Share

BAB 3 PERINGATAN

Author: Rydepa
last update Last Updated: 2024-09-30 13:18:43

Gerald mendapati dirinya di lingkungan yang tidak dikenal, sekelilingnya tampak remang-remang, suram, dan sunyi.

Jenis kesunyian yang membuat merinding, seakan ada monster yang bersembunyi dalam gelap siap menerkam di saat lengah.

Gerald juga merasakan kakinya basah. Melihat ke bawah, ada air hitam legam mengotori kakinya. Dengan tenang Gerald memindai sekeliling, hanya ada kegelapan yang terlihat.

Saat Gerald mencoba melangkah untuk mencari jalan keluar, ada angin kencang yang mencoba menelannya dalam kegelapan. Gerald berusaha melawan, tapi mendapati kekuatannya tidak bisa digunakan.

Gerald menahan angin dengan sekuat tenaga, sampai suara yang paling dirindukannya terdengar, membuat lengah.

"Gerald." Ia tercengang melihat istrinya berada dihadapannya sekarang. Meraih tangannya dengan erat, mencegahnya agar tidak terbawa oleh angin.

Alina berkata dengan suara keras penuh urgensi, "Gerald, aku tak punya banyak waktu. Jadi dengarkan, Ken dalam bahaya lindungilah dia."

Alina melemparkan Gerald ke dalam lingkaran cahaya, mengeluarkannya dari kegelapan. Gerald menyaksikan Alina menghilang bersama kegelapan.

"Alina!" Gerald terbangun dengan nafas terengah-engah, karingat dingin membanjiri punggung dan lehernya. Membuat tubuhnya terasa kaku. Jantungnya berdebar dengan gila, seakan-akan ingin meledak di dadanya.

Rasa terkejut dan kesedihan masih menggantung hatinya, sangat berat seperti beban yang tak tertahankan. Sekilas ia melihat lingkungan kantor yang akrab, jiwanya yang masih tersesat kembali sadar. Bahwa itu semua hanya mimpi.

Namun, suara Alina masih tergiang di dalam benaknya seperti nyata, setiap suara membawa kerinduannya yang mendalam.

Itu mengingatkan kembali Gerald pada diri Alina yang hangat dan lembut, yang selalu bisa membuatnya merasa nyaman dan tertawa, kini hanya tinggal kenangan. Membuat luka perih yang belum pulih dihatinya semakin robek, menambah beban yang tidak pernah hilang.

Gerald menyandarkan dirinya di kursi, tangnnya yang dingin mencengkram erat lengan kursi. Seperti itu satu-satunya hal yang dapat menjaga kewarasannya.

Matanya tertutup, mencoba memikirkan maksud dari ucapan Alina. Hari sudah gelap, tapi tidak ada yang berani untuk menyalakan lampu di ruangannya.

Apa maksudnya? Gerald tidak bisa menebak sama sekali, perasaan tidak berdaya menyeruak dalam dirinya. Jenis perasaan yang paling ia benci, saat gagal melindungi orang-orang yang dicintainya.

Ini terasa memuakkan, hingga membuatnya sulit bernafas. Ia hanya bisa mempersiapkan segalanya, agar dapat mencegah Ken terluka di masa depan.

Meski Gerad tahu bahwa takdir adalah sesuatu diluar kendalinya, tapi apakah ia akan diam saja ketika takdir mencoba menghancurkan hal berharga pada dirinya. tentu saja Gerald tidak akan diam, ia rela menderita lagi dan lagi jika itu bisa menyelamatkan Ken.

Namun kali ini, ia merasakan dengan jelas apa artinya hal itu. Gerald menggertakkan gigi, takdir saat ini seperti tangan besi yang menekannya agar terus tidak berdaya. Tidak ada yang lebih menyakitkan baginya selain mengetahui bahwa ia gagal melindungi orang yang disayanginya.

Mata Gerald menatap pada cahaya biru yang muncul tiba-tiba di kantornya, sama sekali tidak terkejut. Semain lama cahaya itu membentuk tubuh seseorang, segera Caroline muncul di hadapannya.

"Aku mendapat penglihatan tentang Ken, Gerald. Tidak lama lagi ia akan segera bangkit." Caroline langsung berbicara ke intinya tanpa basa-basi, duduk langsung di sofa menghadap Gerald.

"Tetapi, saat aku ingin melihat lebih jauh kapan tepatnya itu terjadi. Ada sulur mawar hitam yang menghentikanku, sehingga aku tak bisa melihat masa depannya lagi."

Tanpa sadar Caroline mengusap merinding yang muncul di lengannya, saat mengingat hal itu.

