Home / Romansa / DENDAM CINTA MASA LALU / BAB 7 TIDAK MUDAH DITEBAK 

Share

BAB 7 TIDAK MUDAH DITEBAK 

Author: Jemyadam
last update Last Updated: 2025-10-22 19:58:55

BAB 7 TIDAK MUDAH DITEBAK 

Ruang makan keluarga Loghan tidak hanya megah, tapi juga hangat. Lilin-lilin tinggi menyala di atas meja kayu ek tua, memantulkan cahaya ke perabot makan perak antik dan kristal mahal yang tersusun rapi di sekeliling meja panjang. Aroma panggangan domba rosemary bercampur dengan kayu manis dari pai apel buatan dapur keluarga, menyatu seperti nostalgia masa kecil yang nyaman.

Geby duduk di ujung meja, mengenakan gaun hitam sederhana tapi elegan. Wajahnya terlihat lebih muda malam ini. Bahagia. Pandangannya bolak-balik antara Aron dan Chatrine, lalu sesekali bertemu dengan mata Jeremy yang ikut menyimak pasangan muda di hadapan mereka.

Malam ini Aron Loghan nampak berbeda. Ia tidak membisu seperti biasanya. Ia tidak menghilang setelah makan suap pertama. Bahkan, ia beberapa kali menoleh ke arah Chatrine. Memberi komentar ringan. Bahkan hampir tersenyum.

“Jadi, apa kau tidak keberatan ikut tinggal di sini selama beberapa hari?” tanya Aron, suaranya tenang namun terdengar ramah.

Chatrine nyaris terbatuk. Ia tidak terbiasa mendengar nada selembut itu keluar dari pria seperti Aron Loghan. Apa lagi ini tentang ajakan menginap di rumah keluarganya.

“Ya, kalau itu tidak masalah bagi Anda,” Chatrine berusaha menjaga nada suaranya tetap profesional agar tidak terdengar gugup memalukan. 

“Tentu saja tidak,” ucap Aron singkat, kemudian menyesap anggur merahnya perlahan.

Aron Loghan sama sekali tidak dapat ditebak bahkan oleh ibunya sendiri. Geby memperhatikan percakapan itu seperti pengamat politik yang tetap tidak boleh lengah dengan tipu daya paling halus.

“Aron...” Geby mulai pelan, “apa kau tahu,  ayah Chatrine juga pernah menjadi profesor kehormatan di Oxford.”

Chatrine menunduk sedikit canggung.  Geby sengaja ingin mempertegas latar belakang Chatrine yang juga berasal dari keluarga terhormat.

“Lulusan terbaik Cambridge, tiga bahasa asing, dan profesor politik modern." Geby terus menambahkan predikat utuk ayah Chatrine yang berasal dari kalangan intelektual.

"Oh, maaf karena kami belum pernah bertemu." Aron mengaku kurang tahu. Karena selama ini memang kurang perduli. 

"Sebaiknya kalian sesekali bertemu." Geby terus memancing.

"Mungkin, nanti..." Aron terkesan tidak menutup kemungkinan akan bertemu ayah Chatrine.

Geby tersenyum. Harapannya berbinar terang. “Mungkin lain kali kita semua bisa makan bersama dalam satu meja besar.”

Aron tahu ibunya mengharapkan sesuatu. Maka malam ini, Aron ikut memberi sedikit sandiwara hangat,cukup untuk meredakan kecemasan Geby.

"Rumah ini benar-benar butuh nyawa pasangan baru."

Jeremy pura-pura berdehem untuk menegur Geby.

"Kita sudah tua Jeremy, kita butuh regenerasi."

"Semoga aku belum terlalu tua untuk mulai mempertimbangkan nasehat kalian."

Ucapan Aron seketika membuat Geby terkejut takjub.

"Oh, apa berlebihan jika aku menginginkan keajaiban itu segera?"

Aron sudah tidak menjawab tapi cukup untuk memberi harapan masadepan. 

