"Kamu bersyukur?" tanya Jayden dengan sebelah alis mata yang terangkat.
"Aku bersyukur untuk itu. Itu lebih baik daripada aku harus mengandung anak dari salah satu manusia-manusia bejat itu, karena akibat dari pemerkosaan! Jika itu terjadi, maka aku akan bunuh diri."
"Lagipula setelah apa yang terjadi, bagaimana Anda mengira aku memiliki keinginan untuk hamil di masa mendatang? Rahim, bukan sesuatu yang penting bagiku saat ini. Yang penting adalah aku ingin membalas dendam! Aku hanya ingin balas dendam!" tegas Alula dengan suara bergetar.
Seulas senyum puas, terpatri di wajah tampan Jayden Lee. Keputusannya tidak pernah salah, begitu juga dengan kemampuannya untuk menilai seseorang. Ya, ia tidak salah menilai wanita yang terbaring di hadapannya saat ini.
"Bagus! Selamat telah menjadi salah satu anggota keluarga klan Lee. Pulihkan dirimu dan setelah itu, aku akan mengurus semuanya untukmu," ujar Jayden dan dengan anggun, ia pun berbalik dan melangkah pergi meninggalkan kamar rawat VVIP tanpa sekalipun menoleh ke belakang.
Alula, memejamkan mata saat ia tinggal sendirian di ruangan luas ini. Bau disinfektan memenuhi penciumannya, bau khas dari rumah sakit. Apakah keputusannya tepat? Tepat atau tidak, itu tidak penting. Sebab, hanya ada satu alasan mengapa ia bertahan hidup yaitu karena keinginan balas dendam yang begitu kental.
"Selamat malam, Nona. Perkenalkan aku Joe," sapa Joe, salah satu tangan kanan Jayden yang ditugaskan untuk bertanggungjawab terhadap anggota keluarga baru klan Lee.
Alula, membuka mata lebar dan menatap ke arah seorang pria dengan setelan formal yang melangkah ke arahnya. Seketika, tubuhnya gemetar hebat saat melihat seorang pria asing mendekatinya. Trauma akan pemerkosaan yang dialami, membuat Alula dikuasai ketakutan dan panik. Tubuhnya dibasahi peluh, mulai dari kepala sampai ke ujung kaki.
"P-Pergi! PERGI!" teriak Alula kembali dengan tubuh yang gemetaran. Ia ingin lari, tapi tubuhnya begitu lemah dan hanya mampu berteriak.
Joe, pemuda berusia 25 tahun langsung menghentikan langkah kaki saat melihat betapa panik dan ketakutannya pasien yang terbaring di ranjang. Ia diperintahkan oleh sang Tuan untuk mendampingi wanita itu, tapi siapa yang menyangka reaksi seperti itu yang ia dapatkan.
"PERGI! PERGIII!" teriak Alula, kembali.
Jayden yang mendengar teriakan itu, langsung berderap kembali ke dalam kamar rawat VVIP. Beberapa orang perawat dan seorang dokter, juga turut berlari ke arah ruang VVIP di mana Alula berada.
"Ada apa?" tanya Jayden, saat melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
"T-Tidak ada Tuan! Saat aku masuk, wanita itu langsung histeris," jelas Joe, yang sendiri tidak paham atas apa yang terjadi.
Jayden, memfokuskan pandangan ke arah wanita itu. Saat seorang dokter datang mendekati, wanita itu semakin histeris dan mulai meronta. Terlihat rasa takut dan panik, yang membuat wanita itu terus meronta seperti orang yang kehilangan akal.
"Suntikkan penenang!" perintah sang dokter, yang merupakan seorang pria paruh baya.
Saat tangan sang dokter, menyentuh lengannya, Alula semakin histeris dan mulai meronta. Ia ketakutan, saat melihat pria asing mendekati apalagi menyentuh dirinya.
Para perawat mulai berusaha menahan lengan dan kaki Alula yang terus melawan, tapi ternyata cukup sulit.
Jayden melangkah mendekat ke arah ranjang, ia penasaran dengan apa yang terjadi.
"T-Tolong aku! TOLONG!" pekik Alula, saat melihat Jayden di hadapannya. Tangannya yang gemetar terulur ke depan, ke arah Jayden. Tatapan Alula memohon pada pria itu untuk menolongnya.
