LOGINBAB 6 DENDAM BERKOBAR
Gerimis terus turun perlahan saat Range Rover melaju menyusuri jalanan sempit Yorkshire yang sepi. Di kursi kemudi, Aron terdiam. Sorot matanya kosong menatap jalan, namun pikirannya tak berada di sana. Kilatan wajah itu... mata kelabu dan rambut gelap yang begitu ia kenal kembali membakar lapisan ingatan yang telah berusaha Aron kubur bertahun-tahun. Eva. Nama itu menghantam dadanya lebih keras daripada suara hujan di atap mobil. ***** Dua puluh tiga tahun lalu – Yorkshire, Inggris Aron Loghan masih remaja, tapi bahkan pada usia 15 tahun, dia sudah dibesarkan dengan disiplin keras dan ekspektasi tinggi. Sebagai calon pewaris keluarga Loghan, Aron harus mendapat segalanya yang terbaik termasuk pendidikan. Namun pada usia itu, dia justru memberontak. Aron meminta untuk bersekolah di sekolah lokal. Sebuah institusi yang sebenarnya dimiliki oleh yayasan keluarganya sendiri. Aron tidak ingin fasilitas khusus. Tidak ingin kendaraan mewah. Tidak ingin pengasuh, pengawal pribadi, atau supir yang menemaninya ke kelas. Aron hanya ingin menjadi anak biasa. Aron berpakaian sederhana seperti siswa lain. Datang dengan sepeda tua pemberian kepala pelayan, dan mengenalkan dirinya hanya sebagai Aron. Tidak boleh ada yang tahu jika dia adalah putra keluarga Loghan. Di sekolah itu, untuk pertama kalinya Aron melihat Eva. Gadis dengan rambut gelap dan mata kelabu yang sangat cantik. Eva tidak hanya cantik. Dia menawan, cerdas, dan populer. Aron terus memperhatikan diam-diam. Mengagumi diam-diam. Diam-diam, Aron Loghan telah jatuh cinta. Cinta pada pandangan pertama pada gadis yang sangat cantik. Sebenarnya mereka bakal sempurna, Eva yang cantik dan Aron yang tampan. Namun, ketampanan Aron sebagai anak baru justru membuatnya dijauhi. Anak laki-laki lain membencinya. Mereka melihat Aron sebagai saingan yang sombong. Dingin. Misterius. Tak tersentuh. Salah satunya adalah Jason, pemimpin geng siswa laki-laki yang terkenal keras dan rumornya kekasih Eva. Diam-diam hubungan Aron dan Eva berkembang pelan. Mereka sering duduk di taman belakang sekolah, bicara soal buku, musik klasik, bahkan sejarah kuno. Eva menunjukkan sisi hangat yang membuat Aron merasa tenang untuk meletakkan kepercayaan. Lalu hari itu datang. Langit Yorkshire muram, dan hujan turun sebelum bel terakhir berbunyi. Eva tidak membawa payung. Aron pun memutuskan untuk mengantarnya pulang. Mereka berjalan kaki di tengah hujan, berbicara tanpa topik, tertawa tanpa alasan. Setibanya di rumah Eva, pintunya masih tertutup. Sebuah rumah tua yang agak terpencil dan tampak sepi. "Ibuku bekerja di toko roti sampai malam, tidak ada siapa-siapa di rumah." Eva membuka pintu dan mengajak Aron masuk untuk menghangatkan diri di perapian. Aron, basah kuyup, dia mengikuti Eva. Di depan perapian, dengan pakaian sama basah, Eva mendekat. Aron berdebar. Tatapan Eva berubah, lebih dalam, lebih menggoda. "Tidak ada siapa-siapa, kita bisa membuka pakaian." Eva bicara pelan. "Kau juga boleh memelukku agar tidak dingin." Di usia 15 tahun, tawaran mendebarkan dari seorang gadis cantik menjadi mustahil untuk ditolak. “Ayo... " Eva terlihat mulai melepas kancing bajunya. Bra berwarna pink pucat terlihat menangkup gumpalan dada bulat yang sudah cukup besar. Tanpa menunggu lama Aron segera ikut melepas pakaian basahnya dengan cepat. Di luar hujan semakin deras. Di depan perapian yang hangat, Aron Loghan yang masih remaja, polos dan penuh rasa penasaran sedang berdebar-debar. Aron belum pernah berhubungan sex dan ini bakal menjadi kali pertama dan tidak akan terlupakan. Eva sangat cantik, menggoda dengan tubuh belia yang sudah sangat feminim. Eva baru ingin membuka pengait bra tapi