahnya bersusah-payah agar dia dapat menyelesaikan kuliah. Di saat dia bersemangat karena berpikir akan terlepas dari jeratan kemiskinan dengan modal pendidikan yang dia terima, tahu-tahu dia terjerembab pada situasi yang menjadikannya sebagai warga kelas bawah.

Dina menggosok toilet dengan sekuat tenaga. Setelah noda-noda hitam menghilang, dia mengguyurnya dengan air. Pinggiran toilet sudah terlihat bersih. Namun, ada keanehan yang terjadi. Larutan air sabun yang menggumpal di bagian lubang toilet tidak segera menghilang tergantikan yang jernih. Dia flush sekali lagi. Jangan bilang kalau toilet itu….

“Mampet.”

Dina menoleh walaupun dia tidak perlu mengetahui siapa yang mengeluarkan kata tersebut. Pasti Wendy. Sejak diperintahkan untuk pindah menempati salah satu kamar di sayap kiri rumah Keluarga Armadjati ini, tidak sekalipun dia bebas dari suruhan dan omelan istri Bastian itu.

“Ini!” Menantu Keluarga Armadjati itu mengulurkan pompa sedot tinja.

Dina kembali mengarahkan wajahnya ke toilet sambil menggerutu pelan, menjaga agar jangan sampai kedengaran oleh majikannya itu.

“Yang mampet bukan toilet kami. Buat apa saya panggil tukang?”

Tidak ada yang menanyakan perihal tukang, walaupun itu akan sangat membantu pekerjaannya agar cepat beres. Dina yakin kalimat terakhir gadis itu bukan sebuah pertanyaan, melainkan sindiran untuk mengejeknya atau membuatnya putus asa. Dina menggemeretakkan giginya.

“Ini!” kata Wendy lagi dengan menyodorkan pompa sedot sampai mengenai punggungnya.

Tanpa melihat perempuan iblis berwajah malaikat itu, Dina menerima pompa sedot tersebut.

Wendy tertawa-tawa dengan nada khas yang serasa bengis di telinganya. Tawa menakutkan itu masih terdengar meskipun sumbernya telah menjauh dari posisi Dina berada.

Mata Dina berkaca-kaca. Dia tidak ingin menangisi nasibnya yang diperlakukan sebagai budak di rumah mewah Keluarga Amadjati itu. Kalau dia sampai membiarkan setitik air bergulir di pipinya, berarti dia sudah menyerah. Dia tidak ingin kalah. Dia tidak ingin gagal. Jalan hidupnya masih panjang dan tidak boleh dihabiskan sia-sia di tempat ini.

Dina berdiri dan melempar pompa sedot toilet ke sembarang arah.

***

Tinggal serumah dengan majikannya yang berhati iblis, jangan berharap Dina menempati kamar yang layak. Dia ditempatkan di gudang yang penuh dengan barang-barang yang memenuhi ruangan itu. Tumpukannya sampai ke langit-langit yang bahkan tidak menyisakan tempat nyaman untuk sekadar berbaring.

Dina mengusir sarang laba-laba yang menutupi buku-buku dan mengelapnya satu-persatu. Dia juga meminggirkan kayu-kayu bekas yang menjadi sumber sesaknya kamar. Dina memandang sekeliling dan mencari cara bagaimana supaya setidaknya dia dapat tidur dengan nyenyak malam ini. Dia bosan berhari-hari harus meringkuk dan melipat serta merapatkan kakinya yang jenjang.

Gadis itu memundurkan langkah dan berkacak pinggang. Sepertinya kemarin dia menemukan tali di salah satu rak di lemari besar yang menempel di tembok itu. Dina berjalan ke sana dan memeriksa rak-rak. Dia menemukannya. Dina merenggangkan tali dan memperkirakan seberapa panjang yang dia butuhkan. Dia lalu mengikat kayu-kayu yang berserakan itu.

“Aah,” Dina menjatuhkan kayu. Tampaknya bobot barang itu melebihi kesanggupannya. Dia mengangkatnya kembali. Ini kali dia memanggulnya di punggung.

Dengan badan sedikit membungkuk, dia melangkahkan kakinya dan berhenti sewaktu sampai di tangga. Dia lupa kalau gudang yang menjadi kamarnya itu terletak di lantai dua. Tapi ada hal yang lebih penting lagi. Dina mengedarkan pandangan terutama ke arah kamar utama di ujung dekat balkon. Jangan sampai dia ketahuan.

Dina menaikkan ikatan kayu yang posisinya sempat turun dan siap-siap menuruni tangga. Pelan-pelan, ingatnya dalam hati. Punggungnya melengkung akibat beban di atasnya sehingga jarak pandangan matanya pun terbatas. Namun demikian, posisinya yang menunduk masih dapat menyaksikan anak tangga tempat dia mendaratkan kaki.

