Hari pernikahan Dygta dan Eliza
Pagi ini Eliza akan dipersunting oleh Dygta, lelaki pilihan papanya yang sudah menginginkan Eliza menikah.Dygta adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Sayang, kisah percintaannya selalu berakhir dengan perceraian. Tiga kali menikah dan semuanya berakhir karena KDRT. Dygta memiliki emosional yang di luar lelaki kebanyakan, terlebih saat ia sedang merasa cemburu pada pasangannya. Dan salah satu teman baik Mihran, adalah salah satu korbannya."Mbak, sudah selesai ya," ujar si MUA yang mendandani Eliza yang terlihat cantik di hari bahagianya. Saat hendak bersiap turun ke ruangan di mana Dygta dan penghulu sudah menunggunya, Amaliya datang menghampirinya."El, kamu harus memikirkan lagi tentang pernikahan ini. Teman Mihran itu nggak mungkin bohong. Dia itu mantan istrinya dan tahu betul siapa Dygta," kata Amaliya yang sudah dilanda kecemasan karena Eliza, sahabatnya akan menikahi pria yang salah."Mungkin kamu salah orang, Ly," jawab Eliza mencoba tersenyum."Please, aku nggak mau kamu salah pilih suami," ujar Amaliya lagi.Eliza tersenyum, dalam hatinya ia berkata, "Bagaimana mungkin aku batalkan?Karena pernikahan ini terjadi karena aku ingin melupakan suamimu, Amaliya,"Eliza pun tetap melangkah pergi"El, tolong pikirkan lagi." Amaliya tetap berusaha mengingatkan sahabatnya.Eliza tersenyum"Liya, aku nggak mungkin membatalkan pernikahan ini hanya karena kamu tidak suka sama Dygta. Biarkan kami menikah, karena aku juga ingin bahagia, sama seperti kamu dan Mihran," jawab Eliza melangkah pergi, dengan berurai airmata."Maafin aku, Amaliya. Aku melakukan semua ini karena aku ingin melupakan Mihran, cinta sejatiku."Saat hendak menuruni anak tangga menuju pelataran ijab qabul digelar, Eliza berpapasan dengan Mihran. Mihran dan Eliza hanya saling beradu pandang. Eliza melenggang pergi tanpa kata."Sayang, El nggak mau dengerin aku. Please, tolong bujuk El, dia pasti mau dengerin kamu," pinta Amaliya pada sang suami."Hei, sudah, kita hargai keputusannya. Itu sudah menjadi pilihannya," jawab Mihran yang tidak ingin terlalu ikut campur."Aku mohon, Sayang," ujar Amaliya yang terus mendesak Mihran.Mihran pun mengejar Eliza"El, tunggu! Aku mau kamu jawab dengan jujur. Apa kamu benar-benar mencintai Dygta? Apa kamu siap melewati apapun dalam pernikahanmu dan Dygta? Dan apa kamu siap menghabiskan sisa hidupmu dengan Dygta? El, cinta itu hal yang sangat penting dalam pernikahan," cecar Mihran pada wanita yang mencintai sahabatnya itu sejak SMA.Eliza diam terpaku"Seandainya kamu memilihku, aku akan rela menghadapi apapun yang terjadi ke depannya. Andai saja kamu mencintaiku seperti kamu mencintai Amaliya, aku akan sangat bahagia bisa menjalani sisa hidupku bersamamu. Tetapi itu nggak mungkin, Mihran.""Eliza, ayo dong, jawab pertanyaanku!" desak Mihran yang kini tangannya berada di pundak Eliza."El, apa kamu benar-benar mencintai Dygta? Kamu tidak akan bahagia jika menikah dengan orang yang tidak kamu cintai, percaya sama aku, E," ujar Mihran.Eliza berusaha tersenyum dan melepaskn tangan Mihran dari pundaknya."Kamu benar, Mihran. Cinta adalah sesuatu yang penting dalam pernikahan dan kehidupan dan aku sangat mencintai Dygta. Aku siap melewati apapun yang terjadi dalam pernikahanku dengan Dygta dan aku akan menghabiskan sisa hidupku bersamanya," jawab Eliza tersenyum.Amaliya pun datang menghampiri keduanya berurai airmata."Aku mohon, pikirkan lagi baik-baik, Eliza!" kata Amaliya terisak."Kalian tahu, apa yang seharusnya kalian lakukan terhadap orang yang disayang? Berbahagia saat ia bahagia. Sama seperti aku dulu, berbahagia di saat kalian bersatu dan saling mencintai.Jadi aku harap, kalian bisa berbahagia dihari bahagiaku ini," jawab Eliza lugas.Eliza pun melenggang pergi, meninggalkan kedua sahabatnya dengan berurai airmata."Maafkan aku jika sudah membohongi kalian. Aku terpaksa melakukan ini agar aku bisa pergi sejauh mungkin dari hidup kalian dan membunuh rasa cintaku pada Mihran, selamanya .... "Amaliya dan Mihran hanya mampu menatap kepergian Eliza.Di ruangan acara ijab qabulEliza pun sampai, ia kini duduk di samping Dygta, sedangkan penghulu yang ada dihadapannya sudah siap menikahkan keduanya."Apa akad ini sudah bisa dimulai?" tanya Pak Penghulu."Sudah, Pak," jawab Dygta tegas."Sayang, kita harus lakukan sesuatu!" bisik Amaliya pada Mihran."Nggak bisa, Sayang! Kamu kan dengar sendiri kata Eliza tadi. Dia menginginkan semua ini. Kita nggak