Caroline masih ingat dengan jelas rasa sakit di tubuh spritualnya, seperti ular berduri yang membelit erat mangsanya.

Tidak membiarkannya lepas, menancapkan setiap gigitan dengan penuh racun yang menjalari seluruh jiwanya. Caroline ingin berteriak, namun tidak berani karena ketakutan membungkamnya.

Jelas yang ia lihat hanyalah segumpal sulur bunga mawar, tapi membawa rasa ketakutan yang sama persis dari makhluk agung yang duduk di tempat tertinggi. Sesuatu yang tidak terjangkau, mulia, dan hikmat.

Perasaan menindas yang datang dari makhluk yang agung itu begitu tak tertahankan, membuat Caroline segera berlutut memohon ampunan, seluruh tubuhnya mati rasa dan kaku dalam ketakutan.

"Lancang sekali kau melangkah ke tempat ini! Dengarlah cenayang, jangan pernah kau mencoba untuk mengetahui jalan takdirnya, karena itu adalah sesuatu yang tidak pantas kau ketahui, atau kau akan mendapatkan balasannya."

Roh mawar memperingati, sulur berduri secara tiba-tiba mencengkram leher Caroline. Tubuhnya mematung, rasa cekikan di lehernya membuat nafasnya tersendat.

Kengerian melumpuhkan semua bagian dalam dirinya, Caroline hanya bisa bersujud, tidak berani menatap, menjawab dengan gemetar dan hati-hati. " ... baik ... saya mengerti. "

Tubuh Caroline gemetar hebat ketika mengingat kembali suara itu, rasa dingin menjalar dari ujung kaki ke punggungnya. Kala menyaksikan kekuatan luar biasa yang tidak mungkin dilawan.

Menyaksikan jarinya yang mulai bergetar tak terkendali, dan mengepalkannya dengan erat. Perasaan itu benar-benar terukir jelas di benaknya, membuat drinya selalu gelisah.

Ketakutan itu begitu mengerikan hingga benar-benar membekas di jiwanya. Membuat tengorokannya tercekat, seakan suara itu masih menekan tenggorokannya agar tidak berbicara.

"Kau baik-baik saja, Caroline?" Gerald bertanya, mengerutkan kening saat melihat wajah Caroline tiba-tiba pucat dan menjadi diam.

Caroline tersadar dari lamunannya, menutup mata dan mencoba mengumpulkan keberaniannya dengan menghembuskan nafas dalam-dalam.

Tubuhnya masih belum bisa tenang, tapi setidaknya ia bisa mengendalikannya sekarang. "Aku baik-baik saja."

Jawaban Caroline tidak berguna, Gerald dapat merasakan ada yang tidak beres. Ia mengerutkan kening dengan tajam. "Kau belum menjelaskan semuanya padaku bukan, Caroline?"

Caroline semakin menghela nafas, suaranya penuh frustasi. "Baik, aku diberi peringatan untuk tidak mencoba mengintip lagi masa depan Ken. Suara itu berasal dari makhluk agung, Gerald. Kau tahu apa artinya itu, bukan?" Ada ketakutan dalam terpendam dalam suaranya.

Bahkan selama percakapan, setiap kali Caroline ingin melupakan pertemuan dengan makhluk agung itu. Ia akan selalu mengingat sulur mawar berduri yang mencekiknya, seperti tidak ingin membiarkannya bernafas dengan lega. Ingin selalu membatnya ketakutan, agar Caroline tetap tutup mulut.

Apa artinya itu?

Jelas artinya bahwa Ken akan terlibat dengan sesuatu di luar jangkauan Gerald, begitu juga dengan bahaya yang mengintainya.

Pertama peringatan dari Alina, dan sekarang penjelasan Caroline. Membentuk bayangan situasi berbahaya yang dapat menimpa Ken. Ketakutan bahwa ia akan kehilangan Ken sama seperti Alina. Membuat jantung Gerald tercekik, seperti diperas dan diremukkan.

Ini menandakan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi pada Ken, Gerald menghembuskan napas berat, tenggelam dalam pemikiran yang dalam. Tiba-tiba ia terkekeh, tertawa mengejek diri sendiri.

"Pada akhirnya, semuanya tetap terjadi," katanya dengan putus asa, suaranya pecah. "Segala sesuatu yang kucegah tetap saja terjadi." Tangan Gerald meninju meja melampiaskan frustasi yang menyelimuti dadanya, menyebabkan retakan besar.

