Share

Bab 2. Bukan Lagi Wanita yang Sempurna

Mendengar penjelasan dokter, Jayden duduk bersandar di sofa dengan satu tangan menopang wajah tampannya. Tatapan tajam tertuju pada sosok yang terbaring di ranjang rawat, tepat di seberang. 

Namun, pikiran Jayden, sepenuhnya tertuju kepada wanita itu. Ia sudah memerintahkan kaki tangannya, untuk menyelidiki siapa wanita malang itu dan tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan jawaban. 

[ Alula Yan, gadis berusia 18 tahun. Miskin, memiliki ayah seorang pemabuk dan penjudi serta ibu yang lumpuh. Bukankah hidup yang malang? Gadis itu dijual, untuk melunasi hutang judi. Siapa yang melakukan hal bejat itu?  Sudah dilaporkan kepadanya juga. Namun, Jayden akan menyerahkan kepada gadis itu untuk memutuskan nasib para manusia bejat tersebut. ]

Salah satu siku tangan Jayden diletakkan di sandaran sofa, dengan tangan yang menopang wajah. Sedangkan, satu tangan lagi diletakkan di atas pangkuan di mana jari jemari bergerak perlahan dengan tempo yang teratur. 

Tiba-tiba tubuh Alula tersentak saat ia tersadar dari pengaruh obat anestesi. Gerakan itu langsung membuat Jayden berdiri dari duduknya dan melangkah mendekati ranjang, di mana tubuh Alula terbaring. 

Alula, membelalakkan mata begitu lebar saat ingatan akan pemerkosaan memenuhi benaknya. Bola mata hazel miliknya, melihat ke seluruh ruangan dengan panik. Ia tahu, ia belum mati. Karena itulah, Alula tidak ingin apa yang telah terjadi padanya terulang kembali. 

"Tenanglah! Saat ini kamu berada di rumah sakit. Kamu aman," ujar Jayden, yang dapat melihat betapa paniknya Alula. 

Suara bariton itu, menarik seluruh perhatian Alula.

Tatapan mereka bertemu dan seketika, Alula tahu ia aman. Ia tahu, perkataan pria itu adalah suatu kebenaran. 

"Tenanglah, Alula."

Kening Alula mengernyit, saat pria itu memanggil namanya. 

"A-Anda tahu siapa aku?" tanya Alula dengan suara yang begitu serak. 

Jayden mengangguk dan berhenti melangkah, saat berada tepat di sisi ranjang. 

Alula, menatap tajam ke arah pria yang berdiri menjulang tepat di sampingnya. Ia menunggu penjelasan dari pria tersebut. 

"Alula Yan. Ayahmu pemabuk dan penjudi. Sedangkan, ibumu lumpuh. Kamu memang pantas ditolong, apalagi setelah apa yang kamu alami," jawab Jayden, ringan. 

Alula, terdiam. Bagaimana pria itu tahu banyak tentang dirinya? Siapa pria itu? batinnya. Lalu, ia teringat akan perkataan tentang jati diri pria itu. 

"J-Jayden Lee?" timpal Alula, spontan. 

Jayden, mengangguk. Kemudian, ia duduk di sisi ranjang dengan tatapan yang tetap tertuju pada Alula. 

"Ya, aku Jayden Lee dan aku sudah menemukan pelaku kebejatan terhadap dirimu. Apakah kamu ingin aku membunuh mereka?" tanya Jayden. 

Setiap kata yang terucap dari bibir tipis pria itu, terdengar mutlak. Alula tahu, apa yang diucapkan pria itu pasti akan ditepati. 

"Tidak. Aku yang berhak menghabisi nyawa mereka! Aku yang berhak membalas kekejian mereka," jawab Alula. Tidak ada kesedihan atau air mata, sebab hanya ada amarah dan dendam yang memenuhi jiwanya. 

Jayden, mengangguk puas dan berdiri dari duduknya. Ia merapikan jas dan kembali menatap ke arah Alula. 

"Bagus! Lakukan itu. Aku akan pastikan mereka tetap hidup, sampai kamu mampu membalas dendam. Namun...." 

"Namun apa?" tanya Alula, saat melihat pria itu ragu-ragu untuk melanjutkan perkataannya. 

"Namun, apakah kamu tidak ingin tahu bagaimana dengan kondisi tubuhmu saat ini?" tanya Jayden, kali ini ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. 

Alula menatap ke bawah, menilai akan kondisi tubuhnya saat ini. Banyak peralatan medis yang terhubung ke tubuhnya dan ia, masih merasa lemah. 

"Aku masih memiliki napas. Jadi, aku yakin dapat bertahan," jawab Alula, lirih. 

"Benar, tubuhmu akan pulih. Hanya saja, kamu bukan lagi wanita yang sempurna," timpal Jayden, tanpa rasa belas kasihan. 

"Apa maksudmu?" tanya Alula. 

"Luka akibat pemerkosaan yang kamu alami, cukup parah. Dokter dapat menyelamatkan dirimu, tapi mereka harus melakukan pengangkatan rahim. Artinya, kamu tidak akan pernah dapat hamil!" jawab Jayden. Ia adalah tipe penguasa yang tanpa basa basi. Setiap kata yang meluncur dari bibirnya adalah hal penting dan tidak dapat diabaikan. 

Saat ini, untuk kali pertama ia meluangkan waktu untuk peduli terhadap seseorang. Selain karena keyakinan wanita itu akan berguna di masa mendatang, entah ada alasan apa lagi. Jayden sendiri tidak yakin. 

Alula, mengerjapkan mata beberapa kali. Ia berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh pria itu. Jika diingat kembali, Alula sadar adalah suatu keberuntungan ia masih dapat bertahan hidup. Adalah keberuntungan, pria itu mengulurkan tangan untuk menolong dirinya. Jika tidak, maka ia sudah mati dengan tubuh yang akan terseret ke laut lepas dan membusuk di sana. 

"Apakah kamu kecewa? Atau, apakah kamu merasa lebih baik mati daripada harus kehilangan rahim?" tanya Jayden yang penasaran dengan diamnya Alula. 

Tatapan mereka bertubrukan dan hening, untuk sesaat tidak ada yang berbicara. Jayden yakin, seorang wanita tidak akan merasa sempurna jika telah kehilangan kemampuan untuk dapat hamil. Jadi, ia yakin wanita yang terbaring di hadapannya juga akan bereaksi seperti itu atau bahkan mungkin lebih memilih mati. 

Jika seperti itu, maka Jayden akan dengan senang hati mengabulkan keinginan untuk mati tersebut. Sebab, tidak ada ruang di tengah-tengah klan Lee untuk seseorang yang lemah.

"Belum terlambat untuk mati dan–"

"Aku bersyukur! Aku bersyukur, karena tidak lagi menjadi wanita yang sempurna!" seru Alula lantang, memotong ucapan Jayden Lee yang kini menatapnya tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status