Share

Bab 4. Mengabdi

"Apakah kamu percaya jika aku katakan bahwa alasan aku menolongmu adalah karena kebaikan hatiku?" tanya Jayden sambil merapikan jas dan tersenyum miring.

Alula tidak menjawab, sebab ia tahu bukan itu alasannya.

"Tidak! Bukan karena aku baik hati. Aku adalah orang yang jauh dari kata baik. Seorang ketua triad hanya akan melalukan sesuatu dengan perhitungan untung rugi. Alasanku menolongmu karena keyakinan yang aku rasakan! Aku yakin, suatu saat ketika kamu mampu membalas budi maka itu pasti akan bermanfaat bagi klan Lee," jawab Jayden, jujur. 

"Tentu! Tentu aku akan membalas budi baikmu. Namun, sebelum itu kamu harus membantuku pulih dan membuatku mampu balas dendam. Setelah itu, aku akan mengabdi untukmu. Kebaikanmu akan aku balas dengan jiwa dan ragaku," tutur Alula. Alasannya bertahan hidup adalah untuk menuntut balas dendam. Setelah itu terjadi, maka hidupnya tidak lagi bermakna dan ia akan dengan senang hati, menyerahkan hidupnya kepada sang penolong. 

"Baik, aku akan dengan senang hati mengurus hidupmu. Istirahatlah. Kamu harus segera pulih agar dapat menuntut balas dendam dan mengabdi padaku," ujar Jayden dan berbalik pergi, meninggalkan ruang rawat VVIP tersebut. 

Jayden Lee, bukan pria yang penuh empati. Wanita baginya hanya sebagai alat pemuas nafsu. Alula, hanya berbeda sedikit. Ya, wanita itu lebih bermanfaat di masa mendatang daripada menjadi penghangat ranjangnya. 

Jayden sudah tahu akan masalah Alula, maka ia memerintahkan hanya dokter dan perawat wanita yang boleh mendekati Alula. Setelah pulih, barulah ia akan memikirkan langkah selanjutnya. 

****

Satu bulan yang panjang, akhirnya berlalu. Fisik Alula sudah pulih sepenuhnya dan ia diizinkan meninggalkan rumah sakit. 

Hari itu juga, sang penolong datang menjenguknya. Alula bersyukur melihatnya walau pria itu muncul saat di hari pertama ia masuk ke rumah sakit dan pada hari terakhir. 

"Bagaimana kondisimu?" tanya Jayden yang melangkah masuk ke dalam ruang rawat VVIP. Seperti biasa penampilan selalu elegan, hari ini ia mengenakan setelah jas berwarna putih yang dipadu dengan kemeja abu-abu tua. 

"Aku baik," jawab Alula singkat. Satu set pakaian baru sudah disediakan dan Alula langsung mengenakannya. Ia miskin dan tidak tahu tentang mode, tapi hanya dengan menyentuh kain dari pakaian itu, Alula tahu harganya pasti mahal. 

"Apakah kamu ingin tahu kabar tentang orang tuamu? Ayah dan ibumu?" tanya Jayden, sambil duduk di sofa yang ada di ruangan itu. 

Alula, menggeleng. 

"Tidak! Aku akan mencari tahu sendiri. Aku sudah pulih dan akan kembali ke tanah kelahiranku, untuk mencari tahu dan balas dendam," jawab Alula. 

Ha ha ha! 

Jayden, tertawa. Ya, pria itu tertawa geli seakan-akan ada hal lucu yang baru saja dikatakan oleh Alula. 

Melihat reaksi sang penolong, membuat rasa percaya diri Alula menciut. 

Setelah tertawa selama beberapa saat, akhirnya Jayden berdiri dan melangkah ke arah Alula dengan tatapan yang tajam. 

Jayden Lee, berusia 30 tahun dan ini adalah masa emas dalam kehidupannya. Tidak mudah untuk menduduki posisi sebagai ketua triad klan Lee di usianya ini. Namun, ia berhasil setelah melakukan segala cara baik itu baik maupun buruk. Banyak nyawa yang dihilangkan, agar ia dapat menduduki posisi ini dengan nyaman. Singkatnya, ia telah merasakan kelam dan buruknya kehidupan. Melihat betapa naif dan bodohnya wanita itu, membuatnya kesal. 

Ia berhenti melangkah saat tepat berada di hadapan Alula, begitu dekat. Tubuh mereka bahkan hampir berhimpitan. 

Jayden menunduk, untuk menatap ke arah Alula. Tingginya yang 190 cm, membuatnya menjulang di hadapan Alula yang bertubuh mungil. 

Alula, menengadah. Kedekatan ini, perlahan mulai membuatnya merasa ketakutan. Apalagi, saat pria itu menunduk untuk mensejajarkan mata mereka. Hidung mancung pria itu, bahkan bersinggungan dengan ujung hidung Alula dan membuatnya langsung mundur tiga langkah dengan terburu-buru. 

Namun, Jayden mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan Alula dan menariknya dengan kasar, agar wanita itu kembali ke tempatnya semula. 

"Kamu takut?" bisik Jayden, tepat di telinga Alula. 

Hembusan napas hangat pria itu, tepat di telinga membuat Alula bergidik dan merasakan sesuatu yang menggelitik. Namun, rasa itu hanya sesaat sebelum tergantikan oleh rasa takut yang mencekam. 

"Y-Ya...." jawab Alula tergagap dan tubuhnya mulai gemetar hebat. 

Lalu, dengan satu sentakan kuat Jayden melepaskan pegangannya pada kerah kemeja Alula. Gerakan itu, membuat tubuh wanita itu langsung terduduk di lantai. 

Alula, berusaha mengisi paru-parunya dengan oksigen. Ya, rasa takut yang mencekam membuatnya kesulitan bernapas. Keringat dingin mulai bercucuran bahkan telapak tangannya begitu basah. Spontan, ia memundurkan tubuh saat melihat pria itu berlutut di hadapannya, dengan satu kaki ditekuk. 

"Bagaimana kamu bisa membalas dendam?" tanya Jayden, sinis. Ia muak, melihat betapa lemah wanita itu.

Wajah Alula, pucat pasi. Di antara rasa takut, ia sadar bahwa apa yang dikatakan pria itu benar. Bagaimana ia bisa balas dendam, jika seperti ini? Apa yang dapat dilakukan, saat berhadapan dengan manusia-manusia bejat itu? batinnya, ngeri. 

"A-Aku... A... Aku....." 

Alula tergagap, pikirannya seakan berhenti berputar. Ia tidak dapat berkata-kata, apalagi saat harus membalas tatapan tajam dari mata monolid yang hitam kelam itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status