Share

Ke mana Dia?

Dani terkejut dan menyudahi makanannya lalu mengambil kunci mobilnya yang berada di atas meja makan. "Kabari aku kalau dia sudah kembali. Aku akan mencarinya di luar sana."

"Iya, Pak." 

Dani segera memasuki mobil kemudian melajukan kendaraannya untuk mencari Alisha. Di sepanjang jalan tidak luput dari penglihatannya. Namun, sosok Alisha tidak terlihat olehnya. Dani menyesal karena tidak memiliki foto perempuan itu, sebab saat dia berhenti dan bertanya kepada salah seorang pejalan kaki di depan sebuah toko. Dani kebingungan untuk menjelaskan fisik Alisha. Ia hanya bisa mengatakan warna baju dan umur perempuan itu yang dikira-kiranya baru berumur 20 tahun.

***

Alisha berjalan di tengah keramaian kota Tenggarong sambil membayangkan kejadian pilu  sebelum dirinya hamil. Seorang lelaki tiba-tiba memasuki kamarnya. Tepat di saat ayah dan ibunya sedang berada di luar kota karena mengunjungi rumah salah seorang keluarga ibu tirinya yang sedang mengadakan hajatan. Lampu kamar sengaja dipadamkan. Dirinya langsung terbangun ketika lelaki itu menindihnya. Ia berusaha melepaskan diri, tapi tenaganya kalah kuat dari lelaki itu. 

Alisha ingin menjerit, tetapi mulutnya dibungkam dengan kain. Sekuat tenaga berusaha untuk mempertahankan dirinya. Namun, nasib malang telah menimpanya. Malam itu segalanya telah terjadi. Perempuan itu kembali menangisi takdirnya. Sudahlah kejadian malam tadi membuatnya trauma, kini ia harus mengandung anak dari lelaki itu.

"Hei, kalau jalan lihat-lihat, dong," tegur seorang perempuan berpakaian gamis biru. Ia membawa tas belanjaan dan sedang menunggu angkutan umum untuk mengantarnya ke pasar.

Alisha terkejut, hampir saja ia menabrak perempuan berumur 35 tahun itu. "Maaf." 

Perempuan itu tidak menanggapinya lagi. Ia hanya cemberut sambil melihat ke arah kanan untuk melihat angkutan umum yang akan melewati jalan itu.

Alisha kebingungan menentukan ke mana ia hendak pergi. Seorang lelaki tiba-tiba menyentuh pundaknya membuat Alisha terkejut dan segera berbalik untuk melihat ke belakang. "Anjas."

"Sedang apa kau di sini?" Anjas terlihat tenang padahal Alisha bersikap membencinya.

"Ke mana saja kamu? Aku mencarimu." Alisha masih menahan kemarahannya. Padahal ingin sekali rasanya ia menampar wajah lelaki itu.

"Tenanglah, Alisha. Aku nggak pergi ke mana-mana. Buktinya aku sekarang menemukanmu." 

Alisha melirik ke samping kanan-kirinya. Setelah memastikan tidak ada yang akan melewatinya barulah ia bicara, "Kamu harus mengaku pada ibu tiriku bahwa anak di perut ini adalah anakmu."  

Anjas tersenyum lalu menyentuh pundak kanan Alisha. "Tenang saja. Aku akan bertanggungjawab."

Alisha melirik pundaknya yang kini disentuh oleh Anjas. "Jangan sentuh aku."

"Ups, maaf." Anjas segera menjauh. 

"Siapa perempuan yang bersamamu di mobil semalam?" 

"Dia hanya teman."

"Teman tapi mesra maksudmu?" singgungnya. Ia sedikit kesal mendengar jawaban dan ekspresi wajah Anjas yang seolah menganggap remeh permasalahannya. "Aku tidak ingin perempuan itu dekat denganmu lagi." 

"Iya," jawab Anjas sambil menarik tangan Alisha.

"Apakah kita akan pulang?" tanya Alisha sambil mengikuti Anjas.

"Iya. Aku mau melamarmu."