berhak ikut campur lagi pilihan hidupnya," bisik Mihran.Penghulu dan Dygta pun berjabat tangan.Amaliya mencoba berdiri hendak membatalkan pernikahan ini, tetapi Mihran melarangnya."Tunggu!" kata Eliza membuat Dygta kaget."Aku mau ke toilet dulu,"kata Eliza yang langsung pergi menuju toilet. Amaliya dan Mihran pun mengikuti dari belakang.Di dalam toilet, Eliza menangis. Ia kembali mengingat semua perkataan Mihran tadi, sesaat sebelum ia masuk ke dalam ruang ijab qabul."Apa aku harus menghancurkan pernikahan ini?" gumam Eliza.Bayangan itu kembali muncul, berbagai pertanyaan yang dilontarkan Mihran tadi."Nggak, aku nggak bisa mencintai Dygta. Aku sudah berusaha, tetapi cinta nggak bisa dipaksakan.""Aku nggak mungkin menjalani pernikahan dengan pria yang tidak aku cintai."Amaliya dan Mihran pun sudah ada di depan toilet. Amaliya mengetuk pintu."El, biarkan aku temani aku di dalam," teriak Amaliya agar Eliza membukakan pintu untuknya.Eliza hanya diam tanpa ada jawaban, membuat Mihran dan Amaliya khawatir sesuatu terjadi di dalam."Eliza! Buka pintunya .... " teriak Mihran sambil menggedor pintu dengan keras.Eliza pun membuka pintu kamar mandi dan keluar dengan airmata yang tidak lagi ditutupinya."El .... ""Biarkan aku menjalani takdirku!"Eliza pun pergi, meninggalkan gedung pernikahan, membatalkan pernikahannya. Ia sadar, ia tidak bisa melanjutkan pernikahan tanpa cinta ini.bersambung ....Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka
Eliza terus mengalihkan agar Mihran membatalkan rencananya pergi ke rumah sakit. Namun, Mihran tetap bersikeras pergi menjenguk Tante Della."Mihran, kayaknya kita besok aja ya. Badanku lagi nggak enak dari tadi," dalih Eliza."Enggak usah. Sekarang aja ya. Kamu siap-siap!" pungkas Mihran. Eliza pun tidak dapat berkata apapun. Ia hanya bisa menggerutu dalam hati dsn berpikir bagaimana caranya agar rahasia itu tetap aman."Gimana ini, kalau Mihran ketemu Tante Della, bisa gawat. Kacau semuanya!" gumam Eliza dalam hati.Ani pun mencoba diam-diam mendatangi kamar Ayu. Ia harus menyelinap memberitahu sebuah informasi tentang sadarnya Tante Della."Yu, aku ada berita penting," ungkap Ani."Info apa?" tanya Ayu penasaran."Tante Della udah sadar. Sekarang Pak Mihran dan Bu Eliza sedang menuju rumah sakit. Yu, udah dulu ya. Ani mau kerja lagi, takut Ijah tahu bisa ngadu dia nanti," ujar Ani yang langsung meninggalkan kamar Ayu.Setelah memastikan Ani keluar dari kamarnya, Amaliya pun mengam
Seperti dugaan Eliza, Mihran memang mencurigainya dan mulai menginterogasinya. Bahkan tekanan Mihran membuatnya sulit menutupi kepanikannya."Kamu curiga kalau Dhika itu bukan anak aku, sama seperti kakaknya Ayu?" pekik Eliza."Siapapun yang melihat kamu, pasti akan berkata yang sama. Kamu itu nggak bisa dekat dengan anak kandung kamu sendiri," cecar Mihran."Jadi mulai sekarang, kamu dekati Dhika. Ambil hatinya," suruh Mihran. Mihran pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.Eliza pun mulai geram. Karena kata-kata Mihran, ia jadi dicurigai suaminya sendiri."Enggak adiknya, enggak kakaknya, sama saja bikin kesal!" gerutu Eliza."Semua rencana aku jadi berantakan!"-------Setelah berada di dalam kamarnya, Amaliya pun mencoba menghubungi Ridho untuk mempertanyakan soal kata-katanya yang justru semakin membuat Eliza akan membencinya.[Halo, Ridho. Maksud kamu apa sih tadi ngomong gitu sama Eliza?][Oh, aku sengaja ngomong gitu biar Mihran curiga. Aku juga ingin memancing emosi Eliza. Biar
Amaliya terus berpikir caranya keluar dari kamar sempit dan pengap ini. Memperhatikan sekeliling hingga akhirnya ia melihat sebuah jendela kecil. Amaliya akhirnya menggunakan sebuah meja kecil yang ada di dalam kamar untuk naik dan berusaha keluar melalui jendela kecil itu.Karena suara berisik dari dalam kamar, membuat kedua anak buah Eliza curiga dan akhirnya membuka pintu kamar yang terkunci."Heh, jangan kabur, luh!" teriak seorang pria bertubuh tinggi besar itu.Amaliya pun berhasil loncat keluar dan kabur meninggalkan rumah sempit tempat penyekapan. Namun, kedua anak buah Eliza tidak begitu saja menyerah. Keduanya pun mengejar Amaliya yang berlari sekuat tenaga. Sayangnya mereka pun berhasil menarik paksa Amaliya kembali."Lepaskan saya!"Amaliya terus berontak ketika kedua preman itu membawa paksa untuk kembali ke rumah penyekapan. Tiba-tiba ada 2 pria bertubuh tinggi besar datang menyelamatkannya. Kedua anak buah Eliza pun dibuat kocar-kacir setelah kalah baki hantam."Kalian