Ken, yang dapat melihat hantu, mulai menyadari kabut hitam yang menyelimuti beberapa orang tertentu, termasuk sepupunya, Charlos. Suatu hari, Ken berhasil menyelamatkan Charlos dari Sheila. Pacarnya yang ternyata seorang hantu, yang menyamar untuk memangsa mereka. Dari insiden itu, Ken dan Charlos mengetahui bahwa mereka bukan manusia biasa, melainkan immortal. Ken kemudian terjebak dalam kontrak dengan iblis yang dibuat ibunya, di mana ia harus mengumpulkan fragmen jiwa Aletta yang tersebar di dunia immortal. Jika gagal, nyawa Ken menjadi taruhannya. Untuk melindungi nyawanya, Ken dan Charlos memasuki dunia immortal. Bersama menghadapi berbagai bahaya dari monster dan konsprirasi immortal lainnya yang memegang fragmen jiwa Aletta. Fragmen jiwa Aletta yang tersebar mempunyai kekuatan besar yang dapat mengabulkan apa pun, dan setiap monster dan immortal yang memilikinya menjadi ancaman bagi Ken dan Charlos yang harus dihadapi. Di tengah pencariannya, Ken dipaksa menghadapi traumanya yang terkait dengan kematian ibunya. Dan terungkapnya kebenaran rahasia keluarga Derrent. Sementara itu, hubunga Ken dengan iblis itu, yang ternyata terkait dengan masa lalunya semakin memperumit keadaan. Di saat Ken mulai mengungkap siapa dirinya, sebagai Garenka di masa lalu, ia mulai membangunkan kebencian dan dendam yang terkubur dalam dirinya. Ken dan Charlos juga menemukan bahwa misi mereka bukan hanya tentang mengumpulkan fragmen, tapi juga untuk membalas dendam pada mereka yang telah menghancurkan kehidupan mereka sebelumnya.
View More"Alina kami datang lagi, apa kau merindukan kami? Kami di sini merindukanmu. Oh, kami juga membawa bunga mawar kesukaanmu."
Seperti biasa Gerald mulai menceritakan bagaimana rutinitas sehari-harinya. Seringkali, Ken menatap ayahnya yang berbicara dengan lembut, tanpa menyembunyikan kasih sayang yang mendalam di matanya yang hitam pekat, seolah ibu ada di hadapannya menanggapi dan tertawa. Ken selalu berdiri di belakang, sedikit menjauh untuk memberi ruang untuk Gerald, tapi hari ini terasa berbeda. Seperti ada sepasang mata yang menatap lekat ke arahnya. Ken menoleh untuk memeriksa sekitar, tapi menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Meski begitu, Ken secara sensitif menangkap ketegangan aneh di situasi yang tenang ini. Membuat lengannya merinding, menelan ludah dengan gugup dan hatinya mulai merasa cemas. Sambil berbicara, Gerald segera merasakan tatapan asing mengarah pada anaknya. Jantungnya berdebar kencang, detaknya terdengar keras di telinganya karena ketakutan. Cemas akan keselamatan Ken, Ia melirik Ken dari bahunya yang terlihat kebingungan melihat ke sekitar. Dengan cepat jarinya membuat lingkaran kecil, aura berwarna biru gelap menyebar ke sekeliling pemakaman. Menghalau aura hitam yang mencoba menyentuh tubuh Ken, punggungnya berkeringat dingin. 'Jangan ganggu anakku.' Peringat Gerald dengan menggemakan suara telapati ke sekitar, menatap sekitar dengan tajam. Memperingatkan pada apapun yang berani mengincar anaknya. Hampir saja aura itu menyentuh Ken, bahkan Gerald lengah. Aura itu tipis, hampir tidak terdeteksi. Namun sekilas Gerald tahu bahwa itu bukanlah hal yang baik. Ia tidak merasakan adanya tanda-tanda keberadaan seseorang, yang membuat Gerald waspada dengan mengerutkan kening samar. Ia hanya bisa melindungi Ken dengan aura miliknya, bahkan Ken mulai menyadari keanehan situasi. Buktinya adalah Ken mulai melihat sekitar, anak itu sangat sensitif sejak masih kecil. "Ken, jangan pedulikan apa pun. Ingat ayah ada di sini, semua akan baik-baik saja." Ken menatap punggung lebar ayahnya yang