Dia tiba di beberapa anak tangga yang terakhir sebelum dia benar-benar sampai di lantai bawah. Pada salah satu anak tangga itu, Dina menemukan percikan cairan berwarna keemasan, seperti warna minyak goreng. Napas Dina tertahan. Tapi sudah terlambat karena satu kakinya sudah melayang di udara. Sewaktu jari kakinya melekat pada lantai tersebut, serta-merta dia terjatuh. Sedetik kemudian, satu bagian kayu yang terlepas menghantam punggungnya. Tak bisa dicegah, Dina berteriak kesakitan.

Dari arah kanan, telinga Dina menangkap suara tawa, awalnya pelan namun lama-kelamaan semakin kencang. “So funny.”

Nada suara itu sudah familiar bagi Dina. Tidak perlu mendongakkan kepalanya untuk mengetahui bahwa pemiliknya adalah Wendy. Meskipun tidak melihatnya secara langsung, Dina yakin perempuan itu jugalah penyebab dia jatuh saat itu. Dia menggerakkan pinggang dan mengangkat punggungnya. Sisa kayu yang tadi dia panggul pun jatuh ke sisi kanan.

Bertumpu pada tangan, dia mencoba bangkit berdiri. Kaki kirinya sedikit goyah. Untung saja tadi sebelum terjatuh dia telah tiba di dua anak tangga terbawah, batinnya sambil memutar-mutar pergelangan kakinya. Setelah itu, dia menjejakkan kaki dengan lebih mantap. Dia mengernyit tapi ditahannya karena di belakangnya dia bisa mendengar tawa Wendy yang semakin kencang. Dina tidak mau menambah kegembiraan kepada menantu Keluarga Armadjati tersebut.

“Bersihkan!”

Tanpa bisa dia cegah, Dina nyeletuk, “Hah?” tanpa berbalik dan tetap memunggungi majikannya itu.

“Iya, clean them up. Bahaya kalau ada yang jatuh.”

Dina mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Giginya sudah saling beradu. Dia mengepalkan tangannya sampai telapaknya perih seakan-akan tertusuk jarum. Labirin otaknya bercabang-cabang memilih respons apa yang akan dia tujukan kepada wanita pencipta neraka baginya itu?

Jantungnya berdegup kencang dan napasnya mulai tidak beraturan. Dia bersiap-siap, baik mental maupun tenaga. Dina merenggangkan jari-jarinya untuk kemudian berbalik demi membalas perbuatan cewek keji itu.

“Hei… Mas Leo!”

Kaki Dina batal memutar. Akan tetapi, hatinya masih berdetak tidak karuan. Sekuat tenaga, dia berusaha menyembunyikan bunyi dengusan napasnya.

“Eh, ada Dina.”

Dina tidak mampu memperlambat irama denyut jantungnya meskipun aliran keluar masuk oksigennya sudah normal kembali.

“Dina, kamu baik-baik saja kan?”

Matanya memanas. Itu hanya berarti satu hal. Pipinya akan dibombardir oleh rentetan cairan kesedihan. Gawat, protesnya dalam hati. Dia tidak mau Leo menyaksikannya seperti itu. Dia tidak ingin pria itu menyaksikan kelemahannya. Dia tidak siap kehilangan harga diri yang tersisa karena laki-laki itu menyadari betapa menyedihkan hidupnya.

Jadi, tanpa pikir panjang Dia berlari menghindari Leonardo. Sejauh yang dia bisa!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Last Hurrah

    Dina tidak lagi takut berhadap-hadapan dengan wanita secantik malaikat itu. Dia sudah mendengar semuanya dari Leonardo. Bagaimana Wendy sebenarnya memiliki cita-cita lain sekadar dari menjadi seorang nyonya rumah. Dia bahkan mengagumi upaya Leo agar istri Bastian itu mendapatkan apa yang diinginkan. Awalnya, dia tidak setuju kalau niat baik itu dibalut dengan perjanjian antara Wendy dan Bastian untuk tetap dalam ikatan pernikahan. Namun, dia bisa bilang apa kalau dua-duanya telah setuju. Seperti Leo, dia hanya berharap di tengah-tengah perjanjian itu, cinta antara Wendy dan Bastian akan kembali bertumbuh.“Hai,” sapa Dina.Wendy mengedikkan bahu. Bahkan cara wanita itu bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliingnya tampak menakjubkan. Elegan dan membuat orang lain berniat untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Wendy.“Nona Wendy ikut makan, ya,” ajaknya santai sambil menata piring baru di meja yang kosong.Tidak

