"Ketulusan itu bukan hanya dibutuhkan dua insan yang saling mencintai, tetapi juga dalam sebuah persahabatan."
"Alia, Bunda pulang, Nak!" panggil Amaliya sesampainya di rumah mewah miliknya bersama Mihran.Alia yang sedang bergurau dengan Oma Siska pun langsung bergegas pergi menghampiri Bunda dan Ayahnya."Bunda, Ayah, tadi keren banget. Coba Alia bisa ikut, kan masuk TV juga," celoteh Alia kecil membuat kedua orangtuanya tertawa."Liya, Eliza sudah pulang ke Indonesia?" ujar Oma Siska menunjukkan sebuah berita di gawainya."Tuh kan, berarti yang tadi aku lihat di cafe itu Eliza?" ujar Amaliya pada sang suami, Mihran."Nggak mungkin deh. Kalau tadi itu Eliza, kenapa dia nggak menghampiri kita?" ujar Mihran yang tidak yakin jika wanita yang sekilas dilihat Amaliya itu sahabat baik mereka yang lama menghilang."Kalian sudah ketemu?" tanya Oma Siska penasaran."Belum sih, Oma, cuma tadi aku sekilas lihat dia," jawab Amaliya.Amaliya dan Mihran pun saling tatap, begitupun dengan Oma Siska yang bingung dengan kehadiran Eliza di Indonesia yang tiba-tiba setelah sekian tahun menghilang.****"Gimana kabarnya, Om?" tanya Amaliya, saat menjenguk Pak Riswan, Papa Eliza."Alhamdulillah sedikit membaik." Pak Riswan berusaha tersenyum, meski agak lemah.Tiba-tiba, Eliza pun memasuki kamar perawatan papanya."El, lihat siapa yang datang?" tegur Pak Riswan saat melihat sang putri masuk.Amaliya pun membalikkan tubuhnya dan saat melihat yang ada dihadapannya itu adalah Eliza, sahabat yang sudah lama dirindukannya, ia langsung berlari memeluk sahabatnya itu penuh erat. Amaliya pun tidak mampu menahan airmatanya terjatuh."El, kamu ke mana aja? Aku kangen banget! Hei, aku kangen banget," ujar Amaliya merangkul sahabatnya. Eliza terpana, ia syok tidak bisa berkata apapun.Akhirnya Amaliya pun mengajak sahabatnya itu untuk hangout bareng di cafe tempat dulu biasa mereka berkumpul dengan Mihran."El, kamu kenapa sih? Sejak lulus SMA langsung menghilang aja, nggak ada kabarnya? Apa aku ada salah sama kamu? Udah bikin kamu kecewa, sampai kamu nggak mau ngehubungin aku?" cecar Amaliya.Eliza diam, wajahnya panik karena bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin baginya mengatakan alasan yang sesungguhnya."Ly, kamu kan tahu aku pengen banget kembangin karirku di dunia model? Jadi ya udah, sekalian aja aku kuliah di Amerika," jawab Eliza datar."Tapi kenapa kamu nggak mau hubungin aku?" tanya Amaliya lagi."Bukan gitu, Ly, tetapi aku kehilangan kontakmu," ujar Eliza mencoba tersenyum."Oh, gitu." Amaliya tersenyum.Namun, perkataan Amaliya selanjutnya, membuat Eliza salah tingkah. Bingung, harus menjawab apa."Ehya, gimana kalau malam ini kita ketemuan sama Mihran. Kan kita udah lama nggak kumpul bareng lagi. Sekalian kamu ajak tunangan kamu. Gimana?" ajak Amaliya.Eliza bimbang, bagaimana mungkin ia bertemu kembali dengan Mihran? Cinta masalalunya yang sulit dilupakan."Duh, kayaknya nggak bisa deh, Liya, soalnya aku udah ada janji malam ini," jawab Eliza mencoba menghindar."Please!" Amaliya pun kembali memohon, mendesak sahabatnya itu agar mau membatalkan acaranya dan kumpul bareng lagi bersamanya dan Mihran."Ok, deh! Nanti jam 8 malam ya?" ujar Eliza.Eliza pun menarik nafas panjang. Mereka akhirnya berpisah. Eliza kembali ke rumah sakit menemani Papanya yang masih lemah, sedangkan Amaliya kembali ke butiknya.