Alisha tersenyum. Wajahnya kembali ceria dan harapannya untuk hidup mulai bangkit. 

Anjas meminta Alisha untuk ikut bersamanya dengan mengendarai motor. Alisha hanya menuruti permintaan Anjas. Di sepanjang perjalanan Alisha membayangkan bahwa dirinya dan Anjas akan menikah. Hingga dua puluh menit berlalu dalam perjalanan. Alisha terkejut saat Anjas menghentikan motornya di tempat yang sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang melewati tempat itu. Jalanan itu nyaris tidak terurus. Terbukti masih banyak pohon-pohon besar dan rumput yang condong ke arah aspal. 

"Di mana ini?" tanya Alisha sambil memperhatikan sekitarnya.

"Motorku mogok, nih." 

"Mogok?" Alisha mengalihkan perhatiannya ke arah motor. 

"Iya, nih. Ban motorku kempes." 

Alisha berjalan ke arah ban motor bagian depan. "Aku nggak lihat, tuh." 

Anjas berjongkok sambil menekan-nekan bannya. "Perasaan tadi bannya kempes."

Alisha melihat ke atas lalu ke arah pepohonan. Hari menjelang sore. Diperkirakan waktu sudah melewati jam dua. "Aku takut di sini. Tempatnya sepi." 

"Istrirahat di sini dulu, ya? Aku capek." 

"Hem, okelah." Perempuan ini pasrah walau dalam hati ingin sekali mendesak Anjas agar segera meninggalkan tempat itu.

Ponsel Anjas berdering. Anjas terburu-buru menjauh dari Alisha. "Halo, Tante."

"Apa kamu sudah menemukan Alisha?" Suara ibu tirinya Alisha.

"Sudah. Dia bersamaku, tapi aku nggak lihat lelaki yang menjawab teleponku itu Tante." 

"Kamu tahu, kan apa yang harus kamu lakukan kalau dia sampai membongkar kenakalanmu itu?"

Anjas melirik Alisha. Ia tersenyum di saat Alisha melihat ke arahnya. "Aku tahu, Tan. Tenang saja." 

"Jangan sampai om kamu tahu kalau ini rencana kita untuk menutupi aibmu. Buat dia tidak berkutik ketika bertemu dengan bapaknya dan ingat, jangan sampai dia terluka. Atur semuanya seolah itu kesalahannya."

"Tante, tenang saja dan jangan khawatir. Aku sudah menyusun rencana pertama. Jika rencana pertama gagal maka aku akan menjalankan rencana kedua."

***

Dani masih mencari Alisha. Hari semakin gelap. Namun, ia belum menemukan keberadaan perempuan itu. "Ke mana dia?" 

Dani mendadak menghentikan mobilnya saat melihat seorang perempuan sedang berlari ke arahnya. "Dia?" 

Alisha berlari menuju ke pintu mobil Dani. Ia memohon agar Dani segera membukakannya pintu. "Tolong aku!"

Dani segera membuka pintu. "Lekas masuk!"

Alisha segera memasuki mobil. "Pergi dari sini!" 

Tanpa bertanya walaupun masih penasaran dengan sikap panik Alisha. Namun, Dani mengabaikan perasaannya dan memilih untuk segera meninggalkan tempat itu.

Alisha melihat ke belakang lalu kembali duduk dengan tenang. "Maaf, aku menyusahkanmu lagi."

"Kenapa kamu pergi dari rumahku lalu berakhir di jalanan sepi ini?" tanya Dani sambil melihat ke depan sana.

"Maaf, aku takut untuk pulang tanpa membawa seorang lelaki yang mau menikahiku."

Dani terdiam mendengar alasan Alisha. Sayup-sayup ia mendengar  tangisan perempuan itu. Dalam hati ia merasa kasihan, tapi ia tidak ingin memberikan harapan kepada perempuan itu. Lelaki ini mengambil kotak tisu lalu memberikan kepada Alisha. 