sedang berjongkok di samping kuburan, tersenyum tipis. "Iya aku tahu, Ayah. Jangan khawatir, sekarang aku bukan anak kecil lagi." "Bagus kalau kau mengerti, ayo pulang." Gerald menepuk pundak Ken, menatap anak laki-laki yang kini sudah dewasa dengan tinggi yang sama dengan dirinya. Rasanya seperti kemarin, anak berusia sepuluh tahun dengan tinggi yang mencapai pinggangnya, datang menghampiri sambil berkata, "Ayah, apa memang benar aku aneh? Jelas aku melihatnya, tapi kenapa orang-orang bersikeras mengatakan mereka tidak melihat apa-apa, bahkan Carlos pun sama." "Ken, dengarkan Ayah sayang, jika bertemu dengan mereka jangan takut. Jangan biarkan ketakutan menguasai dirimu, kau harus melawan jika mereka berani menyakitimu." Gerald memandang mata polos Ken yang kebingungan, tapi tetap dengan patuh mengangguk atas nasihatnya. Hatinya merasa lembut juga sedih, ia membelai lembut pipi halus anaknya. Merasa kasihan karena anak sekecil itu harus melihat hal-hal mengerikan itu. "Jika kau sangat takut dan tidak bisa menghadapinya, datanglah pada ayah. Janji?" Gerald menjelaskan dengan lembut pada Ken kecil, anak itu mengangguk lagi dan mengaitkan jati kelingkingnya dengan sang ayah, "Janji." Di sana Gerald menyadari bahwa kemampuan dari kekuatan Ken telah bangkit lebih dini, yaitu Ken kecil bisa melihat jiwa yang telah tiada. Gerald segera menyegel kemampuan tersebut agar tidak mempengaruhi pertumbuhan dan sosialisasi Ken di dunia manusia. *** Mobil hitam itu secara bertahap mulai memasuki gerbang tinggi dengan ukiran mawar, di kejauhan tampak seorang anak laki-laki melambai dengan penuh semangat. Rambut pirangnya berkilau di bawah sinar matahari dengan kulit putih yang bersih, tapi tidak pucat hanya ada sedikit warna kecoklatan. Berdiri di sana sangat mempesona, apalagi dengan wajah dan mata hijau lembut yang menawan dan genit, akan membuat gadis tersipu malu-malu oleh satu lirikan. "Untuk apa kau kemari?" Ken sedikit mengerutkan kening begitu melihat Charlos. Bajingan ini selalu berhasil membuat Ken pusing dengan tingkah genitnya. Tumbuh bersama dari kecil, hari-hari Ken yang sunyi menjadi berisik dan lebih berwarna karena kehadiran Charlos. Ken bersyukur atas hal itu, namun juga menderita dengan keaktifan Charlos. Terkadang Ken berharap Charlos untuk lebih tenang setidaknya sekali, agar tidak menguras energinya. "Yo! Kenapa kau dingin sekali pada sepupumu hmm? kau sedang datang bulan?" Charlos menggoda menaik turunkan alisnya, ada senyum jahil di bibirnya. Merangkul bahu Ken dengan antusias. "Sinting." Charlos tertawa terbahak-bahak melihat perasaan mual di mata Ken. Selalu menyenangkan menggoda sepupunya ini, dia mengutuk dengan wajah lurus dan serius yang sangat kontradiktif. Tak lupa Charlos juga menyapa pamannya yang masih di dalam mobil. Gerald hanya mengangguk dari dalam mobil. "Istirahatlah, ayah akan kembali ke perusahaan." Ken mengangguk, melihat mobil melaju keluar kembali dari mansion. Mereka disambut dengan kepala pelayan Tanon saat memasuki rumah. "Anda ingin saya buatkan segelas jus, Tuan muda?" tanyanya sambil tersenyum pada keduanya. "Buatkan aku segelas lemon tea dan Charlos jus jeruk, benar bukan?" Charlos mengangguk dengan senyuman saat Ken menatap meminta jawaban. "Baik, Tuan muda." Tanon sekali lagi membungkuk sedikit sebelum menju dapur. Ken naik ke lantai dua untuk berganti pakaian dan bermain game bersama Charlos ke ruangan khusus untuk bermain game. "Ada apa, sepertinya kau sangat bahagia?" tanya Ken saat tangannya tetap fokus bermain, tanpa menoleh pada Charlos. Terdengar sedikit tawa rendah dari Charlos. "Seperti biasa, aku