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   A Good Life

    Dari kejauhan, Dina sudah melihat bayangan Leonardo. Senyum di wajah laki-laki itu menerbitkan cahaya benderang di kepalanya. Leonardo setengah berlari menghampirinya. Pria itu langsung mengambil alih kursi roda dari pegawai bandara untuk mendorong ayahnya. Cerminan seorang pria yang bertanggung jawab.“Gimana Bali?” tanya laki-laki itu.“Sepi.” Itu karena tidak ada kehadiran Leonardo di sana. Tapi, tentu saja Dina tidak akan mengungkapkan bagian terakhir dari pikirannya itu terang-terangan. Dia masih malu mengakui perasaannya terhadap laki-laki itu. Ditambah, dia juga tidak ingin Leonardo menggodanya terus-terusan.Mereka telah berada di parkiran mobil. Dengan sigap laki-laki itu membantu mendudukkan Ayah di kursi tengah, sedangkan Dina mengatur tas bawaan mereka di bagasi. Ketika Dina menutup pintu bagasi, Leonardo sedang mengembalikan kursi roda kepada petugas bandara.Dina cukup heran karena tidak menemukan satu orang pengawal

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In Between

    Ditinggal oleh Dina, Leonardo belingsatan. Apa jawaban Dina? Apa dia kelewatan sudah menarik tangan perempuan itu? Apa dia tidak sopan karena terdengar begitu memaksa? Bagaimana kalau Dina menolaknya? Jantungnya berdegup kencang. Biasanya, Leonardo adalah orang yang dapat menerima apa saja: baik ataupun buruk. Tapi kali ini, dia punya asa. Dia ingin harapannya kali ini terkabul. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau usahanya gagal.Leonardo berjalan mondar-mandir dengan sepatu Dina di tangannya. Sekarang apa? Menunggu gadis itu dan menuntut jawaban darinya? Atau, dia bisa pergi dan keinginannya. Tidak, tidak. Leo tidak siap apabila dia gagal mendapatkan bahagia.“Mas Leo.”Leonardo membalikkan badannya. Dan di sana, pada salah satu anak tangga, ada Dina yang memandanginya. Rambut panjang gadis itu ditata kuncir kuda. Mata besarnya berbinar-binar dan senyumnya merekah sampai ke telinga. Seakan-akan waktu bergerak melambat, Leonardo menikmati

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Growing Love Together

    Begitu Leo turun ke lantai bawah, dia tepergok dengan Dina yang sedang mendudukkan ayahnya di kursi di foyer. Di sebelah Ayah, telah tersedia tas dan satu buah koper. Rupanya, gadis itu serius dengan rencana kepindahannya ke Bali. Leo sedikit kesal karena perempuan itu tidak berniat sedikitpun untuk pamit kepadanya.“Uhm, Pak Hidayat ada?” tanya gadis itu.Dengan dagunya, Leonardo memberikan kode kalau ayahnya ada di ruang kerja di lantai atas. Dia menyaksikan Dina yang berjongkok dan pamit kepada Ayah sebelum meneruskan langkah sesuai petunjuk Leo.Leo sudah memerhatikan bahwa sejak bertemu dengan ayahnya kembali, Dina selalu enggan untuk berjauh-jauhan dengan orangtuanya itu. Seolah-olah gadis itu takut akan terjadi apa-apa kepada ayahnya jika dia meleng sebentar saja. Benar-benar sosok yang penyayang.Kata-kata Olivia jadi terngiang-ngiang di telinganya. Satu yang tidak dapat dia enyahkan adalah perihal penyesalan karena kata-kata

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   It's Time to Change

    Sepeninggal Mbok Surti, Bacon mengambil sebuah amplop dari balik jas belakangnya. Pengawal itu memberikannya kepada Pak Hidayat, bos paling tinggi dalam hierarki Grup Armadjati.“Itu dari pantat kamu?” sindir Pak Hidayat. Mana mungkin dia mau memegang sesuatu yang entah sudah berapa lama mengendap di bokong pengawal itu. “Apa itu?” tanyanya seraya menyembunyikan tangan di punggung, pertanda dia tidak mau menyentuh amplop tersebut.Bacon mengeluarkan isinya yang berupa kertas-kertas dokumen, dia menjejerkan semuanya di atas meja kopi. “Identitas pembunuh bayaran Danny.”“Foto dan kirim ke saya,” perintah Pak Hidayat sedikitpun tidak mau memegang dokumen.Bacon melakukan apa yang dia perintahkan. Sebaik foto-foto itu masuk ke folder pesan di telepon genggamnya, Pak Hidayat mengamati dokumen tersebut. Sayangnya, tidak banyak yang dapat dia telaah dari laporan Bacon tersebut. Pasalnya, ada beberapa kartu tanda p

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   One More Thing

    Pak Hidayat mencoret satu baris dari daftar kegiatan yang harus dia lakukan hari ini. Tahu-tahu, teleponnya mengalunkan notifikasi tanda pesan masuk. Dia membacanya sekilas. Dari sekretarisnya yang menanyakan apakah dia akan datang ke kantor hari ini.Jawabannya adalah tidak, pikir laki-laki itu seraya membalas pesan. Beberapa hari terakhir, dia harus membereskan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Pak Hidayat mengecek email. Dia menunggu kabar penting seputar keberadaan istrinya dan Danny. Geram hatinya kalau mengingat-ingat dua makhluk tak berguna itu.Notifikasi pesan terdengar lagi. Every ship needs a captain.Pak Hidayat mengembuskan napas panjang. Dia juga tahu maksud tersembunyi dari pesan yang dikirimkan oleh sekretarisnya itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Keluarganya lebih membutuhkan perhatiannya saat ini. Pak Hidayat tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti yang sudah-sudah dengan mengabaikan mereka. Terlebih sewaktu anak-anaknya telah b

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Follow Your Heart

    Olivia mencari-cari Mbok Surti ke seluruh penjuru rumah. Beginilah susahnya memiliki tempat tinggal yang memiliki banyak ruangan. Ditambah, asisten senior Keluarga Armadjati itu tidak dibekali dengan lonceng atau telepon genggam yang membuatnya dapat dihubungi kapan saja.Gadis Kaukasia itu akhirnya menemukan Mbok Surti sedang membereskan debu-debu di atas lemari dan rak Olivia.“Mbok Surti, biarkan saja. Bukannya ada cleaning service yang datang setiap hari?”“Tapi Mbak Olivia bangunnya siang terus. Jadi mereka keburu pulang.”Olivia terkekeh ringan. Ya, tidak salah apa yang dikatakan oleh pesuruh itu. Beginilah nikmatnya menjadi seorang influencer. Bekerja sesuai waktu yang dia tentukan sendiri. Tidak ada kewajiban harus hadir di kantor sebelum jam tertentu.“Papi manggil Mbok. Di ruang kerjanya.”Mbok Surti buru-buru meletakkan kemoceng yang dipegangnya. Wanita tua itu mengelap tangann

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Last Day

    “Ini maksudnya apa, ya?” tanya Leo mengandalkan jawaban dari adik tirinya.“The restaurant that I’ve told you about.”“Tapi Bali?”“Becky yang mengusulkan. Bagus juga, sih. Secara marketing, lebih gampang memasarkannya. Bisa dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan di Jakarta.”Keputusan itu begitu tiba-tiba. Apa yang ada dalam pikiran Dina? Bukankah dia telah menjanjikan kalau utang perempuan itu lunas seluruhnya? Tidak ada lagi yang membebani gadis itu. Dia bebas dari kewajiban membayar utang. Bebas. Leonardo terhenyak. Itu kata kuncinya. Leo tidak berhak marah kalau gadis itu memang mau pergi. Dina adalah perempuan mandiri yang tidak terikat dengan siapapun, termasuk dirinya.“Oh, begitu.” Leonardo memandangi makanan-makanan yang tersaji di hadapannya. Tiga menu terakhir dari enam belas yang menjadi tugas Leo. Awalnya, dia menciptakan tugas itu agar Dina tid

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   All Recipes: Completed

    Dina mondar-mandir di depan kamar Leonardo. Dia ingin memeriksa ayahnya yang dari tadi pagi belum muncul untuk sarapan. Dina tahu semestinya dia mengetuk pintu dan Leo pasti akan mengizinkannya menjemput Ayah. Tapi, hari itu langkahnya berat. Dia tahu penyebabnya adalah karena setelah hari ini, Dina tidak bisa bertemu dengan laki-laki itu sebebas yang sekarang. Hatinya seperti ditimpa baja seberat seribu ton kalau mengingat-ingat hal itu.Dina masih berkutat dengan pikirannya sendiri sewaktu pintu di hadapannya mendadak terbuka.“Dina?”Dina salah tingkah. “Eh… itu… hmm… Ayah dari tadi belum turun,” katanya.Pagi itu, Leonardo terlihat segar seperti baru habis mandi. Ada aroma sabun yang khas yang dia yakin berasal dari sabun yang mahal harganya. Rambut laki-laki itu masih basah dan bagian depan rambutnya ada yang menjuntai di dahi. Leonardo tampak relaks, berbeda dari biasanya.“Ayah lagi di kamar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status