Alisha menerima tisu dan segera menghapus air matanya. "Kalau bisa aku nggak mau pulang. Aku mau hidup mandiri, tapi di mana aku bisa tinggal? Nggak ada yang mau memerkerjakan perempuan hamil sepertiku. Lagipula mereka akan menghinaku karena hamil tanpa suami." 

"Di mana bapak dari bayimu itu tinggal? Biar aku yang mendatanginya." 

"Dia tinggal bersama kami."

"What?" Dani sontak menghentikan mobilnya. Ia terkejut karena lelaki yang telah menghamili perempuan itu ternyata juga tinggal di tempat perempuan itu. 

"Aku baru saja bertemu dengannya siang tadi, tapi sampai sekarang dia belum datang untuk menjemputku. Aku berpikir dia meninggalkanku di tempat tadi. Aku ketakutan sekali." 

Dani semakin bertambah jengkel dengan pengakuan Alisha. Sudahnya lelaki itu tinggal bersama dengan Alisha, kini ia justru meninggalkan Alisha di jalanan sepi. "Siapa lelaki itu? Kakakmu atau bapakmu? Keterlaluan sekali."

"Dia sepupu tiriku," jawab Alisha sedikit ada rasa jengkel karena Dani sembarangan menuduh ayahnya.

Dani mengambil ponsel yang disimpannya di dalam laci dasboard lalu memberikan ponsel itu kepada Alisha. "Telepon sepupu kamu itu!" 

Alisha mencoba untuk menelepon ke nomornya Anjas, tetapi nomor Anjas ternyata berada di luar jangkauan. Setelah mencoba lima kali barulah ia tersambung dengan Anjas. "Anjas." 

"Halo, Alisha. Kamu di mana?"

"Kamu yang di mana? Aku sudah nunggu hampir tiga jam di sana, tapi kamu nggak datang juga. Ada beberapa lelaki tadi hampir aja melecehkanku. Untungnya ada yang menolongku." Alisha menangis tersedu-sedu. Meluapkan segala kemarahannya kepada Anjas yang tega meninggalkannya.

Dani terkejut mendengar cerita Alisha. "Jadi dia hampir saja dilecehkan?"

"Tenanglah, Alisha. Aku akan datang. Sekarang kamu di mana? Aku ke sana sekarang."

Alisha memperhatikan jalanan yang mereka lewati. "Aku---" Tiba-tiba Dani merampas ponsel itu. "Aku belum selesai ngomong sama dia." 

Dani mengakhiri panggilan telepon. "Aku mau bicara sebentar sama kamu."

Dani menghentikan mobilnya di depan sebuah warung makan yang ramai. Ia sengaja memarkirkan mobilnya di parkiran warung tersebut. 

"Mau ngomong apa?" tanya Alisha sambil menatap wajah tampan di sampingnya itu.

"Apa kamu yakin dia nggak akan ninggalin kamu lagi?" 

"Aku nggak tahu, tapi cuma dia satu-satunya harapan aku."

"Dia sudah berani ninggalin kamu di jalanan sepi tadi. Dia juga nggak mikirin risikonya. Apa kamu masih mau percaya sama orang seperti itu?" 

Alisha terdiam sambil memikirkan perkataan Dani. Memang benar ia harus selalu waspada terhadap Anjas karena bisa saja Anjas berniat untuk membuangnya. 

"Apa kamu sekarang sudah paham?" tanya Dani.

"Aku nggak mungkin menutupi kehamilanku terus menerus. Lambat laun pasti akan ketahuan. Nggak ada cara lain untuk menutupi aib kecuali dengan menikah," ucapnya pelan. Berharap Dani mengerti dengan keputusannya.

"Perempuan ini!" keluh Dani dalam hati sambil mengusap kasar wajahnya. 

"Antarkan saja aku padanya. Aku berjanji nggak akan mengganggumu lagi. Tolonglah!" Suara Alisha sedikit memelas. 

"Hem, oke. Setelah ini aku nggak mau melihatmu lagi. Oke?" 

Alisha mengangguk. Ia diizinkan kembali untuk menghubungi Anjas. "Halo, Anjas."