mendapat pacar baru." Ken memutar matanya mendengar hal itu. Saat memikirkan rutinitas yang selalu Charlos lakukan, ketika ia mendapat pacar baru adalah dengan memperkenalkannya pada Ken. Alasannya adalah karena setiap gadis selalu ingin menjalin relasi dengan keluarga Derrent, memandang Ken dan Charlos sebagai tangga menuju kekuasaan dan status untuk memuaskan kesombongan mereka. Hal itu benar-benar membuat Ken muak. Seolah-olah nilai seseorang ditentukan oleh status keluarganya, bukan oleh kemampuan mereka sendiri. Alih-alih mengandalkan diri sendiri, gadis-gadis itu lebih memilih jalan pintas yang praktis. Melalui anak-anak terutama para gadis yang ingin menginjak dua perahu dengan Ken dan Charlos sekaligus, yang menjijikan. Mereka selalu mendambakan koneksi dan keuntungan besar yang bisa didapat dari keluarga bergengsi seperti Derrent. Para orang tua dengan pikiran licik, selalu melihat Ken dan Charlos sebagai peluang bagi mereka. Ken sendiri selalu langsung menolak orang dengan wajah dingin, tetapi Charlos selalu menikmati melihat seorang bertingkah seperti badut demi koneksi. Selalu menjahili Ken dengan melibatkannya dengan permainan sandiwara mereka. Sama halnya kali ini, Charlos akan mengajak bertemu dengan pacar barunya, untuk melihat bagaimana gadis itu akan merayu Ken. "Kapan dan di mana?" tanya Ken langsung pada intinya, tidak ingin berbasa-basi tentang hal melelahkan ini dan ingin segera menyelesaikannya. Charlos menyeringai, matanya berkilat dengan semangat seolah menantikan sesuatu yang menarik. "Sore hari ini, dan aku sudah memesan tempatnya. Jadi bersiap-siaplah setelah bermain game," katanya dengan nada menggoda, masih dengan tawa kecilnya. Charlos sangat menantikan pertunjukkan, ingin melihat apa yang akan dilakukan pacar barunya nanti, hingga seringainya semakin melebar. Baginya ini adalah hiburan yang tidak pernah membosankan. Karena terkadang sifat manusia yang tidak tahu malu selalu bisa menyegarkan pemahamannya, membuat permainan menjadi semakin seru. *** Bangunan bergaya vintage dengan fasad berwarna krem dan pintu kayu besar yang diukir dengan detail indah. Jendela-jendelanya tinggi dan melengkung, memberikan pemandangan yang mengundang bagi para pejalan kaki yang lewat. Saat memasuki restoran, tamu akan disambut oleh suasana hangat dan elegan. Dekorasi interiornya didominasi oleh warna-warna lembut seperti krem, merah marun, dan emas. Dindingnya dihiasi dengan lukisan klasik dan cermin-cermin besar yang memperluas ruang. Lantai kayu gelap yang dipoles mengkilap menambah kesan mewah. Meja-meja kecil dengan taplak meja putih dan vas bunga mawar merah ditempatkan dengan jarak yang cukup untuk memberikan privasi bagi para tamu. Ada musik lembut yang dimainkan di latar belakang menambah suasana romantis. Piano klasik dan lagu-lagu jazz ringan mengalun perlahan, menciptakan suasana yang menenangkan dan intim. Kadang-kadang, ada penampilan langsung dari musisi lokal yang memainkan lagu-lagu cinta. Ken melihat seorang wanita memakai gaun hitam selutut, menampilkan lekuk tubuhnya dengan jelas, baik bagian depan maupun belakang yang seksi dan panas. Cocok dengan rambut panjangnya yang berwarna red cherry dengan ujung dikeriting. "Ken, kenalkan ini pacarku Sheila." Ken mengulurkan tangan sebagai bentuk kesopanan, walau enggan di dalam hatinya. Bisa dilihat Charlos menatap main-main pada sikap sopan Ken yang terpaksa. "Halo, ternyata kau sama istimewanya dengan Charlos sebagi sepupunya." Sheila berkata dengan suara halus dan menggoda, ada tatapan berbinar di matanya saat melihat Ken. Dia memberikan sedikit tekanan lagi