Share

BAB 2. Meadow Creek

  

Dari Tom juga, akhirnya Jack tahu detail cerita di hari naas itu. Mommy sedang dalam perjalanan bisnis dan mengatakan pulang membawa uang untuk membayar bank. Tak mengira harapan yang mereka tunggu, justru kabar buruk yang disampaikan polisi.

“Aku telah mengurus beberapa hal dan baru pulang ke rumah sekarang.” Tom menunduk. Dia sangat lelah. Namun, sekarang hatinya sedikit lega. Sudah ada Jack yang siap untuk menahan semua terpaan beban dan masalah yang merundung kediaman mereka.

Jack tak dapat berkata-kata lagi. Tak mungkin juga dia menyalahkan Tom ataupun Tuan Fred. Mereka bahkan tidak punya persediaan makanan. Masalah kediaman ini memang sudah sangat parah.

“Aku akan ke kantor polisi setelah ini. Apakah motorku masih ada, Tom?” tanya Jack. Tinggal itu kendaraan yang mereka miliki sekarang, selain truk barang tua yang tak akan laku dijual.

“Masih ada di garasi. Nyonya tak ingin menjualnya, meskipun ada yang menawar dengan harga tinggi.”

Kedua orang itu menuju gudang. Mata Jack melebar takjub. Motor itu sangat terawat dan bersih. “Aku selalu merawatnya, sesuai perintah Nyonya Besar,” kata Tom tanpa diminta. Diambilnya kunci dan diserahkan pada Jack.

“Aku pergi, Tom. Kau jagalah rumah!”

Mata Tom melihat sinar lampu motor tua itu menjauh dari kediaman di tengah kebun anggur yang luas di Meadow Creek. Matanya menyiratkan kekhawatiran. Kemudian pria itu menghibur diri. “Jack tentara. Dia pasti mampu mengatasi mereka!”

Jack melintasi jalan desa menuju ke kantor polisi. Jalanan itu sepi dan beberapa lampu jalan mati di sana sini. “Apakah pemerintahan kota tidak tahu kalau lampu jalan mati?” batin Jack. Namun, dia terus melajukan motornya ke pusat kota, di mana kantor polisi dan forensik berada. Dia ingin penjelasan polisi dan melihat mommy sebelum menjenguk granny.

Kota kecil itu masih terlihat seperti yang dulu. Hanya saja, terlihat beberapa orang pria bergerombol di sudut-sudut kota, entah membicarakan apa. Mereka memperhatikannya saat lewat. Jack menghentikan motor tuanya di depan kantor polisi.

Di bagian depan kantor polisi, malam itu terlihat kosong. Jadi Jack berjalan masuk ke dalam. Beberapa petugas sedang bekerja sambil mengobrol. Televisi menyala tanpa ada yang menontonnya. Jack mengetuk pintu kayu yang terbuka lebar. “Hallo.”

Semua polisi menoleh ke pintu dan melihat seorang pria yang kulitnya terlihat sehat kecoklatan, berdiri menunggu. “Di mana Timmy?” tanya satu polisi entah pada siapa.

“Mungkin dia pergi makan malam!” jawab yang lain tak acuh. Orang itu masih terus mengetik laporan di mejanya.

Seorang polisi berdiri dan menghampiri Jack. “Ada keperluan apa? Jika tak terlalu mendesak, datanglah melapor besok pagi. Kalau malam, kami kekurangan tenaga,” ujarnya malas.

“Saya Jack Hamilton. Ingin bertanya tentang kasus meninggalnya ibu saya, Daniella Lawrence!” ujar Jack tak peduli.

Petugas yang tadi menyapanya sedikit terkejut, kemudian menoleh ke belakang. “Wyatt! Ini putranya Daniella Lawrence!” teriaknya. Beberapa orang melihat ke arahnya.

Pria yang dipanggilnya Wyatt, tampaknya sedang berusaha untuk bisa tidur. Polisi itu menyandar di kursi begitu rupa, hingga bokongnya hampir jatuh dari kursi. Kepala dan wajahnya ditutupi dengan lembaran majalah yang dibuka. Pria itu menurunkan majalah dan melihat menyipitkan mata ke pintu.

“Dia yang menangani kasus ibumu. Pergilah ke sana,” suruh petugas tadi.

“Terima kasih,” jawab Jack sopan. Kemudian dia melangkah ke tempat Wyatt berada. Polisi itu sudah memperbaiki posisi duduknya. Mengulurkan tangan dan Jack menyambutnya.

“Aku, Jack Hamilton, putranya Daniella Lawrence.” Jack kembali memperkenalkan dirinya pada Wyatt.

“Oke, Jack … silakan duduk!” Wyatt menunjuk bangku di depan mejanya.