****Eliza perlahan melangkahkan kakinya menuju lantai atas sebuah cafe. Terlihat, Amaliya sudah menunggunya di sebuah meja. Menikmati keindahan langit malam Jakarta."Bagaimana aku harus bertemu Mihran? Aku masih mencintainya hingga detik ini .... "Eliza akhirnya kembali berbalik menuju meja Amaliya. Ia pun menguatkan hatinya untuk bertemu dengan Amaliya dan Mihran."Sudah lama nunggu?" tegur Eliza.Amaliya pun berbalik arah, ia memeluk sahabatnya itu."Kamu sendiri?" tanya Eliza, berharap jika Mihran tidak jadi datang."Mihran masih ada meeting, nanti dia ke sini kok," jawab Amaliya tersenyum.Amaliya pun balik bertanya soal tunangan Eliza."Kamu juga sendiri. Tunangan kamu mana?" tanya balik Amaliya."Sama, dia masih ada meeting. Biasalah cowok, lebih pentingin kerjaannya. Tapi dia nanti datang kok," ujar Eliza mencoba tersenyum."El, aku bahagia banget akhirnya kita bisa ketemu lagi. Ohya, sekarang aku udah jadi desainer lo," ujar Amaliya bercerita tentang dunia barunya."Iya, aku tahu. Siapa sih yang nggak kenal desainer papan atas," jawab Eliza tertawa."El, aku mau buatin baju pengantin buat kamu. Anggap aja ini hadiah pernikahan dari aku," kata Amaliya. Bulir bening itu tak bisa ditahannya lagi. Amaliya terharu, sahabat yang sudah dianggapnya saudara itu kini ada dihadapannya lagi setelah sekian lama pergi tanpa berita."Serius? Pernikahan aku tinggal seminggu lagi, Ly?" Eliza ragu, apa mungkin Amaliya bisa mengejar waktu."Buat kamu, aku rela bergadang. Aku mau kamu terlihat cantik dihari pernikahanmu, El," ujar Amaliya. Netranya menahan bulir bening itu, tetapi terlanjur keluar deras."Amaliya, jangan nangis dong!" kata Eliza.Kedua sahabat itu berpelukan erat."Ly, aku ke toilet dulu ya." Eliza tak mampu lagi menahan airmatanya jatuh, rasa bersalah karena masih mencintai suami sahabatnya itu terus menghimpit dadanya. Semakin sesak.Di dalam toilet, Eliza pun menangis. Rasa sesak itu sedikit berkurang. Eliza mencoba menghapus airmatanya."Apa kamu masih mau menganggapku saudara jika tahu kalau aku mencintai Mihran?"Eliza pun keluar dari toilet. Gawainya pun berbunyi.[Sayang, sorry banget, aku nggak biss ikut kumpul sama kamu dan sahabatmu. Meetingku belum selesai. Ini klien besar, jadi nggak bisa diwakilkan][Ya udah, nggak apa-apa][Sorry ya, Beb, lain kali kita kumpul bareng lagi ya. Sampaikan salamku buat mereka][Ok, nanti kusampaikan]Eliza pun mematikan sambungan telepon itu sambil terus melangkah menuruni anak tangga hendak kembali ke meja di mana Amaliya menunggunya.Tiba-tibaPikiran Eliza yang tidak fokus, membuatnya bertabrakan dengan seorang lelaki tampan dan bertubuh atletis, hingga gawainya pun terjatuh. Lelaki itu pun mengambilnya dan saat kedua wajah mereka bertemu, Eliza pun kaget. Kini ia tak bisa mengelak lagi."Berpuluh kilo aku menjauh darimu, tetapi semua kini percuma. Takdir membawaku kembali bersua denganmu, Cinta pertamaku .... "bersambung ....Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka