Home / Urban / DIALAH SANG DEWA PERANG / BAB 3. Pemeriksaan

Share

BAB 3. Pemeriksaan

Author: Seruling Emas
last update Last Updated: 2023-03-20 19:03:38

    

“Billy, aku datang lagi!” Wyatt langsung menyapa.

“Bukankah sudah kukatakan, datamu baru ada besok!” Seorang pria berseragam putih bicara dengan ketus. Sepertinya dia merasa terganggu dengan kehadiran Wyatt.

“Kali ini aku datang mengantar putra Daniella Lawrence. Dia baru kembali dari garis depan!” kata Wyatt memperkenalkan.

Pria yang dipanggil Billy menghentikan pekerjaannya dan membalikkan badan ke belakang. Melihat ke arah Jack sekilas. Di antara mereka ada dinding kaca lagi. Billy berada di ruang pemeriksaan, sementara Wyatt dan Jack berada di tempat observasi.

“Aku sedang memeriksa ibumu! Data lengkapnya akan kuserahkan besok. Kau bisa mencoba mengurus ruang peristirahatan di gereja dan  tanah makamnya lebih dulu,” kata Billy.

“Aku ingin melihat mommy, sebelum pergi menjenguk granny,” Jack tak menyurutkan langkahnya sedikit juga.

            “Ini bukan kenangan yang bagus, Jack.” Billy mengingatkan.

“Tak masalah!” jawab Jack yakin.

Tangan Billy mengibas, memanggil Jack untuk masuk dan melihat jasad ibunya yang sedang diperiksa dokter forensik.

Jack dan Wyatt masuk ke ruangan yang dilapisi kaca itu. Hati Jack pedih melihat jasad ibunya yang putih pucat seperti kapas. Dia meneliti tiap inci jasad itu dengan teliti. “Bagaimana hasil pemeriksaan sementaramu?” tanya Jack tanpa mengalihkan pandangan dari jasad di meja.

“Apa  kau sudah memeriksa luka kecil ini?” Jack bertanya tanpa menunggu jawaban Billy. “Ungu kehitaman. Hemm …,” gumamnya dengan mata menyipit.

“Kecurigaan harus bisa kita buktikan dengan hasil lab, baru bisa menegakkan kesimpulan!” Billy mengelak untuk menjawab pertanyaan Jack. Namun, dia dapat melihat bahwa Jack familier dengan tubuh orang mati, serta telah memiliki dugaan di kepalanya.

Diperhatikannya bibir ibunya yang kebiruan. “Mommy pasti sangat kesakitan saat turun dari kereta. Dia butuh bantuan, tapi tak ada yang mau membantunya disaat kritis!” komentar Jack pedas.

Wyatt dan Billy tidak tertarik untuk menanggapi komentarnya. Mereka hanya memperhatikan apa yang dilakukan Jack.

“Besok pagi aku akan ke sini lagi. Kuharap hasilnya sudah keluar.” Jack keluar dari ruangan berdinding kaca itu.

“Kau sudah puas melihat ibumu?” tanya Wyatt sambil mengejar langkah Jack yang terburu-buru.

“Aku tidak puas. Dia terlalu lambat. Aku hanya ingin melihat kesimpulan yang dibuatnya, apakah akan sama seperti dugaanku!” Jack berdiri di depan pintu mobil, menunggu Wyatt membuka kuncinya.

“Kau mau ke mana lagi? Biar kuantar.” Wyatt berusaha berempati.

“Tak perlu. Aku akan naik motorku saja,” tolak Jack.

****

“Bagaimana keadaan granny, Fred?” tanya Jack sesampainya di rumah sakit. Seorang perawat sedang melakukan pemeriksaan malam hari. Jack mengawasi dengan ekor matanya.

“Belum ada perubahan signifikan.” Fred menggeleng.

Setelah perawat itu pergi, Jack menghampiri tempat tidur granny dan berdiri di sampingnya. “Granny, aku sudah kembali. Segeralah sembuh, ya. Rumah itu terasa sepi tanpa Kau dan mommy.”

Setelah beberapa waktu di sana, Jack memutuskan untuk pulang. “Menurutmu, apakah mommy dibunuh orang, Fred?” tanya Jack di depan pintu kamar.

            “Aku tidak ingin menebak, Jack. Biarkan polisi yang mengurus hal itu.”

“Lalu, apakah uang yang dibawa mommy ada bersamanya?” tanya Jack ingin tahu.

Fred menggeleng. “Uang itu lenyap. Aku sudah melaporkan hal itu pada polisi. Namun, respon mereka diluar dugaan!” adu Fred.

Jack diam dan mengangguk. Diambilnya sedikit uang dan diberikan pada Fred. Belilah makanan untukmu. Mulai sekarang, aku yang akan mengurus rumah. Jangan khawatir!”  Jack berlalu di lorong rumah sakit yang sunyi. Kembali dia bertemu dengan perawat yang sebelumnya, keluar dari kamar lain sambil mendorong meja besi yang berisi berbagai peralatan dan obat.

Fred memandangi lembaran-lembaran dollar di tangannya. Hatinya terasa sakit dan tersayat. Didekatinya tempat tidur Nyonya Mathilda Lawrence. “Nyonya, anda bisa bangun dan merasa lega. Jack sudah dewasa sekarang. Dia langsung mengambil alih tanggung jawab rumah.”

Fred diam. Dia ingat bagaimana dulu, tuannya menolak untuk mengijinkan Jack masuk sekolah militer. Dia sangat ingin Jack belajar pertanian anggur dan meneruskan bisnis wine keluarga. Tapi anak muda itu sangat keras kepala. Tak ada siapapun yang bisa merubah apa yang sudah diputuskannya. Namun sekarang, dia kembali sendiri, demi ibu dan neneknya.

***

Jack mampir di toko kecil yang masih buka malam itu. Dia membeli sedikit persediaan makanan untuk sarapan besok. Saat keluar dari toko, dilihatnya dua pria menunduk mengamati motor tuanya. Jack mendekat dan meletakkan tas belanja di setang motor.

“Motor yang sangat bagus,” puji salah seorang.

“Terima kasih.” Jack mengangguk dan mulai memasukkan kunci. Dia dapat merasakan gelagat buruk dan hendak secepatnya pergi dari tempat itu.

            “Berapa?” tanya salah seorang yang wajahnya sangat tidak enak dipandang.

“Berapa apa maksudmu?” tanya Jack dengan tatapan tajam.

“Aku ingin membelinya. Kau katakan saja harganya!” ujarnya sombong.

“Motorku tidak dijual!” jawab Jack tegas.

“Hahaha. Tak ada yang tidak bisa dibeli!” ejek pria itu. Sekarang dia berdiri tepat di depan motor dan menahan setangnya, agar tidak bisa pergi ke mana pun.

“Ini motor warisan kakekku. Kau tak akan mampu membeli kenangan yang ada bersamanya!”

Pria jelek itu merasa ditantang oleh Jack. Belum ada yang berani melawan kata-katanya di kota itu, sejak dia berkuasa di jalanan. “Kurasa kau orang baru dan tak mengenal siapa aku!” katanya sombong.

“Kau yang orang baru hingga tidak tahu siapa aku!” Jack membalas gertakan orang itu. Sekarang kedua kakinya berdiri tegak di sisi motor. Sementara tangannya menggenggam setang dengat erat. Beberapa kali gas motor dimainkan oleh Jack, untuk menunjukkan bahwa dia tak takut digertak.

Dua orang yang sedang mencari keributan itu saling pandang dan bersiasat. Jack tahu itu. Dia juga mempersiapkan diri. Hanya saja, mobil patroli polisi melintas dan lampu serta suara sirinenya menyala serta berkedip-kedip pendek. Mobil itu berhenti di depan toko, dekat tiga orang yang sedang berselisih.

“Apakah ada masalah, Jack?” tanya polisi yang tak lain adalah Wyatt.

“Aku tak punya masalah. Tidak tahu dengan mereka!” tunjuk Jack ke arah kedua orang di depannya.

“Apa kau berencana membuat keributan lagi, Eddy?” Wyatt menatap pria itu dengan tajam.

Orang yang bernama Eddy langsung mundur dan menggoyangkan kedua tangan. “Kami hanya mengagumi motornya,” ujarnya dengan senyuman culas.

“Sebaiknya kau segera pulang, Jack!” perintah Wyatt.

“Terima kasih officer!” Jack melajukan motornya dan segera menghilang dalam gelapnya malam.

***

Pagi sekali, Tom sudah menyiapkan sarapan. Setelah itu berdua Jack mereka pergi ke gereja, untuk memesan ruang persemayaman. Kemudian menuju tanah pemakaman. Jack bersyukur bahwa kakeknya telah memesan tanah pemakaman untuk anggota keluarganya di belakang gereja.

“Sekarang kita ke kantor forensik, untuk mendapatkan hasil pemeriksaan!” kata Jack.

“Oke!” Tom mengangguk setuju saja. Tuan Fred kemarin malam sudah menghubunginya. Mengatakan bahwa sekarang kepala keluarga rumah itu adalah Jack. Jadi, mereka harus menghormati keputusannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Mita Yoo
ceritanya menarik
goodnovel comment avatar
Rayhan Rawidh
Eddie minta digibeng.
goodnovel comment avatar
Adolf Maramis
sangat menghibur
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 148. Cinta Akan Menemukan Jalannya Sendiri

    Jack tidak mengerti sama sekali tentang urusan medis ini. Dia berpikir dan membuat dugaan-dugaan denagn beragam kemungkinan yang mungkin terjadi di lapangan, tanpa butuh banyak teori rumit. “Bagaimana jika kakek ternyata dihipnotis oleh orang lain agar melupakan semua hal yang dialaminya selama ini?” Jack terkejut sendiri denagn praduganya itu. Dengan cepat jarinya mengetik pesan pada Hudson untuk menyampaikan dugaannya pada dokter. Jack ingin dokter mencari ahli hipnoterapi untuk memeriksa kakeknya besok pagi! “Yah ... kita memang harus terbuka dengan segala kemungkinan!” gumamnya sendiri. Sebuah helikopter sudah menjemputnya di halaman rumah. Lion,Falcon, dan Ned, pergi menemani Jack ke pertemuan para pimpinan militer negara. Nyonya Smith juga turut serta dalam helikopter. Sebuah tas kerja yang menggelembung berada di pangguannya. Begitu Jack masuk dan duduk dengn baik, dia sudah menyerahkan tablet untuk dibaca sang jenderal muda. Granny dan Valerie menatap helikopter tentara it

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 147. Keterlibatan Alessandro Garcia

    Pria bertopeng itu tak peduli. Dia terus berjalan menuju pintu keluar. “Itu kalau kau bisa bertahan hidup di penjara dan tidak dijatuhi hukuman mati!” balasnya sinis.Keesokan pagi, kepolisian Philadelphia gempar karena Calvin Fisher ditemukan tergeletak tak berdaya di pinggir jalan depan kantor polisi. Pria itu langsung dilarikan ke rumah sakit dengan kawalan polisi dari kedua kota untuk menyelamatkan nyawanya.Di Meadow Creek, Jack sarapan dengan puas. Six telah melaporkan hal itu padanya sebelum subuh. Hatinya menjadi tenang dan seringan kapas. “Kau harus sembuh, Brianna,” bisiknya dalam hati.Iring-iringan mobil Jack menembus jalanan y ang ditutupi salju tipis. Kecepatan mereka tidak melebihi batas yang diperbolehkan, karena jalanan licin dan berbahaya. Tiba-tiba muncul seseorang yang tubuhnya penuh salju dan pucat, berdiri merenangkan tangan menghadang laju mobil.Para pengawal Jack segera waspada dan mengacungkan pistol lewat jendela pada orang itu sambil menurunkan kecepatan.“

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 146. Pilihan yang Tak Bisa Ditolak

    Hudson menggeleng tak berdaya. “Itu nomor private. Tak ada jejak panggilan di ponsel.”Jack diam dan memperhatikan kakeknya. “Aku terlalu letih dengan banyaknya rahasia masa lalumu. Aku tidak akan mempedulikannya lagi. Jika kau ingin aku mencari orang itu, maka sadarlah dan ceritakan masalahnya padaku. Jika tidak, aku tak ingin menggalinya. Biarkan dia muncul sediri jika berani!”Dokter tidak mengatakan ada yang buruk dengan kondisinya, selain pingsan yang diperkirakan karena kejutan kecil. Namun, tidak sampai membuat Edward Hamilton mengalami serangan jantung. Mereka sudah melakukan tes dan tidak melihat ada yang salah di jantungnya.“Aku akan istirahat di sini, malam ini. Kau bisa pulang dan istirahat di rumah. Hanya saja, besok pagi aku harus kembali bekerja.” Jack menjelaskan posisinya yang sulit.“Saya mengerti.” Hudson mengangguk.Malam itu Jack menghubungi Brodie Baker untuk datang dan membawakan laporan perusahaan yang membutuhkan persetujuannya ke rumah sakit. Dia mungkin aka

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 145. Pemakaman Vladimir Deska

    Jack tercengang mendengar pengakuan Six. Dia menggeleng gusar. “Kau sangat tahu. Dengan posisiku di ketentaraan, aku tidak akan membiarkan tindakan main hakim sendiri seperti ini!” dengusnya kasar. “Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu, akulah yang akan bertanggung jawab. Kami sangat tahu bahwa kau telah membahayakan karier militermu dengan mengambil alih kepemimpinan kelompok dalam masa krisis ini. Kami sangat berterima kasih untuk itu.” Six mengangkat tubuhnya yang semula membungkuk jadi duduk tegak dan menoleh pada Jack di samping. “Kami semua sudah menyepakati bahwa kami tidak akan pernah menyebutmu sebagai pimpinan jika terjadi hal yang mungkin akan menyeret kita semua ke ranah hukum!” Jack tak menyangka akan mendengar hal seperti itu. Kalian ....” Six mengangguk. “Kau jangan merasa terbebani dengan Kelompok Bawah Tanah. Sedikit hal yang kusesali tentang keinginan Deska yang menjodohkanmu dengan Brianna, meskipun dia mengetahui pekerjaanmu.” Six berdiri dan menghampiri lagi

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 144. Rencana Pembalasan Six

    Para pelayan di kediaman Deska langsung menyiapkan pemakaman untuk keesokan hari setelah mendapatkan informasi resmi tentang meninggalnya tuan mereka. Sementara itu, Jack dan pelayan pribadi Vladimir Deska tetap menunggu hingga semua prosedur selesai. Mereka membawa pulang peti jenazah Deska beberapa jam kemudian saat malam sudah turun.Jack mengabarkan pada Tuan Fredd bahwa dia tak bisa pulang, karena ayah mertuanya meninggal hari itu. Dia akan tinggal hingga pemakaman selesai dilakukan.Wajah seisi rumah itu diliputi kesedihan mendalam. Apapun pekerjaan Vladimir Deska di luar, dia tetaplah majikan yang baik pada para pekerjanya di rumah itu. Hingga tengah malam, makin banyak tamu dan perwakilan perusahaan yang datang ke kediaman dan melihat Vladimir Deska untuk terakhir kali.“Kami tidak melihat Brianna sejak tadi. DI mana kah dia?” tanya salah seorang tamu pada pelayan rumah.“Nona juga sedang sakit saat ini. Itu sebabnya tidak bisa hadir di sini,” jawab salah seorang pelayan.“Sa

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 143. Akhir Vladimir Deska

    Jack melangkah cepat mengikuti pelayan pribadi Vladimir Deska yang menunggunya di helipad.“Bagaimana keadaannya sejauh ini?” tanya Jack.“Tak ada kemajuan, Tuan Muda,” jawab pria itu lesu.Jack melirik pria di sampingnya. Pelayan itu tampak sangat letih, tapi tetap berusaha sigap melayani tuannya.“Kau bisa istirahat sebentar setelah ini. Biar aku yang menjaga Tuan Deska!” kata Jack.“Saya tahu Anda murah hati, Tuan Muda. Namun, saya juga tahu bahwa Anda pun memiliki banyak hal untuk diurus. Saya tidak akan membebani Anda lebih jauh,” tolaknya dengan penuh pengertian.Jack memaksa jika memang pria itu merasa masih sanggup melakukan tugasnya. Mereka memasuki lift menuju lantai perawatan Vladimir Deska.Jack menatap nanar mertuanya terbaring dengan begitu banyak alat bantu di tubuhnya. Pria yang pernah sangat berkuasa di Kelompok Bawah Tanah itu, kini terbaring tak berdaya. Bahkan untuk menarik napas saja sudah tak mampu.“Tuan Muda, Dokter ingin bertemu dengan Anda.” Pelayan pribadi i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status