“Yo, jadi ini putra tak berguna Daniella? Bagaimana ada anak yang tidak membantu ibunya yang sedang kesulitan, hingga rela merendahkan diri untuk mendapat uang?” Seseorang yang tak dikenal Jack melontarkan hinaan.

Jack menatap orang itu tajam, mengingat wajah pria yang telah menghina ibunya.

“Apa kau tak senang dengan kata-kataku, Jack? Kau bisa tanya warga kota ini reputasi Daniella! Dia sangat liar! Hahahaa.” Pria itu tertawa keras dan Jack tak dapat lari menahan diri.

Sekelebat bayangan bergerak dan tiba-tiba pria yang tertawa itu terdiam pingsan, menelungkup di lantai.

Para polisi itu terkejut dengan apa yang terjadi barusan. Mereka melihat Jack kembali ke tempat duduknya dengan cepat. “Aish … kau terlalu sombong dan banyak bicara!” Dua polisi menarik pria itu dan memasukkannya ke sel untuk sementara.

“Sekarang, bisakah aku tahu, bagaimana kejadian kematian ibuku?” tanya Jack tak sabar.

Wyatt lepas dari rasa terkejutnya. Dia mulai serius menghadapi Jack. “Kami mendapat laporan bahwa seorang wanita jatuh dari kereta dan tewas. Jadi aku pergi memeriksa ke sana!”

“Jatuh dari kereta? Jatuh dari kereta bagaimana maksudnya?” Jack sangat terkejut. Dia tak menyangka kejadiannya seperti itu.

“Tidak, jangan berpikiran macam-macam. Ibumu jatuh di peron kereta. Dia baru turun dari kereta dan jatuh. Kemudian tak bangun lagi,” jelas Wyatt.

Mata Jack menyipit. “Bagaimana dugaanmu?” tanya Jack.

“Polisi tidak bekerja dengan dugaan, Jack. Kami memeriksa berdasarkan bukti yang ada. Kami langsung mengirimnya ke forensik, setelah petugas ambulans mengatakan bahwa dia sudah tewas.”

“Aku ingin melihat mommy,” kata Jack. Matanya yang dalam dan menyorot tajam, membuat Wyatt tak mampu menolak.

            “Mari kuantar, sekalian pulang,” katanya berbaik hati.

            Jack berdiri dan mengikuti petugas polisi itu keluar. “Aku naik motorku saja,” kata Jack.

“Tidak. Lebih aman meninggalkan motormu itu di sini. Di bagian forensik itu sangat rawan,” saran Wyatt. Jack mengangguk. Dia masuk ke mobil Wyatt dan mereka meluncur pergi.

“Kudengar dari Tuan Fred bahwa kau seorang tentara dan sedang bertugas di luar.” Polisi itu berbasa-basi.

“Yah. Aku mendapat ijin pulang untuk mengurus beberapa hal, setelah pemberitahuan tentang kematian mommy,” jelas Jack. Dia merasa harus sedikit menjelaskan kedatangannya.

“Apa kau memutuskan untuk menetap, Jack?” Wyat berusaha berkata santai. Namun, Jack bisa merasakan bahwa petugas polisi itu sedang menyelidikinya.

“Tergantung bagaimana perkembangan kasus ini,” sahut Jack terus terang.

“Kota ini sudah berubah Jack. Berhati-hatilah,” pesan Wyatt.

Jack melirik pria yang sedang menyetir dengan hati-hati, tanpa menoleh ke sekitarnya.

“Apakah maksudmu orang-orang yang berkumpul di jalanan itu?” tebak Jack.

“Hemm.” Wyatt hanya mendehem.

“Aku tahu bahwa kalian para prajurit hidup dalam aturan ketat dan bersih. Jadi, jangan sampai terpengaruh dengan mereka.”

Jack mengawasi anak-anak muda yang ramai berlalu-lalang. “Makin malam, makin ramai di sini,” komentar Jack. Wyatt tak menanggapi. Mobil itu berbelok ke satu bangunan yang halamannya tampak remang-remang.

 “Kapan kau terakhir pulang?” tanya Wyatt.

“Tiga tahun yang lalu, sebelum aku berangkat ke Afrika!” sahut Jack.

Wyatt tersenyum dan keluar dari mobil. Jack mengikuti langkah polisi itu menapaki coble stone menuju gedung megah di depan mereka.

“Selama beberapa tahun itu, terjadi perubahan besar di kota ini. Aku juga tak ingin percaya tapi itu kenyataannya. Dan aku tidak ingin ada tambahan kekacauan di kota ini!”  Wyatt memperingatkan Jack.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Terima kasih
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Terima kasih
goodnovel comment avatar
Putri_bungsu
hay kak, aku dari nt, yg star leo, ud mmpir ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status