Caroline melihat keputusasaan Gerald, menghela napas kembali. Setelah kehilangan Alina, Gerald menjadi sangat protektif terhadap Ken. Bahkan sampai mengunci kemampuan Ken ketika kecil, tetap membiarkannya dalam kegelapan.

"Gerald, kita tidak bisa melawan takdir, apa yang terjadi akan selalu terjadi. Pada akhirnya, kekuatan Ken akan bangkit dan dia akan tahu identitas aslinya."

Caroline bangkit dan menepuk bahu Gerald, membujuknya dengan lembut. "Kita hanya bisa bersiap untuk apapun yang akan terjadi di masa depan."

"Segera pulang dan istirahatlah, Ken pasti sedang menunggumu di rumah." Gerald mengangguk, menghela nafas dalam-dalam menenangkan diri. Melihat Caroline telah berubah kembali menjadi cahaya dan menghilang.

Sampai di rumah tanpa bertanya pada Tanon, Gerald mendatangi rumah kaca dan tebakannya benar. Ken sedang tertidur lelap di sana, Gerald pertama-tama mengusap rambut Ken dan memasangkan selimut.

Anaknya terlelap begitu damai sekarang, di balik itu semua Gerald tahu sesuatu yang berbahaya menanti di dalam kegelapan. Namun untuk saat ini, Gerald ingin melindungi momen hangat ini dan menjaganya sedikit lebih lama.

"Mimpi indah, Ken."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DERRENT FAMILY : SHADOW OF THE PAST    BAB 60 PENENANG

    Setelah menyadari bahwa semua yang dilihatnya hanyalah ilusi, Ken tidak merasa lega. Sebaliknya, tubuhnya menjadi semakin berat, semua tenaganya terkuras oleh kenyataan yang baru saja menghantamnya. Ia menatap kosong ke lingkungan sekitarnya, matanya tidak fokus seolah pikirannya masih terjebak dalam ilusi. Kepalanya dengan kaku menoleh kepada Charlos, dan bertemu dengan mata ungu yang menatapnya khawatir. "Lihat, Ken? Apa yang aku katakan benar, bukan? Semua yang kau lihat sebelumnya adalah ilusi," jelas Charlos dengan lembut, menatap ke mata Ken yang kosong, lalu pada wajahnya yang seputih kertas. Charlos juga mengamati helaian rambut Ken yang basah oleh keringat dan menempel di pipinya, seperti hewan malang yang kehilangan arah di tengah hujan badai. Ia dengan penuh kehati-hatian mencoba membimbingnya kembali ke kenyataan, sepenuhnya memperlakukan Ken seperti porselen yang rapuh. Ken merasa dadanya masih sesak, napasnya tersengal dengan ritme yang tidak beraturan. Seakan paru-p

  • DERRENT FAMILY : SHADOW OF THE PAST    BAB 59 ILUSI PECAH

    Untuk sesaat, Asila panik melihat tatapan gila di mata Charlos. Namun mengingat rekannya yang masih terjebak dalam ilusinya, perlahan ketenangan menggantikan kegelisahannya. Asila membalas tatapan Charlos dengan percaya diri. Meski sedikit mengerutkan kening karena sakit, sikap sombongnya tetap tidak hilang. Darah yang mengalir dari sudut bibirnya tidak menghalangi Asila untuk menyeringai mengejek pada Charlos. "Dengan melepaskan saudaramu, kau pikir aku bodoh, hah?" Charlos juga sadar bahwa Asila memegang kendali terhadap Ken, wajar dia masih begitu sombong meski diinjak dengan keras olehnya. Tidak ada gunanya jika ia terus memaksa, semakin cemas dirinya, Asila akan semakin sombong. Succubus itu pasti akan semakin menjerumuskan Ken ke dalam ilusi, membuatnya berbahaya bagi keselamatannya. Maka, Charlos memaksa dirinya tetap tenang. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menatap Asila tanpa ekspresi. "Baiklah, memang bodoh jika aku meminta hal itu padamu." Lalu sebuah senyum muncu

  • DERRENT FAMILY : SHADOW OF THE PAST    BAB 58 IBU?

