Share

Dia Hamil

Dani merasa cemas karena Alisha muntah-muntah di dalam. Ia mengira mungkin Alisha sedang sakit.

"Apa kamu perlu obat?" tanya Dani di depan pintu kamar mandi.

Alisha membuka pintu lalu perlahan keluar dari kamar mandi. "Aku nggak perlu obat."

"Aku khawatir karena kamu muntah."

"Aku nggak papa. Bisa tolong antarkan aku pulang?''

"Sebaiknya telepon ibumu agar tidak cemas sebab aku akan mengantarmu besok pagi." 

Alisha mengangguk sambil menerima ponsel dari Dani. Ia sedikit menjauh dari lelaki itu untuk menelepon ibu tirinya. "Halo, Ibu."

"Ke mana saja kamu, hah? Pasti kamu di luar sana lagi nginep sama lelaki, ya? Anjas sering mengadu tentang kelakuanmu itu." Suara ibu tiri Alisha.

Alisha mencoba bersikap tegar. Ia ingin menangis, berteriak sekaligus marah, tapi ia tidak mungkin bersikap demikian di dekat Dani. 

"Sekarang kamu ada di mana, hah? Bapakmu sudah mencari kamu ke mana-mana sampai lupa kerja. Pasti gaji yang didapat bapakmu bulan ini berkurang karena harus mencari  anak yang nggak tahu diuntung seperti kamu."

Pedas sekali cara bicara ibu tirinya, membuat Alisha tak kuasa untuk membendung suara dan tangisannya. "Diam!" 

"Mulai berani kamu ngomong, ya? Awas kalau kamu nggak pulang. Aku cari kamu lalu aku seret kamu."

"Buat apa aku pulang kalau toh disiksa juga? Aku nggak akan pulang. Cari saja aku." 

"Kamu harus pulang atau aku akan bilang sama bapakmu tentang kehamilanmu itu."

Alisha terkejut, ia terdiam dan tidak berkutik. 

"Apakah kamu sudah selesai?" tanya Dani. 

Alisha terkejut karena Dani tiba-tiba berada di sampingnya. Tanpa mengatakan apa pun, Alisha segera mengembalikan ponsel itu.

"Maaf, apa kamu ada masalah?"

Alisha mengusap pipinya lalu menggeleng. "Nggak, makasih." 

Dani hanya mengangguk maklum atas diamnya Alisha. Ia hanyalah orang baru yang dikenal oleh perempuan itu, jadi tidak tersinggung atas sikap tertutup perempuan itu kepadanya.

Ponsel Dani bergetar lalu berdering. "Halo."

"Di mana, Alisha?" Terdengar suara seorang perempuan. Ia salah ibu tirinya Alisha.

"Dia sedang bersama, tapi tenang karena aku akan mengantarnya pulang esok hari."

"Siapa kamu? Apa kamu lelaki yang telah menghamilinya?" 

Dani terkejut. "Saya baru mengenalnya."

"Sudah banyak lelaki yang baru dikenalnya. Kamu pasti salah satunya. Sekarang di mana dia? Aku ingin bicara dengannya." 

Dani mendekati Alisha yang kini duduk di tepi ranjang. "Dari ibumu."

Alisha menerima ponsel itu lalu menjawab ibunya. "Aku akan pulang besok."

"Suruh lelaki itu datang untuk bicara pada kami."

"Tapi dia bukan---"

"Aku tidak mau tahu. Besok kau harus datang bersamanya atau aku akan menceritakan segalanya sehingga ayahmu akan mengusirmu dari rumah " 

Dani menatap Alisha. Ingin mengetahui perasaan dan percakapan perempuan itu di telepon bersama ibu tiri Alisha. "Apa yang ibumu bilang?"

Alisha menggeleng, ia tidak akan mengatakan apalagi meminta. Sungguh malu jika harus bercerita.

Dani mengambil ponsel dari tangan Alisha lalu meletakkan di atas meja. "Apa kamu masih mau pulang?" 

Alisha terlihat bingung. Lama ia berpikir hampir menghabiskan lima menit, barulah ia menatap Dani. "Apakah kau bisa membantuku?"

Dani mengambil sikap bersandar pada sisi meja sambil melipat kedua tangannya. "Apa itu?"

"Bisakah kamu datang dan mengaku sebagai ayah dari anakku?" Sedikit ada rasa malu sekaligus menyesal telah melontarkan pertanyaan itu. Namun, ia harus memberanikan diri untuk meminta bantuan.

"Ayah dari bayimu memangnya ke mana?"

"Dia ... Dia...." Alisha bingung. 

"Aku nggak mau menikahimu."

Alisha kecewa walau telah tahu pasti Dani akan menolaknya. "Aku paham."

"Aku akan mengantarmu besok. Setelah itu aku akan kembali. Tanpa ada drama seperti yang kau harapkan. Oke?" 

Alisha mengangguk pasrah. 

"Besok pagi aku akan mengantarmu pada pukul 7. Jadi bangunlah lebih cepat dari itu." 

Dani meninggalkan kamar itu, tapi sebelumnya tidak lupa ia menutup pintu.

Alisha kembali menangis. Ia kebingungan. Sudah tidak ada harapan lagi. Pulang ia kan mal, tetapi bila tidak pulang maka ibu tirinya akan memfitnahnya. 

Dani pergi ke kamarnya. Dia memadamkan lampu kamar setelah menghidupkan lampu tidur. Baru saja ingin berbaring, ia telah dikejutkan oleh suara Alisha yang tiba-tiba histeris. Namun, Dani mencoba untuk mengabaikannya. 

***

Pukul 06:05, Dani telah siap di meja makan. Ia sedang menunggu Alisha untuk makan bersamanya.

"Bu Alya, tolong panggilkan dia!" 

Pelayan ini meletakkan piring yang baru saja di susunnya di atas meja. Ia bergegas mendatangi kamar Alisha. "Nak, dipanggil bapak. Disuruh turun untuk makan."

Sudah tiga kali memanggil dan mengetuk pintu. Tidak ada sahutan dari dalam kamar sehingga pelayan ini segera masuk untuk menemui Alisha. 

Dani sedang makan sambil membalas pesan singkat dari sahabat lamanya. Tiba-tiba pelayannya berlari ke arahnya dengan napas tersengal-sengal. "Ada apa?"

"Dia tidak ada di kamarnya, Pak." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status