Chatrine yang duduk di sebelah Aron, merasa jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Bukan hanya karena tampilan Aron Loghan yang luar biasa tampan. Tapi karena untuk pertama kalinya, pria dingin itu memperlihatkan sinyal bahwa ia mungkin bisa membuka diri. Mungkin... memulai sesuatu.

******

 

Malam semakin larut. Rumah kastil megah keluarga Loghan berubah  sunyi senyap. Semua orang sudah beristirahat di kamar masing-masing. Tapi Chatrine belum bisa tidur.

Chatrine berdiri di dekat jendela besar, memandangi lanskap gelap Yorkshire yang sepi dan tenang. Angin meniup tirai, mengusap lembut kulit lehernya yang kembali terasa hangat setiap kali memikirkan pria sedingin Aron Loghan.

Kenapa dia bersikap begitu? Kenapa baru sekarang?

Apa itu harapan?

Apa itu hanya... Kebetulan?

Kebetulan mereka sedang berada di rumah kampung halaman. Kebetulan mereka sedang berada dilingkungan yang tenang. Romansa romantic klasik seperti atmosfer hangat yang menguap dari dasar tanah tua. Membuat hati ikut damai dalam pelukan hangat berdebar.

Chatrine tidak bisa menepis kenyataan bahwa ia menyukai Aron Loghan sejak lama. Tapi ia juga tahu, Aron bukan pria yang mudah jatuh hati. Bukan pria yang membuka diri. Maka saat dia menunjukkan sinyal komitmen, Chatrine tidak tahu apakah ia harus percaya, atau justru takut.

Menjelang tengah malam, ponsel Chatrine tiba-tiba bergetar.

Satu pesan singkat dari Aron [Temui aku di perpustakaan. Sekarang. Sendiri.]

Chatrine segera mengenakan mantel tipis untuk membalut gaun tidurnya, berjalan menyusuri lorong panjang kastil yang senyap. Jantung wanita cantik itu terus berdegup kencang. Aron ingin bertemu ditengah larut malam,  cuma berdua, tidak boleh ada yang tahu. Karena itu Aron sengaja menunggu semua orang tidur.

Pintu perpustakaan terbuka sedikit, cahaya kuning lampu meja menerobos dari sela celahnya. Chatrine langsung masuk, dan mendapati Aron berdiri di dekat rak buku tinggi. Di tangannya, sebuah layar ponsel masih menyala.

“Terima kasih sudah datang,” ucap Aron tanpa basa-basi.

Chatrine mengangguk. 

Aron mendekat. Menunjukkan layar ponselnya. 

Sebuah foto.

 

Foto seorang wanita. Berambut gelap. Bermata kelabu mencolok, seperti batu akik hidup.

Chatrine menatap foto itu. Dia masih ingat dengan wajah pelayan restoran tadi siang.

“Aku ingin wanita ini!” kata Aron, pelan namun tegas.

Chatrine mendongak, matanya sedikit menyipit.

“Untuk ibu pengganti?” Chatrine bertanya dengan nada hati-hati.

Aron menatap lurus. “Bukan cuma untuk ibu pengganti, tapi juga untuk sebuah pernikahan yang sangat mengikat!”

Jeda hening. Chatrine hampir tak bisa bernapas.

“Dapatkan dia untukku. Bagaimanapun caranya!” Suara Aron masih sangat tenang, namun dalam. Tegas. Tak bisa ditawar.

Chatrine menahan napas. Tangannya meremas ujung mantel. Ada sesuatu di dadanya yang remuk, tapi dia tidak mengerti bentuknya. Entah karena dia merasa kehilangan sesuatu yang belum sempat ia miliki. Atau karena untuk pertama kalinya, ia melihat Aron Loghan menginginkan  sesuatu, bukan karena logika, bukan karena strategi, tapi karena egonya sendiri.

"Kau harus tinggal beberapa hari lagi di sini untuk menjalankan tugas." Ternyata Aron telah menyusun sebuah rencana rapi, dan untuk alasan itu dia meminta Chatrine untuk tinggal. “Ikuti semua perintahku!”