pada tangan yang saling menjabat. Saat Ken bersalaman dengan Sheila, Ken melihat cahaya hitam menyelimuti tubuh Sheila. Yang membuatnya terpaku, ada juga cahaya hitam tipis di tubuh Charlos. Membuat jantungnya berdegup kencang, merasakan kecemasan. Di bawah meja, tangan Ken mengepal erat merasa tidak nyaman. Apalagi saat sesekali Sheila menatapnya, insting Ken memberikan sinyal bahaya dan merasa harus menjauh. Selalu merasa ada sesuatu yang mengancam di dalam tatapan Sheila yang tersenyum. Ken juga mencoba melihat sekitar, menemukan bahwa ada juga beberapa orang yang diselimuti oleh cahaya hitam. Keringat dingin mengalir di punggungnya, tubuhnya tanpa sadar menjadi kaku. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tidak terlalu terlibat dalam percakapan seru Charlos dan Sheila. Untungnya pertemuan ini segera berakhir dan Ken menyetir mobil untuk pulang. Di sepanjang jalan Charlos bersenandung pelan, menggambarkan susana hatinya yang sedang bagus. "Darimana kau bertemu dengan Sheila?" Charlos menatap ke arah Ken dan menjawab sambil tersenyum, "Aku bertemu dengannya saat di Club malam, mungkin seminggu yang lalu, kenapa?" "Charlos, ini hanya firasatku. Ada yang salah dengan Sheila itu, jadi berhati-hatilah dengannya. Lebih bagus lagi, jika kalau kau mengakhiri hubungan dengan cepat." Ken mencoba menjelaskan pada Charlos bahwa ada yang tidak beres dengan Sheila, tapi Ken cemas Charlos akan takut jika Ken membicarakan apa yang dilihatnya dan memilih untuk hanya memperingatkannya. Senyum Charlos langsung pudar, jantungnya berdetak lebih cepat merasakan firasat buruk. Ken jarang memperingatkannya tentang hal seperti itu. Charlos sudah membuka mulut, tapi menelan kembali pertanyaan yang akan diajukan. "Oke, aku akan segera melakukannya." "Bagus." ***Setelah menyadari bahwa semua yang dilihatnya hanyalah ilusi, Ken tidak merasa lega. Sebaliknya, tubuhnya menjadi semakin berat, semua tenaganya terkuras oleh kenyataan yang baru saja menghantamnya. Ia menatap kosong ke lingkungan sekitarnya, matanya tidak fokus seolah pikirannya masih terjebak dalam ilusi. Kepalanya dengan kaku menoleh kepada Charlos, dan bertemu dengan mata ungu yang menatapnya khawatir. "Lihat, Ken? Apa yang aku katakan benar, bukan? Semua yang kau lihat sebelumnya adalah ilusi," jelas Charlos dengan lembut, menatap ke mata Ken yang kosong, lalu pada wajahnya yang seputih kertas. Charlos juga mengamati helaian rambut Ken yang basah oleh keringat dan menempel di pipinya, seperti hewan malang yang kehilangan arah di tengah hujan badai. Ia dengan penuh kehati-hatian mencoba membimbingnya kembali ke kenyataan, sepenuhnya memperlakukan Ken seperti porselen yang rapuh. Ken merasa dadanya masih sesak, napasnya tersengal dengan ritme yang tidak beraturan. Seakan paru-p
Untuk sesaat, Asila panik melihat tatapan gila di mata Charlos. Namun mengingat rekannya yang masih terjebak dalam ilusinya, perlahan ketenangan menggantikan kegelisahannya. Asila membalas tatapan Charlos dengan percaya diri. Meski sedikit mengerutkan kening karena sakit, sikap sombongnya tetap tidak hilang. Darah yang mengalir dari sudut bibirnya tidak menghalangi Asila untuk menyeringai mengejek pada Charlos. "Dengan melepaskan saudaramu, kau pikir aku bodoh, hah?" Charlos juga sadar bahwa Asila memegang kendali terhadap Ken, wajar dia masih begitu sombong meski diinjak dengan keras olehnya. Tidak ada gunanya jika ia terus memaksa, semakin cemas dirinya, Asila akan semakin sombong. Succubus itu pasti akan semakin menjerumuskan Ken ke dalam ilusi, membuatnya berbahaya bagi keselamatannya. Maka, Charlos memaksa dirinya tetap tenang. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menatap Asila tanpa ekspresi. "Baiklah, memang bodoh jika aku meminta hal itu padamu." Lalu sebuah senyum muncu