Tanpa ragu, Jayden melangkah maju. Melewati barisan perawat dan dokter, ia menyambut uluran tangan kurus yang gemetaran itu.
Alula, langsung merasa lega saat uluran tangannya disambut. Spontan, ia mencondongkan tubuh dan meringkuk di dada bidang terbalut jas milik Jayden Lee. Aman, ya barulah ia merasa aman. Perlahan dan pasti, tubuh kurusnya berhenti gemetar. Pria asing, membuatnya takut. Namun, tidak dengan penolongnya. Hanya penolongnya yang mampu menenangkan dirinya dari lilitan badai ketakutan.
"Tolong aku," lirih Alula dengan kedua tangan memeluk erat pinggang kokoh Jayden Lee.
Jayden mengangkat sebelah tangannya, tanda agar semua orang keluar. Dokter, para perawat dan Joe patuh, mereka semua meninggalkan ruang rawat dengan tenang. Tinggallah Alula dan Jayden di ruangan itu.
Salah satu tangan kokoh milik Jayden, mengelus punggung kurus Alula. Berusaha menenangkan wanita itu. Ternyata, bukan hanya luka fisik yang dialami Alula. Namun, ada luka yang lebih dalam di jiwa wanita malang itu dan Jayden yakin, itu sulit disembuhkan.
"Kamu aman, tenanglah."
"Tenanglah."
Suara bariton pria itu, benar-benar mampu menenangkannya. Perlahan, Alula mulai dapat bernapas dengan normal dan mampu mengendalikan dirinya.
Setelah merasa mampu mengendalikan diri, Alula pun melepaskan pelukannya dan kembali merebahkan tubuh di atas ranjang rawat.
Jayden mengeluarkan sapu tangan dari saku jas, digunakan untuk menghapus butiran keringat yang membasahi pelipis Alula.
"Kamu tidak takut padaku, tapi mengapa takut pada mereka?" tanya Jayden ringan, masih sambil menyeka keringat Alula.
Menelan ludah dan berusaha mengumpulkan tenaga, Alula pun berkata, "Entahlah. Aku tidak dapat mengendalikan ketakutanku saat berhadapan dengan pria asing. Rasa takut akan kebejatan itu terulang, langsung melilit jiwaku. Aku tidak mampu membendung rasa takut tersebut. Namun, denganmu aku merasa aman dan percaya."
Apa yang dikatakan Alula adalah kejujuran. Ia ketakutan seperti orang yang kehilangan akal, saat harus berhadapan dengan pria asing. Namun, anehnya ia merasa aman saat berada dekat dengan Jayden Lee.
"Tidak apa-apa. Itu dapat dimengerti setelah apa yang kamu lalui. Namun, percayalah aku dapat menyembuhkan dirimu. Sebab, syarat menjadi salah satu anggota keluarga klan Lee adalah tidak boleh memiliki kelemahan. Apalagi kamu adalah seseorang yang aku pilih," jawab Jayden, perlahan.
Seseorang yang dipilih? Namun, apa keuntungan bagi pria itu dengan membantunya sejauh ini? Tidak ada kebaikan yang dilakukan dengan percuma, bukan? batin Alula.
"Mengapa Anda mau menolongku?" tanya Alula, spontan.
"Apakah kamu percaya jika aku katakan bahwa alasan aku menolongmu adalah karena kebaikan hatiku?" tanya Jayden sambil merapikan jas dan tersenyum miring. Alula tidak menjawab, sebab ia tahu bukan itu alasannya. "Tidak! Bukan karena aku baik hati. Aku adalah orang yang jauh dari kata baik. Seorang ketua triad hanya akan melalukan sesuatu dengan perhitungan untung rugi. Alasanku menolongmu karena keyakinan yang aku rasakan! Aku yakin, suatu saat ketika kamu mampu membalas budi maka itu pasti akan bermanfaat bagi klan Lee," jawab Jayden, jujur. "Tentu! Tentu aku akan membalas budi baikmu. Namun, sebelum itu kamu harus membantuku pulih dan membuatku mampu balas dendam. Setelah itu, aku akan mengabdi untukmu. Kebaikanmu akan aku balas dengan jiwa dan ragaku," tutur Alula. Alasannya bertahan hidup adalah untuk menuntut balas dendam. Setelah itu terjadi, maka hidupnya tidak lagi bermakna dan ia akan dengan senang hati, menyerahkan hidupnya kepada sang penolong. "Baik, aku akan dengan s
Jayden, menghembuskan napas tanda bahwa ia begitu kesal. Namun, demi masa depan ia harus bersabar. Ya, walaupun kata sabar sebenarnya tidak ada dalam kamus kehidupannya. "Perlahan! Lakukanlah dengan perlahan dan jangan terburu-buru. Lakukan itu, saat kamu benar-benar siap. Karena itulah, kamu harus patuh dan mendengarkan perkataanku." Setelah berhasil menahan amarah, Jayden menurunkan nada suaranya. Alula, menganggukkan kepala begitu kencang. Ya, yang harus ia lakukan adalah percaya terhadap perkataan sang penolong. Jayden mengangkat sebelah tangan dan diletakkan pada sisi wajah Alula. Tangan kokoh dan hangat itu, menyapu sisi wajah Alula yang dipenuhi butiran peluh. Sentuhan hangat, menggetarkan jiwa Alula. Walau takut, tapi rasa nikmat lebih kentara. Alula membalas tatapan Jayden dan untuk sesaat, waktu seakan berhenti. "Patuhlah padaku, maka kamu akan menjadi seseorang yang kuat dan tidak dapat tertandingi," ujar Jayden, kali ini dengan nada suara yang lembut. Alula, te
Si kaki tangan, terdiam sejenak saat mempertimbangkan apa yang harus dikatakan untuk menjawab pertanyaan Sang Tuan. "Aku tidak yakin Tuan," jawab si kaki tangan jujur. Teori akan berbeda dengan saat praktek, itu yang selama ini diyakini. Jadi, kemampuan Alula atau Anna Lee belumlah cukup untuk membalas dendam walaupun dengan kebencian yang membakar jiwa. Jayden, mengangguk. Ia suka dengan orang yang jujur daripada berkata manis, makanya pemuda yang ada dalam satu ruangan dengannya mampu menjadi kaki tangan terpercaya. "Saat Anna tiba, bawa dia ke hadapanku!" perintah Jayden Lee. "Baik Tuan." **** Setelah perintah Jayden, semua bergerak sesuai arahannya, termasuk Alula. Ah, tidak! Anna Lee. Dia kini terlihat seperti anak hilang di bandara internasional Negara Z. "Anna, ayo masuk!" Amy sang pengawal, menyadarkan Anna dari cengkeraman ketakutan. Ya, berada di tengah keramaian seperti ini membuatnya panik setengah mati. Cara menenangkan diri yang dipelajari selama tiga tahun
"Gaun ini tidak dirancang dikenakan dengan bra dan untuk celana dalam harus dengan bahan yang lembut, agar tidak tercetak saat gaun melekat di tubuh Nona," jelas si pegawai. Dengan wajah merona karena malu, Anna pun melepaskan pakaian dalam mengikuti instruksi si pegawai toko. Telanjang, Anna pun buru-buru mengambil celana dalam baru dari si pegawai dan langsung mengenakannya. Celana dalam berbahan kain yang begitu tipis, seperti kulit kedua yang melekat sempurna. Lalu, si pegawai mulai membantu Anna mengenakan gaun hitam yang begitu elegan. Setelah terpasang sempurna di tubuh, penampilannya membuat Anna sendiri terpukau. Ia terlihat amat jauh berbeda, begitu elegan dan seksi. Gaun itu terlihat sopan pada bagian depan. Model kerah longgar agak turun, memamerkan keindahan pundak dan leher Anna yang jenjang. Namun, karena jenis kain yang begitu lembut, gaun itu menjiplak lekukan tubuhnya dengan begitu jelas. Bahkan, bayangan puting terlihat jelas dan membuat wajah Anna kembali meron