Chatrine mengangguk. “Baik, Mr. Loghan.” Dan saat itu juga, hatinya ikut diam-diam retak.

Aron Loghan telah menyiapkan rencana untuk membalas dendam.

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 7 TIDAK MUDAH DITEBAK 

    BAB 7 TIDAK MUDAH DITEBAK Ruang makan keluarga Loghan tidak hanya megah, tapi juga hangat. Lilin-lilin tinggi menyala di atas meja kayu ek tua, memantulkan cahaya ke perabot makan perak antik dan kristal mahal yang tersusun rapi di sekeliling meja panjang. Aroma panggangan domba rosemary bercampur dengan kayu manis dari pai apel buatan dapur keluarga, menyatu seperti nostalgia masa kecil yang nyaman.Geby duduk di ujung meja, mengenakan gaun hitam sederhana tapi elegan. Wajahnya terlihat lebih muda malam ini. Bahagia. Pandangannya bolak-balik antara Aron dan Chatrine, lalu sesekali bertemu dengan mata Jeremy yang ikut menyimak pasangan muda di hadapan mereka.Malam ini Aron Loghan nampak berbeda. Ia tidak membisu seperti biasanya. Ia tidak menghilang setelah makan suap pertama. Bahkan, ia beberapa kali menoleh ke arah Chatrine. Memberi komentar ringan. Bahkan hampir tersenyum.“Jadi, apa kau tidak keberatan ikut tinggal di sini selama beberapa hari?” tanya Aron, suaranya tenang namun

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 6 DENDAM BERKOBAR 

    BAB 6 DENDAM BERKOBAR Gerimis terus turun perlahan saat Range Rover melaju menyusuri jalanan sempit Yorkshire yang sepi. Di kursi kemudi, Aron terdiam. Sorot matanya kosong menatap jalan, namun pikirannya tak berada di sana.Kilatan wajah itu... mata kelabu dan rambut gelap yang begitu ia kenal kembali membakar lapisan ingatan yang telah berusaha Aron kubur bertahun-tahun.Eva.Nama itu menghantam dadanya lebih keras daripada suara hujan di atap mobil.*****Dua puluh tiga tahun lalu – Yorkshire, InggrisAron Loghan masih remaja, tapi bahkan pada usia 15 tahun, dia sudah dibesarkan dengan disiplin keras dan ekspektasi tinggi.Sebagai calon pewaris keluarga Loghan, Aron harus mendapat segalanya yang terbaik termasuk pendidikan. Namun pada usia itu, dia justru memberontak. Aron meminta untuk bersekolah di sekolah lokal. Sebuah institusi yang sebenarnya dimiliki oleh yayasan keluarganya sendiri.Aron tidak ingin fasilitas khusus. Tidak ingin kendaraan mewah. Tidak ingin pengasuh, pengaw

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 5 MEMBENCI SEJARAH 

    BAB 5 MEMBENCI SEJARAH Yorkshire .... Di sudut utara Inggris, tersembunyi sebuah lembah perbukitan tua yang setia memeluk keindahan abadi dari atmosfer berabad-abad silam. Nama Yorkshire terdengar melankolis seperti tajuk dari puisi sejarah, menggambarkan keindahan masa lampau dalam kanvas alam yang memukau tak tersentuh waktu. Membentang dari Yorkshire Dales yang berbukit lembut dengan domba-domba. Hingga North York Moors yang menyambut bersama hamparan semak ungu dan padang liar dramatis, tempat kabut pagi menari di atas bebatuan purba. Yorkshire bukan sekadar tempat. Ia adalah perasaan tenang, megah, dan dalam diamnya, menyimpan banyak cerita sejarah. Tanah tua yang menjadi saksi dari banyak penaklukan. Waktu berlalu, dan sejarah membentuk karakter Yorkshire. Setiap wilayah membawa warna dan nadanya sendiri, namun tetap berpadu dalam harmoni khas Inggris lama. Di desa-desa kecil, kehidupan tetap berjalan pelan, setia pada ritme alam dan musim seperti jendela ke masa lalu. Buru