Bayangan ayahnya muncul kembali, ia selalu menyembunyikan luka di balik senyum yang ditunjukkan padanya. Ken selalu tahu bahwa keberadaannya selalu mengingatkan Gerald pada ibunya. Namun, tidak pernah sekali pun ayahnya mengucapkan kata-kata yang menyalahkan dirinya. Tapi justru itu yang membuat luka di hatinya semakin dalam. Darah di sekitar membuat tubuhnya semakin dingin, bisa dibayangkan betapa sakit ibunya saat berkorban untuknya. "Ibu ... tolong maafkan aku," mohon Ken, suaranya keluar dengan pecah dari tenggorokannya. Di dalam tubuh Ken, Keres mencoba mendobrak penghalang yang menghalanginya untuk terhubung dengan Ken. Ia meraung dengan marah. "Dasar Succubus sialan!" Tidak peduli seberapa keras Keres berusaha, hasilnya nihil. Ia hanya bisa menyaksikan tanpa daya Ken yang terpuruk. Sementara di sisinya, semua sulur bergetar dan meliuk-liuk dengan cemas. 'Papa, sedang kesakitan.' 'Wuwuwu ... kenapa kita tidak bisa membantu papa?' Baik Keres maupun sulur bisa merasakan be
Memasuki ruangan yang gelap, mata Ken menyipit untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Baru kemudian ia menyadari, bahwa apa yang ia injak adalah genangan darah. Ken mengerutkan kening, lalu mengeluarkan sulurnya, bersiap untuk menghadapi musuh. Ken melanjutkan langkahnya dengan mantap dan mulai melihat sosok yang meringkuk dengan kepala tertunduk. Detik berikutnya, orang itu mengangkat kepalanya dan menatapnya. Langkah Ken langsung terhenti dengan tubuh yang membeku, matanya melebar dengan tidak percaya melihat sosok itu. Sementara di luar ruangan, Bellis memperhatikan Ken dan Charlos yang masing-masing memasuki ruangan yang berbeda. Ia tidak berani mendekati Ken maupun Charlos, apalagi Mirk, sehingga Bellis memilih menjauh. Tubuhnya remuk hampir tak berbentuk, napasnya berat seolah menghirup pecahan kaca tajam daripada udara. Setiap tarikan napasnya terasa menyakitkan, seperti menggores paru-parunya. Sehingga ia memilih untuk langsung duduk di lantai yang rusak, memanfaat
Saat keluar dari penginapan, resepsionis paruh baya itu mengintip ke arah rombongan Ken. Ia ingat dengan jelas bahwa jumlah mereka adalah bertiga, namun sekarang ada tambahan satu orang lagi. Dari gerak-gerik tubuhnya yang tidak wajar, ia tentu mengerti bahwa gadis itu menderita penyiksaan. Dalam hati paruh baya itu, ia menghela napas kasihan atas nasib buruknya. Kemudian tatapannya bersentuhan dengan pupil merah seseorang, tubuhnya langsung membeku dengan hawa dingin yang membelai punggungnya. Lelaki itu hanya menoleh sekilas, dan memberikan senyuman padanya. Terlihat ramah dan tidak berbahaya. Namun membangkitkan gelombang ketakutan dari lubuk hatinya, ia langsung mengerti makna di balik senyum itu. Sebuah ancaman, peringatan untuk tidak mengawasinya, atau kau akan menyesalinya. Dengan kaku, ia perlahan menarik tatapannya. Untuk sementara ia merutuki kecerobohannya, dan hampir saja melayangkan nyawanya sendiri. Pada pandangan pertama, orang-orang itu jelas sangat berbahaya. Be