    Bayangan ayahnya muncul kembali, ia selalu menyembunyikan luka di balik senyum yang ditunjukkan padanya. Ken selalu tahu bahwa keberadaannya selalu mengingatkan Gerald pada ibunya. Namun, tidak pernah sekali pun ayahnya mengucapkan kata-kata yang menyalahkan dirinya. Tapi justru itu yang membuat luka di hatinya semakin dalam. Darah di sekitar membuat tubuhnya semakin dingin, bisa dibayangkan betapa sakit ibunya saat berkorban untuknya. "Ibu ... tolong maafkan aku," mohon Ken, suaranya keluar dengan pecah dari tenggorokannya. Di dalam tubuh Ken, Keres mencoba mendobrak penghalang yang menghalanginya untuk terhubung dengan Ken. Ia meraung dengan marah. "Dasar Succubus sialan!" Tidak peduli seberapa keras Keres berusaha, hasilnya nihil. Ia hanya bisa menyaksikan tanpa daya Ken yang terpuruk. Sementara di sisinya, semua sulur bergetar dan meliuk-liuk dengan cemas. 'Papa, sedang kesakitan.' 'Wuwuwu ... kenapa kita tidak bisa membantu papa?' Baik Keres maupun sulur bisa merasakan be

  • DERRENT FAMILY : SHADOW OF THE PAST    BAB 57 KETAKUTAN

    Memasuki ruangan yang gelap, mata Ken menyipit untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Baru kemudian ia menyadari, bahwa apa yang ia injak adalah genangan darah. Ken mengerutkan kening, lalu mengeluarkan sulurnya, bersiap untuk menghadapi musuh. Ken melanjutkan langkahnya dengan mantap dan mulai melihat sosok yang meringkuk dengan kepala tertunduk. Detik berikutnya, orang itu mengangkat kepalanya dan menatapnya. Langkah Ken langsung terhenti dengan tubuh yang membeku, matanya melebar dengan tidak percaya melihat sosok itu. Sementara di luar ruangan, Bellis memperhatikan Ken dan Charlos yang masing-masing memasuki ruangan yang berbeda. Ia tidak berani mendekati Ken maupun Charlos, apalagi Mirk, sehingga Bellis memilih menjauh. Tubuhnya remuk hampir tak berbentuk, napasnya berat seolah menghirup pecahan kaca tajam daripada udara. Setiap tarikan napasnya terasa menyakitkan, seperti menggores paru-parunya. Sehingga ia memilih untuk langsung duduk di lantai yang rusak, memanfaat

  • DERRENT FAMILY : SHADOW OF THE PAST    BAB 56 RUANGAN

    Saat keluar dari penginapan, resepsionis paruh baya itu mengintip ke arah rombongan Ken. Ia ingat dengan jelas bahwa jumlah mereka adalah bertiga, namun sekarang ada tambahan satu orang lagi. Dari gerak-gerik tubuhnya yang tidak wajar, ia tentu mengerti bahwa gadis itu menderita penyiksaan. Dalam hati paruh baya itu, ia menghela napas kasihan atas nasib buruknya. Kemudian tatapannya bersentuhan dengan pupil merah seseorang, tubuhnya langsung membeku dengan hawa dingin yang membelai punggungnya. Lelaki itu hanya menoleh sekilas, dan memberikan senyuman padanya. Terlihat ramah dan tidak berbahaya. Namun membangkitkan gelombang ketakutan dari lubuk hatinya, ia langsung mengerti makna di balik senyum itu. Sebuah ancaman, peringatan untuk tidak mengawasinya, atau kau akan menyesalinya. Dengan kaku, ia perlahan menarik tatapannya. Untuk sementara ia merutuki kecerobohannya, dan hampir saja melayangkan nyawanya sendiri. Pada pandangan pertama, orang-orang itu jelas sangat berbahaya. Be

  • DERRENT FAMILY : SHADOW OF THE PAST    BAB 55 NERAKA

    Duri-duri kecil menusuk lebih dalam pada kulit lehernya, meninggalkan garis-garis ungu yang perlahan berubah menjadi tetesan darahnya. Secara naluriah, Bellis meronta saat lehernya dicengkeram lebih erat lagi. Napasnya tersengal saat mencoba mengirim lebih banyak oksigen pada paru-parunya. Ken tidak tergesa-gesa, ia menatap Bellis dengan dingin tanpa emosi. Seolah-olah Bellis tidak lebih dari serangga yang bisa ia remukkan dengan santai. Tidak ada rasa kasihan, ia hanya merasa jengkel karena mengganggu istirahatnya. Jemarinya bergerak sedikit, dan detik berikutnya sulur menarik tangan dan kaki Bellis. "Ahhh!" Jeritan melengking memenuhi ruangan, ketika tulang di pergelangan tangan Bellis patah dengan mudah, semudah seperti mematahkan cabang tipis di pohon. Air mata dengan cepat memenuhi mata Bellis, jari-jarinya menegang lalu terkulai lemas tak bisa lagi digerakkan. Rasa sakitnya begitu mendalam hingga otaknya tidak bisa memproses. Keringat dingin mengalir dengan cepat menetes ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status