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 4 RENCANA GEBY

    BAB 4 RENCANA GEBYGeby menyambut putranya di ambang pintu. Ia tidak berlari memeluk, tidak menangis dramatik, cukup berdiri anggun dengan senyum tenang yang hanya bisa dilakukan oleh wanita sekuat dan seanggun dia.“Kau pulang,” ucapnya lembut, seolah nada itu menyimpan sepuluh tahun penantian.“Karena kau yang minta,” jawab Aron singkat. Suaranya datar. Dingin seperti angin Yorkshire yang menerpa dari balik jendela kaca besar.“Kau tidak perlu menunggu aku sakit untuk kembali ke rumahmu sendiri.”Aron memandangi ibunya, cukup lama untuk menyadari bahwa tak ada tanda-tanda sakit serius. Tidak ada wajah yang mengerut lebih dalam. Tidak ada kantung mata letih atau tubuh yang melemah. Geby tetap sama, cantik, kuat, dan berbahaya dalam kecerdasannya."Kau terlihat lebih sehat daripada suara di telepon.” ucap Aron, nada suaranya datar.Geby menatap tajam. “Karena aku tidak pernah benar-benar sakit, Aron.”Aron mendengus kecil, ekspresi di wajahnya nyaris tidak berubah. “Jadi ini semua han

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 3 PULANG KE YORKSHIRE 

    BAB 3 PULANG KE YORKSHIRE Musim semi selalu berhasil membangkitkan Yorkshire dari tidur panjang musim dingin dengan cara yang megah dan memukau. Langit membentang bersih, jernih seperti kaca safir. Awan-awan putih menggantung ringan seperti bulu domba. Ladang-ladang membentang luas bak permadani hijau, dibingkai oleh tembok batu kering yang sudah berdiri sejak berabad-abad lalu. Bunga bluebell dan primrose bermekaran liar di sepanjang jalan menuju tanah kelurga Loghan. Semburat warna ungu dan kuning yang kontras dengan hijau rumput, menghampar seperti permadani raksasa di bawah naungan langit. Di kejauhan, lembah-lembah terbuka dilintasi aliran sungai kecil berkelok yang jernih memantulkan kilau mentari. Domba-domba putih tersebar seperti kapas hidup di padang hijau, melenguh tenang, tak terusik waktu. Langit, tanah, dan udara berpadu menjadi satu harmoni yang menenangkan, nyaris seperti lukisan pastoral yang tak pernah pudar. Mobil hitam melaju mulus membelah satu- satunya jal

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAN 2 GEBY

    BAN 2 GEBYProses seleksi berjalan intens. Chatrine duduk tegak di ruang rapat pribadi lantai 85, di hadapannya deretan wanita berpenampilan mengesankan. Semuanya cantik, cerdas, dan memiliki latar pendidikan mengesankan. Beberapa berasal dari keluarga diplomat, lainnya doktor muda dari universitas Ivy League. Kriteria yang Aron tetapkan dijaga ketat.* Tidak boleh terlalu muda.* Tidak boleh terlalu ambisius.* Tidak boleh terlalu haus sorotan.Namun, semakin banyak yang duduk di hadapannya, semakin hampa perasaan Chatrine.Tak satu pun dari mereka yang cukup memenuhi kriteria.Chatrine sedang memeriksa berkas salah satu kandidat saat pintu lift pribadi berbunyi. Seorang wanita elegan muncul, berjalan anggun dengan aura yang langsung menyita perhatian seluruh ruangan.Gabriela Loghan.Rambut gelapnya disanggul rapi, matanya kelabu tajam penuh wibawa. Meski usianya sudah mendekati enam puluh, Geby tetap terlihat menawan dengan mantel krem panjang dan syal sutra halus di leher. Geby t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status