"Kenapa tadi diputus teleponnya? Siapa itu tadi?" tanya Anjas. 

"Itu tadi orang yang menolongku."

"Sekarang kamu di mana?" 

Alisha melihat ke arah warung makan untuk mencari nama warung makan di depannya, setelah dapat ia lalu menjawab, "Aku ada di depan warung makan Bu Siti."

"Oke, tunggu aku." 

Alisha mengembalikan ponsel Dani. "Dia akan datang."

"Hem," jawab Dani sambil menghela napas panjang lalu dihembuskan perlahan. Ia kembali menyimpan ponselnya ke laci. 

Satu jam menunggu, tapi Anjas tidak juga datang. Alisha mulai gelisah. Sesekali dia melihat ke arah luar. Berharap lelaki itu akan datang. Terus terang ia sangat malu kepada Dani. 

Dani mulai memerlihatkan kebosanannya. Sudah tiga kali ia menguap sambil sesekali melihat arloji perak yang berada di lengan kirinya. "Di mana dia?"

"Aku akan keluar untuk melihatnya. Mungkin saja dia tersesat," kata Alisha sambil keluar dari mobil. 

Dani mulai kegerahan padahal ia telah menyalakan AC mobil. Itu semua karena ia menahan kekesalannya pada Anjas yang tak kunjung datang sesuai janji, makanya Dani mulai merasa gelisah dan juga geram atas sikap tidak bertanggungjawab lelaki itu.

Alisha sedang melihat ke sekitarnya. Banyak kendaraan yang berlalu-lalang, tetapi satu pun terlihat kehadiran Anjas. Mobil hitam kini menepi tepat di hadapan Alisha. Perempuan itu terkejut ketika dua orang lelaki bertubuh kurus sedang melihat kepadanya. 

"Siapa kalian?" tanya Alisha sambil mencari keberadaan Anjas lewat matanya yang melirik ke arah mobil. Berharap Anjas juga berada di sana.

"Dia nggak bisa datang ke sini, tapi dia minta tolong sama kami untuk menjemputmu," jawab lelaki berbaju ungu. 

"Tadi, kan dia bilang mau ke sini?" tanya Alisha. Ia sedikit khawatir dengan keberadaan dua lelaki yang tidak dikenalinya itu.

"Iya, tapi tiba-tiba ada urusan mendadak," jawab lelaki berbaju putih.

Alisha melihat ke arah mobil Dani. Berharap Dani akan mendatanginya. "Aku nggak mau pergi kalau bukan dia sendiri yang datang."

"Kamu boleh ngomong langsung sama dia kalau nggak percaya sama kami," usul lelaki baju ungu, sambil meminjamkan ponselnya kepada Alisha.

Alisha tampak ragu menerima ponsel itu, beruntung Dani segera merebut ponsel lelaki baju biru kemudian mulai berbicara. 

"Di mana kamu?" tanya Dani dengan suara tegas. 

"Aku sedang sibuk, jadi aku menyuruh dua temanku untuk menjemputnya," jawab Anjas.

Dani langsung menatap dua lelaki kurus di hadapannya. "Dia sudah menunggumu terlalu lama dan kamu malah menyuruh kedua lelaki jelalatan ini untuk menjemputnya. Di mana akalmu, Bro? Punya otak tolong dipakai!" 

Alisha terkejut mendengar bentakan Dani. Begitupula dengan kedua lelaki yang berada di hadapannya. 

"Kamu siapa, sih? Calon bapaknya juga, ya?" sindir Anjas.

"Sudah kubilang kalau otak itu dipakai. Kamu yang berbuat, tapi kamu malah menelantarkan cewek  seperti ini. Malah sekarang menuduhku."

"Ah, sudahlah. Aku nggak mau berdebat. Suruh Alisha pulang sama mereka!"

Dani belum selesai bicara, tapi Anjas sudah mengakhiri panggilan teleponnya. "Sial sekali." 

"Jadi bagaimana? Apa kamu mau ikut sama kami?" tanya lelaki baju kuning.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status