Duri-duri kecil menusuk lebih dalam pada kulit lehernya, meninggalkan garis-garis ungu yang perlahan berubah menjadi tetesan darahnya. Secara naluriah, Bellis meronta saat lehernya dicengkeram lebih erat lagi. Napasnya tersengal saat mencoba mengirim lebih banyak oksigen pada paru-parunya. Ken tidak tergesa-gesa, ia menatap Bellis dengan dingin tanpa emosi. Seolah-olah Bellis tidak lebih dari serangga yang bisa ia remukkan dengan santai. Tidak ada rasa kasihan, ia hanya merasa jengkel karena mengganggu istirahatnya. Jemarinya bergerak sedikit, dan detik berikutnya sulur menarik tangan dan kaki Bellis. "Ahhh!" Jeritan melengking memenuhi ruangan, ketika tulang di pergelangan tangan Bellis patah dengan mudah, semudah seperti mematahkan cabang tipis di pohon. Air mata dengan cepat memenuhi mata Bellis, jari-jarinya menegang lalu terkulai lemas tak bisa lagi digerakkan. Rasa sakitnya begitu mendalam hingga otaknya tidak bisa memproses. Keringat dingin mengalir dengan cepat menetes ke
Bagi Bellis, Ken adalah sumber kekuatan yang besar. Saat menyaksikan Ken dan Charlos bertarung melawan ular monster, gelombang kekuatan dahsyat menyebar ke seluruh hutan. Kekuatan itu menarik perhatiannya, yang dengan antusias mengamati. Setelah melihat keduanya, mata Bellis berbinar, puas menemukan mangsa berkualitas tinggi.Dapat dibayangkan seberapa besar kekuatan dan umur yang bisa didapat Bellis dengan memakan Ken. Maka ia mengeluarkan aroma yang kuat dari tubuhnya, sama seperti afrodisiak yang bisa merangsang tubuh. Bellis tidak percaya bahwa Ken masih bisa bertahan dan tidak terpengaruh sama sekali.Namun di detik berikutnya, leher Bellis dicekik oleh sulur dan ditarik dengan kuat ke belakang. Membuat kepalanya menghantam lantai dengan bunyi gedebuk tumpul, rasa pusing seketika menyerangnya.Rasa sakit menjalar dari kulitnya yang terkoyak. Bellis ingin menjerit namun suaranya tertahan, tenggorokannya ditusuk oleh lebih dari satu duri.Sulur mencengkeram lehernya seperti ular me
Namun Tanin berpuas diri terlalu dini. Ia masih saja lengah, dan tidak belajar dari pengalamannya tadi. Di detik berikutnya Charlos menyerangnya, belati tajam menggores secara horisontal pada kedua matanya. Belati itu menyentuh kulitnya dengan tajam, rasa sakit datang begitu cepat pada Tanin. Sesaat, waktu terasa membeku. Sebelum ledakan sakit menyebar ke seluruh wajahnya. Ada rasa panas yang menyusup di sepanjang guratan luka, rasa sakitnya begitu dalam hingga Tanin merasa wajahnya terbelah dua. "Ahhh!" Tanin berteriak kencang seolah merobek tenggorakannya. Tangannya segera menutupi wajahnya, ia bisa merasakan darahnya keluar seperti air yang tak terbendung. "Kau manusia bajingan!" Kedua matanya terluka parah, membuatnya tidak bisa melihat. Gelombang rasa takut dan keputusasaan menimpanya, saat dunia yang biasa ia lihat kini menjadi gelap. Namun meski begitu, Tanin masih tidak ingin menyerah. Naluri bertahan hidupnya masih menyala, ia mengumpulkan energi gelap dan melayangkannya l
Di tengah malam yang sunyi, asap tipis menyelinap dari celah jendela, dan masuk dengan tenang ke dalam kamar. Kemudian merayap seperti tentakel yang hidup, menyusup ke arah hidung Charlos, membaur ke dalam napasnya tanpa disadari. Setelah itu menyebar ke seluruh ruangan secara diam-diam, membentuk perisai transparan yang mengurung Charlos. Sementara itu di kamar Mirk yang tidak jauh dari Charlos, ia mulai membuka mata dari tidurnya yang berpura-pura. Tawa rendah lolos dari bibirnya yang tersungging nakal. Penyusup itu bergerak dengan sangat cepat, langsung menyambar umpan yang telah ia siapkan malam ini. "Oho~ kalian benar-benar tikus yang kelaparan." Mirk kemudian bangun dan bersandar di ranjang. Duduk dengan malas sambil mengeluarkan secangkir darah, teman yang cocok untuk menonton hiburan yang menarik. "Tolong beri aku kesenangan yang memuaskan, anak-anak," gumamnya sambil menjilat bibirnya dengan tidak sabar. Kekuatan dari penyusup itu mulai bekerja pada Charlos. Ia mulai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments