Share

BAB 3. Pemeriksaan

    

“Billy, aku datang lagi!” Wyatt langsung menyapa.

“Bukankah sudah kukatakan, datamu baru ada besok!” Seorang pria berseragam putih bicara dengan ketus. Sepertinya dia merasa terganggu dengan kehadiran Wyatt.

“Kali ini aku datang mengantar putra Daniella Lawrence. Dia baru kembali dari garis depan!” kata Wyatt memperkenalkan.

Pria yang dipanggil Billy menghentikan pekerjaannya dan membalikkan badan ke belakang. Melihat ke arah Jack sekilas. Di antara mereka ada dinding kaca lagi. Billy berada di ruang pemeriksaan, sementara Wyatt dan Jack berada di tempat observasi.

“Aku sedang memeriksa ibumu! Data lengkapnya akan kuserahkan besok. Kau bisa mencoba mengurus ruang peristirahatan di gereja dan  tanah makamnya lebih dulu,” kata Billy.

“Aku ingin melihat mommy, sebelum pergi menjenguk granny,” Jack tak menyurutkan langkahnya sedikit juga.

            “Ini bukan kenangan yang bagus, Jack.” Billy mengingatkan.

“Tak masalah!” jawab Jack yakin.

Tangan Billy mengibas, memanggil Jack untuk masuk dan melihat jasad ibunya yang sedang diperiksa dokter forensik.

Jack dan Wyatt masuk ke ruangan yang dilapisi kaca itu. Hati Jack pedih melihat jasad ibunya yang putih pucat seperti kapas. Dia meneliti tiap inci jasad itu dengan teliti. “Bagaimana hasil pemeriksaan sementaramu?” tanya Jack tanpa mengalihkan pandangan dari jasad di meja.

“Apa  kau sudah memeriksa luka kecil ini?” Jack bertanya tanpa menunggu jawaban Billy. “Ungu kehitaman. Hemm …,” gumamnya dengan mata menyipit.

“Kecurigaan harus bisa kita buktikan dengan hasil lab, baru bisa menegakkan kesimpulan!” Billy mengelak untuk menjawab pertanyaan Jack. Namun, dia dapat melihat bahwa Jack familier dengan tubuh orang mati, serta telah memiliki dugaan di kepalanya.

Diperhatikannya bibir ibunya yang kebiruan. “Mommy pasti sangat kesakitan saat turun dari kereta. Dia butuh bantuan, tapi tak ada yang mau membantunya disaat kritis!” komentar Jack pedas.

Wyatt dan Billy tidak tertarik untuk menanggapi komentarnya. Mereka hanya memperhatikan apa yang dilakukan Jack.

“Besok pagi aku akan ke sini lagi. Kuharap hasilnya sudah keluar.” Jack keluar dari ruangan berdinding kaca itu.

“Kau sudah puas melihat ibumu?” tanya Wyatt sambil mengejar langkah Jack yang terburu-buru.

“Aku tidak puas. Dia terlalu lambat. Aku hanya ingin melihat kesimpulan yang dibuatnya, apakah akan sama seperti dugaanku!” Jack berdiri di depan pintu mobil, menunggu Wyatt membuka kuncinya.

“Kau mau ke mana lagi? Biar kuantar.” Wyatt berusaha berempati.

“Tak perlu. Aku akan naik motorku saja,” tolak Jack.

****

“Bagaimana keadaan granny, Fred?” tanya Jack sesampainya di rumah sakit. Seorang perawat sedang melakukan pemeriksaan malam hari. Jack mengawasi dengan ekor matanya.

“Belum ada perubahan signifikan.” Fred menggeleng.

Setelah perawat itu pergi, Jack menghampiri tempat tidur granny dan berdiri di sampingnya. “Granny, aku sudah kembali. Segeralah sembuh, ya. Rumah itu terasa sepi tanpa Kau dan mommy.”

Setelah beberapa waktu di sana, Jack memutuskan untuk pulang. “Menurutmu, apakah mommy dibunuh orang, Fred?” tanya Jack di depan pintu kamar.

            “Aku tidak ingin menebak, Jack. Biarkan polisi yang mengurus hal itu.”

“Lalu, apakah uang yang dibawa mommy ada bersamanya?” tanya Jack ingin tahu.

Fred menggeleng. “Uang itu lenyap. Aku sudah melaporkan hal itu pada polisi. Namun, respon mereka diluar dugaan!” adu Fred.

Jack diam dan mengangguk. Diambilnya sedikit uang dan diberikan pada Fred. Belilah makanan untukmu. Mulai sekarang, aku yang akan mengurus rumah. Jangan khawatir!”  Jack berlalu di lorong rumah sakit yang sunyi. Kembali dia bertemu dengan perawat yang sebelumnya, keluar dari kamar lain sambil mendorong meja besi yang berisi berbagai peralatan dan obat.

Fred memandangi lembaran-lembaran dollar di tangannya. Hatinya terasa sakit dan tersayat. Didekatinya tempat tidur Nyonya Mathilda Lawrence. “Nyonya, anda bisa bangun dan merasa lega. Jack sudah dewasa sekarang. Dia langsung mengambil alih tanggung jawab rumah.”

Fred diam. Dia ingat bagaimana dulu, tuannya menolak untuk mengijinkan Jack masuk sekolah militer. Dia sangat ingin Jack belajar pertanian anggur dan meneruskan bisnis wine keluarga. Tapi anak muda itu sangat keras kepala. Tak ada siapapun yang bisa merubah apa yang sudah diputuskannya. Namun sekarang, dia kembali sendiri, demi ibu dan neneknya.

***

Jack mampir di toko kecil yang masih buka malam itu. Dia membeli sedikit persediaan makanan untuk sarapan besok. Saat keluar dari toko, dilihatnya dua pria menunduk mengamati motor tuanya. Jack mendekat dan meletakkan tas belanja di setang motor.

“Motor yang sangat bagus,” puji salah seorang.

“Terima kasih.” Jack mengangguk dan mulai memasukkan kunci. Dia dapat merasakan gelagat buruk dan hendak secepatnya pergi dari tempat itu.

            “Berapa?” tanya salah seorang yang wajahnya sangat tidak enak dipandang.

“Berapa apa maksudmu?” tanya Jack dengan tatapan tajam.

“Aku ingin membelinya. Kau katakan saja harganya!” ujarnya sombong.

“Motorku tidak dijual!” jawab Jack tegas.

“Hahaha. Tak ada yang tidak bisa dibeli!” ejek pria itu. Sekarang dia berdiri tepat di depan motor dan menahan setangnya, agar tidak bisa pergi ke mana pun.

“Ini motor warisan kakekku. Kau tak akan mampu membeli kenangan yang ada bersamanya!”

Pria jelek itu merasa ditantang oleh Jack. Belum ada yang berani melawan kata-katanya di kota itu, sejak dia berkuasa di jalanan. “Kurasa kau orang baru dan tak mengenal siapa aku!” katanya sombong.

“Kau yang orang baru hingga tidak tahu siapa aku!” Jack membalas gertakan orang itu. Sekarang kedua kakinya berdiri tegak di sisi motor. Sementara tangannya menggenggam setang dengat erat. Beberapa kali gas motor dimainkan oleh Jack, untuk menunjukkan bahwa dia tak takut digertak.

Dua orang yang sedang mencari keributan itu saling pandang dan bersiasat. Jack tahu itu. Dia juga mempersiapkan diri. Hanya saja, mobil patroli polisi melintas dan lampu serta suara sirinenya menyala serta berkedip-kedip pendek. Mobil itu berhenti di depan toko, dekat tiga orang yang sedang berselisih.

“Apakah ada masalah, Jack?” tanya polisi yang tak lain adalah Wyatt.

“Aku tak punya masalah. Tidak tahu dengan mereka!” tunjuk Jack ke arah kedua orang di depannya.

“Apa kau berencana membuat keributan lagi, Eddy?” Wyatt menatap pria itu dengan tajam.

Orang yang bernama Eddy langsung mundur dan menggoyangkan kedua tangan. “Kami hanya mengagumi motornya,” ujarnya dengan senyuman culas.

“Sebaiknya kau segera pulang, Jack!” perintah Wyatt.

“Terima kasih officer!” Jack melajukan motornya dan segera menghilang dalam gelapnya malam.

***

Pagi sekali, Tom sudah menyiapkan sarapan. Setelah itu berdua Jack mereka pergi ke gereja, untuk memesan ruang persemayaman. Kemudian menuju tanah pemakaman. Jack bersyukur bahwa kakeknya telah memesan tanah pemakaman untuk anggota keluarganya di belakang gereja.

“Sekarang kita ke kantor forensik, untuk mendapatkan hasil pemeriksaan!” kata Jack.

“Oke!” Tom mengangguk setuju saja. Tuan Fred kemarin malam sudah menghubunginya. Mengatakan bahwa sekarang kepala keluarga rumah itu adalah Jack. Jadi, mereka harus menghormati keputusannya.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Adolf Maramis
sangat menghibur
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Terima kasih, kak
goodnovel comment avatar
Dian Rahmawati
cerita yang bagus sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status