Di dalam ruang ballroom termegah yang dimiliki Hotel Zeus, semua mata para tamu tertuju pada sosok seorang wanita yang baru saja melangkah masuk. Daya tarik alami serta sikap penuh kehati-hatian, membuat orang merasa penasaran. Apalagi ada topeng indah yang menutup sebagian wajah wanita itu. Anna, ragu untuk melangkahkan kakinya. Apalagi, saat sadar akan tatapan orang-orang berpakaian formal yang tertuju padanya. Keinginan untuk berbalik dan melarikan diri begitu menggoda, tapi niat itu diurungkan seketika saat tatapannya menangkap sosok pria itu. Jayden Lee, menatap ke arah pintu masuk ballroom. Aset di mana ia telah banyak berinvestasi, telah kembali. Namun, apakah investasinya memberikan hasil yang sepadan atau tidak, ia masih harus memastikannya. Satu hal yang pasti, sisi kewanitaan milik asetnya itu begitu kental dan begitu menarik bagi lawan jenis. Ya, itu adalah kelebihan Alula Yan gadis yang ia selamatkan tiga tahun yang lalu. Kembali kepada Anna Lee atau Alula Yan. Spont
Jayden melangkah ke arah di mana Anna berdiri. Tiba di sana, dengan perlahan Jayden melepaskan topeng yang menutup wajah cantik itu. Ia ingin, melihat seperti apa ekspresi Anna Lee. Namun, setelah melihat Jayden merasa kecewa, sebab hanya ketakutan yang terpatri pada wajah cantik itu. Ini mungkin akan sedikit kejam, tapi harus dilakukan agar wanita itu teringat akan alasan menerima uluran tangannya saat itu. Jayden melempar topeng itu ke lantai, kemudian kedua tangannya diletakkan pada lengan bagian atas milik Anna Lee. Membungkuk sedikit dan mendekatkan wajahnya pada wajah cantik itu, Jayden pun mulai berkata, "Ibumu adalah wanita lumpuh yang tidak berguna. Sedangkan, ayahmu seorang penjudi dan pemabuk! Dia menjualmu kepada Tuan Mo, untuk menebus hutang judi dan mendapatkan sedikit sisa uang.""Rencananya, kamu akan dijual ke ibukota sebagai pelacur. Namun, sialnya perjalanan ke ibukota memakan waktu tujuh hari dengan menggunakan kapal. Tujuh hari, kamu diperkosa secara bergilir ol
"Baiklah, aku harus kembali ke pesta. Sam, antar Anna untuk memilih senjata. Lalu, bawa dia kembali ke desa nelayan," ujar Jayden dan memberikan kode dengan tangan, agar mereka segera keluar. "Ayo Nona," ajak Sam kepada Anna. "Anda tidak ikut?" tanya Anna. Ia berharap Jayden Lee tetap mendampinginya. "Itu urusanmu, bukan urusanku," jawab Jayden ringan. Ia tidak suka ketergantungan, karena itulah ia tidak ingin Anna terus tergantung padanya.Jawaban itu, cukup mengecewakan. Namun demi menunjukkan tekadnya untuk balas dendam, Anna pun pergi mengikuti Sam tanpa berkata apapun lagi. Anna ingin menunjukkan kepada sang penolong bahwa ia mampu dan pantas menyandang marga Lee di belakang nama barunya. Sam dan Anna, melangkah keluar dari ruangan itu dan mengitari koridor belakang, jauh dari keramaian. Ternyata di sana ada sebuah lift, yang jika tidak diperhatikan maka tidak akan disadari keberadaannya. Anna tidak banyak bertanya, ia patuh mengikuti Sam masuk ke dalam lift. Lift membawa me
Tatapan Anna terkunci pada sosok pria bertubuh gempal, yang tidak sadarkan diri. Pakaian lusuh dan compang camping, tanda hidup pria bejat itu jauh dari kata makmur. Anna yakin, itu adalah karma dari tindakan bejat pria itu. Menarik topi hitam turun, menutup sebagian wajah, Anna pun melompat ke arah Pan. Mendarat dengan posisi berlutut dengan satu kaki ditekuk, belati tajam itu langsung menargetkan tendon kaki pria gemuk itu. Kedua tendon kaki, diiris cukup dalam dan membuat darah muncrat keluar. Seketika, teriakan penuh kesakitan meraung keluar dari bibir Pan yang begitu bau alkohol. "ARGHHHH!""ARGHHHH!"Teriakan yang menggelegar, membuat tamu lain yang awalnya tertidur langsung bangun. Namun, saat melihat darah yang berceceran orang-orang memilih lari keluar, meninggalkan kedai. Ya, meninggalkan mereka yang sedang menyelesaikan masalah. BRUKKK! Tubuh gempal itu tersungkur ke lantai kayu yang reyot. Benar, kedua kakinya itu tidak lagi mampu menopang berat badannya. "T-TOLONGGG