Aron sudah telanjang seluruhnya, naif, sama sekali tidak curiga. Dan tiba-tiba pintu belakang rumah Eva terbuka. Jason masuk bersama empat anak laki-laki lain. Salah satunya membawa kamera. Klik. Kilatan lampu kamera menyala seperti hukuman neraka. Aron berdiri mematung. Wajahnya pucat. Nafasnya memburu dengan jantung berdebar. Tawa bergema. Kamera terus memotret tubuh Aron yang sedang berdiri telanjang dengan mencuat. Aron sedang menjadi bahan tertawaan karena ereksinya. “Jangan pernah berani-berani melirik wanitaku, anak sok tampan!” Jason mengejek dengan ancaman. "Akan ku panjang fotomu di dinding sekolah jika kau masih berani menggoda Eva!" Dan yang paling menghancurkan bagi Aron adalah melihat Eva ikut tertawa. Eva ikut tertawa ringan. Bukan terkejut, bukan merasa bersalah. Tapi puas. “Mudah sekali membuatnya telanjang.” Mata Eva memandang Aron dengan jijik. "Ayo bayar taruhan kalian!" Hari itu, seluruh dinding kepercayaan dalam diri Aron runtuh. Dalam satu hujan sore, dia kehilangan rasa percaya. Pada cinta. Pada perempuan. Pada tubuhnya sendiri. Sejak hari itu, Aron tak pernah lagi membuka pakaian di depan siapa pun. Tak pernah mau disentuh. Tak pernah tertarik pada wanita, karena trauma di usia muda yang tidak pernah sembuh. Kini, dua puluh tahun lebih berlalu. Eva telah lupa. Lupa pada pemuda naif yang pernah dia telanjangi bukan dengan cinta, tapi dengan pengkhianatan keji.BAB 72 BIMBANG DAN LELAHBegitu pintu lift lobi hotel terbuka dengan suara desis lembut. Chatrine sudah berdiri menunggu di ujung lobi.Wanita itu tampak rapi, profesional, dengan mantel abu-abu pas di badan dan sepatu hak tinggi hitam mengilat. Rambut pirangnya disanggul rapi, bibirnya mengulas senyum tenang yang sudah terlalu terbiasa dengan krisis pagi bagi lelaki berbahaya.Wajah tajam Aron Loghan masih seperti biasa, tapi kali ini terlihat lebih lelah. Rambutnya sedikit kusut, matanya sembab namun tetap menyimpan sorot dingin yang tak pernah bisa ditebak.Tanpa banyak bicara, Chatrine langsung menghampiri bosnya dengan cekatan. Wanita cantik itu menyodorkan jaket kulit hitam dan sebuah kacamata hitam dari Dior yang dia keluarkan dari dalam tas tangan.“Terlalu banyak cahaya di luar untuk kepala yang sedang berdenyut.”Nada bicaranya halus, namun padat. Suara sekretaris pribadi yang sudah terlatih mengendalikan semua kekacauan pria sekelas Aron Loghan.Aron menerima jaket dan kaca
BAB 71 KECEMASAN EVANAMalam terasa beku menikam ke dada Eva dalam kecemasan. Aron belum pulang hingga lewat tengah malam. Ponselnya sama sekali tidak bisa dihubungi.Eva masih duduk menunggu di ujung sofa ruang tengah, tubuhnya diselimuti cardigan tipis, rambutnya digulung acak sembarangan, dan matanya terus menatap pintu lift yang belum juga terbuka.“Aku akan terus menunggu sampai kau pulang…”Suara Eva hampir tak terdengar. Jemarinya mencengkeram gelas berisi air mineral yang sejak tadi sudah kosong. Ponsel di genggaman tangannya menunjukkan pukul 01.37 dini hari. Tidak ada pesan. Tidak ada panggilan masuk. Tidak ada kabar.Eva mulai tidak bisa membedakan ini cemas… atau mulai ketakutan. Dengan ragu, dia akhirnya menelpon Chatrine.Nada sambung cukup lama. Tapi akhirnya suara lembut Chatrine menjawab di seberang sambungan telefon.Eva menahan napas. Suaranya nyaris pecah."Aron belum pulang. Semua komunikasinya mati. Kau tahu ke mana dia pergi?"Hening sejenak dari seberang."Aku
BAB 70 SEMUA KACAUEvankan mengejar punggung Chatrine di tengah keramaian pejalan kaki di sepanjang trotoar. Begitu Evankan sudah cukup dekat, tiba-tiba sosok Chatrine justru menghilang.“Sh*t,” bisik Evanka pelan.Dadanya masih bergemuruh naik turun, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, menelusuri setiap wajah yang lalu lalang. Tapi Chatrine sudah benar-benar lenyap.Beruntung Chatrine sudah masuk ke dalam mobil."Ayo, aku ingin buru-buru pulang!" Evana sudah duduk menunggu di dalam mobil selama Chatrine menyelesaikan pembayaran."Kita bisa langsung pulang, atau pergi ke salon untuk mewarnai rambut." Chatrine memberi pilihan alternatif."Kau serius, aku di ijinkan untuk mengecat rambut?" Eva nyaris tidak percaya karena mengingat kemurkaan Aron tempo hari.Chatrine mengangguk. "Warna merah pun juga boleh."Mustahil Chatrine berbohong."Oke, kita pergi ke salon!"Mobil hitam berlogo Denton Global melesat dari tepi trotoar sebelum Evanka Collins sempat menyadari keberadaan adiknya.Deng
BAB 69 WANITA YANG CEMBURU Ketika dua orang saling bertikai dengan keras kepala, maka ingat baik-baik satu prinsip dasar ini. 'Tidak ada yang sepenuhnya salah, dan tidak ada yang sepenuhnya benar. Tiap individu bisa membuat porsi kesalahannya masing-masing.' Saat itu usia Evankan baru tiga belas tahun, dua tahun lebih muda daripada Aron. Wajarnya memang dia yang ketakutan ketika seorang pemuda yang lebih dewasa memiliki hasrat yang begitu besar terhadap tubuhnya. Tapi Evankan juga telah melampaui batas dengan tindakan bully yang sangat jahat di usia mereka yang sama-sama remaja. "Tunjukkan wanitamu padaku!" Evanka Collins balas menantang Aron Loghan. Kemudian langsung berpaling angkuh untuk melangkah pergi. Beberapa menit setelah langkah anggun Evanka Collins menghilang di balik pintu, Aron Loghan masih berdiri membatu. Sorot matanya kosong menatap jendela, seperti ingin menghancurkan bayangan masa lalu yang telah menyerbu tanpa peringatan. Pertemuan tidak terduga dengan
BAB 68 EVANKA COLLINS VS ARON LOGHANEvanka berdiri di depan jendela kaca yang luas, memandangi siluet gedung-gedung New York di bawah langit cerah. Hari yang cerah, pertemuan yang mengejutkan beserta memori yang kembali tergali."Kau masih mencintaiku, Aron?"Sepertinya Evankan juga terkejut dengan pikiran itu.Aron Loghan tidak bergerak, tapi sorot matanya menusuk. Tatapan yang menyimpan ribuan alarm bahaya. Wanita itu benar-benar bisa kembali menghancurkan hidupnya.Evanka kembali menyentuh kaca yang masih sejuk diterpa sinar matahari pagi. Suaranya lembut, namun tegas menyisip tajam.“Aku tidak menyangka... ternyata kau juga yang membeli rumah ibuku.”Aron bangkit berdiri angkuh di balik meja panjang, jemarinya menggenggam tepiannya dengan kendali sempurna. Aron Loghan menjaga nada suaranya tetap tenang.“Itu hanya aset."Evankan tidak boleh tahu jika dia telah membeli rumah itu untuk menjebak adiknya."Properti dengan nilai tinggi di wilayah yang strategis.”Evanka menoleh perlah
BAB 67 KEMBALILangit New York sore itu bergerak agak kelabu. Hujan gerimis turun ringan, memantulkan cahaya lampu kota di permukaan jalanan basah. Aron dan Eva kembali ke kota melanjutkan malam dalam pelukan hangat tanpa jeda bercinta.Pagi bangkit dengan energi mentari baru yang segar, sisa-sisa gairah dari akhir pekan panjang bersama di Hampton masih melekat di kulit dan pikiran mereka masing-masing. Aron mengecup kening Eva yang tertidur di pelukannya hingga pagi. Aroma rambut Eva yang sedang bergairah terus menempel di hidung Aron. Rasanya ingin terus dia hirup."Hmm..." Eva melenguh terbangun karena ciuman panas di kulit leher.“Kau mau pergi?” Eva bertanya dengan suara serak malas.Sebenarnya Eva juga terkejut melihat Aron Loghan sudah sangat rapi, segar dan sedang mendesakkan ciuman yang sangat panas.“Hanya sebentar. Aku harus menyelesaikan pertemuan yang kemarin tertunda.”Eva hanya mengangguk pelan, separuh kesadarannya masih melayang."Kau boleh keluar, Chatrine bisa mene







