"Hatiku mencoba bertahan menutupi semua perasaan ini. Namun, semakin aku melupakannya, maka semakin kuat rasa cinta ini. Maafkan aku, Amaliya, aku mencintai suamimu .... "
"Eliza!" teriak Mihran yang kaget saat bertabrakan dengan seorang wanita cantik yang ternyata sahabat lamanya sendiri."Kamu," kata Mihran yang langsung memeluk Eliza penuh hangat. Pelukan seorang sahabat.Eliza hanya terpaku, saat Mihran memeluknya sangat erat. Mihran yang memang hanya menganggap sahabat tidak sungkan memeluk sahabatnya itu, berbeda dengan Eliza yang masih menyimpan cinta."Sayang, kamu udah ketemu?" tegur Amaliya saat melihat kedua sahabatnya itu saling berpelukan."Iya, Sayang, nggak nyangka lo aku," ujar Mihran tertawa."Ohya, tunanganku masih ada meeting jadi nggak bisa datang. Dia titip salam buat kalian," ujar Eliza meminta maaf pada dua sahabat baiknya itu."Ya nggak apa-apa donk, kita kan jadi bisa kumpul bareng kayak dulu lagi," ujar Amaliya tersenyumAmaliya akhirnya menggandeng tangan kedua sahabatnya itu untuk kembali ke meja di mana mereka terbiasa kumpul dulu."Yuk, El!" ajak Amaliya.Saat melangkah, Eliza pun melepaskan genggaman tangan Amaliya. Hatinya perih, bagai tersayat tetapi Eliza harus tetap tegar."Andai saja kamu tahu, Liya, jika aku sangat mencintai Mihran, apa kamu akan memaafkanku?"Eliza pun berusaha tersenyum, saat berbicara dengan dua sahabatnya, apalagi melihat kemesraan Mihran dan Amalia."Eh, aku baru ingat, El itu waktu SMA nggak pernah pacaran ya?" tanya Mihran.Amaliya pun menimpali, "Iya lo, padahal banyak cowok yang nembak kamu, El, kenapa sih?""Simple, nggak ada yang cocok," kata Eliza beralasan."Sayang, kamu pernah nggak, suka sama Eliza dulu?" ledek Amaliya seketika membuat wajah Eliza memerah.Mihran diam, netranya menyiratkan banyak makna."Apa pernah kamu mencintaiku seperti aku mencintaimu, Mihran?""Jangan gitu donk, Sayang! Nggak mungkinlah aku suka sama Eliza, kan aku yang maksa kamu jujur sama Eliza, ingat gak kalian soal janji kita buat nggak saling jatuh cinta? Tetapi karena rasa cintaku yang besar sama kamu, semua jadi batal!" ujar Mihran, membuat bulir bening dimata Eliza seolah mendorong ingin keluar.Eliza hanya bisa tersenyum, menahan perih hatinya.Di rumah, Alia sudah kesal menunggu Mihran dan Amaliya yang belum juga pulang, jam pun sudah menunjukkan pukul 22.00."Ayah sama Bunda lama banget sih pulangnya?" gerutu Alia pada Oma Siska."Kamu sabar, Alia. Ayah sama Bunda kamu kan sudah lama nggak ketemu Tante Eliza, mereka pasti kangen dan ngobrol panjang. Kamu sabar ya," ujar Oma Siska menenangkan cicitnya.Alia pun kesal, ia melenggang pergi begitu saja ke dalam kamar meninggalkan sang oma."Lah .... " Oma Siska pun tertawa melihat tingkah cicit kesayangannya itu.****Keesokan harinyaSebelum berangkat kerja, seperti biasa Amaliya pun menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya. Pagi ini, Amaliya hanya sarapan ditemani Alia, karena Mihran sudah berangkat agak pagi karena ada meeting penting."Sayang, ini roti sama susunya," kata Amaliya memberikan segelas susu dan roti plus selai coklat di dalam piring, kesukaan Alia."Pagi, Alia," sapa Akram, adik lelaki satu-satunya Amaliya."Pagi,Om," sambut Alia yang asyik dengan sarapannya."Kak, Eliza udah ada di Jakarta ya? Kok kakak nggak kasih tahu aku sih? Benar ya dia mau nikah, Kak," cecar Akram pada kakaknya."Kakak juga baru tahu kok," jawab Amaliya yang sibuk dengan berkas-berkas pekerjaannya."Kak, kakak harus temuin aku sama Eliza. Aku nggak rela dia nikah sama orang lain. Dia harus tahu kalau aku cinta sejatinya," ujar Akram, disambut gelak tawa Amaliya."Ya Ampun, kamu masih terobsesi sama Eliza? Dia itu cuma anggap kamu adik, Akram," ujar Amaliya tertawa."Kak, aku serius nih," ujar Akram terus mendesak sang kakak.Amaliya pun mencium Alia dan pergi menuju butiknya dan saat bersamaan, Oma Siska pun datang."Eh, Oma, aku titip Alia ya," ujar Amaliya kemudian berpamitan dan meninggalkan Akram yang kesal."Udah, Om, sarapan sini sama Alia," ajak sang keponakan.Akram pun sarapan roti dengan selai nanas yang sudah disiapkan Oma."Jangan sedih, Om, kalau menurut Alia, Om Akram sama Tante Eliza itu nggak cocok, nggak satu frekuensi!" kata Alia dengan polosnya."Apaan sih frekuensi segala, emang kamu mau dengerin radio?" kata Akram dengan wajah manyun.Oma Siska pun tertawa."Udah ah, aku sarapan di mobil aja, bye!" Akram pun bangkit dari kursinya, seketika Alia menahannya."Kebiasaan orang dewasa kalau dinasehati anak kecil pasti nggak terima!" ejek Alia membuat Akram semakin kesal.Oma Siska pun tertawa melihat tingkah sang cicit yang membuat omnya kesal.****Di butik AmaliyaEliza pun datang, sesuai janji, Amaliya sudah menyiapkan gaun pengantin yang cantik untuk dipakai sahabatnya dihari pernikahannya."El, kamu cantik banget? Aku bahagia banget, bisa membuatkan gaun cantik ini buat hari bahagiamu." Amaliya pun berkaca-kaca, ia terharu sahabat yang sudah lama hilang, kini akan menikah dengan pria yang dicintainya."Ada yang kurang nggak? Kalau ada, biar kuperbaiki," ujar Amaliya yang memperhatikan gaun itu dengan seksama."Udah perfect kok, makasih ya, Liya, kamu emang sahabat terbaikku," ujar Eliza tersenyum."Ohya, ini undangannya," kata Eliza sambil memberikan undangan pernikahannya.Amaliya pun tersenyumMalam hari bersama Mihran di dalam kamar"Sayang, ini undangan Eliza," ujar Amaliya memberikan undangan pernikahan Eliza dan tunangannya.Seketika wajah Mihran berubah, penuh kecemasan."Kayaknya aku kenal deh," kata Mihran sambil mengambil gawainya dan menghubungi seseorang.Tidak lama, gawai Mihran berbunyi"Sayang, lihat ini. Temanku bilang, dia mantan istrinya. Dia sudah 4 kali menikah dan dia suka melakukan KDRT sama mantan-mantan istrinya," terang Mihran memberitahu jawaban temannya."Eliza harus diberitahu. Dia pasti nggak tahu soal ini," bujuk Amaliya, karena panik tidak ingin sahabat yang sudah dianggapnya saudara salah memilih suami.Akankah pernikahan Eliza dan Dygta berlanjut ataukah batal?bersambung ....Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka