Serena jelas kesal, tapi dia tak berani menunjukkannya, pada sosok yang kini sedang bicara dengan seseorang menggunakan ponsel. Satu jam dia dibiarkan berdiri tanpa boleh duduk.Apa salahnya coba, kalau pun dia ada salah harusnya Al sebutkan saja. Dia akan minta maaf, terima hukuman jika dia memang layak mendapatkannya. Tapi ini, sejak dia dibawa masuk ke ruang kerja lelaki itu sampai sekarang, Al tidak bicara sepatahkatapun kecuali perintah, "Berdiri di sana."Padahal di ruangan itu ada benda yang membuat jiwa Serena meronta-ronta. Sejak tadi ingin menyentuhnya. Tumpukan buku yang berderet di rak sepanjang dinding ruang kerja Al. Kalau bukan buku, beri saja dia kertas dan pensil. Dia akan habiskan sepanjang hari dengan benda itu.Al agaknya mulai ingin menyiksa Serena. Status penebus hutang yang melekat padanya, membuat Serena tak berhak membantah tiap perintah lelaki yang berstatus suami."Tapi ini sudah lama, kakiku pegal," gumam Serena. Belum lagi ditambah perutnya yang mulai la
Serena sempat berjengit kaget mendengar teriakan Al menggelegar di tempat itu. Meski detik setelahnya Serena mengubah ekspresinya jadi polos, macam bocah TK kena marah bapaknya."Aku bosan. Lagi pula aku tidak melanggar hukuman. Aku hanya mengubahnya jadi duduk," balas Serena santai.Emosi Al meroket naik, pasalnya Serena mengambil bukunya. Lebih menjengkelkan lagi, Serena asal saja mengembalikannya. "Kau menyentuh milikku, tanpa seizinku!" Desis Al coba menahan diri."Aku minta izin kok," sahut Serena tidak mau kalah."Kapan?" Sergah Al tak merasa."Waktu kamu di luar tadi," balas Serena tanpa dosa.Al mendorong napasnya kasar. "Tambah hukumannya." Sudah jelas Serena sengaja menantangnya. Berani sekali gadis di hadapannya berkata seperti tadi."Sambil baca buku," tawar Serena."Tiga jam." Sengaja Al ingin menyiksa Serena."Deal!" Tanpa diduga Serena langsung menerima hukuman yang Al berikan.Serena akan jalani hukumannya dengan riang gembira asal ditemani buku. Al tidak tahu saja ji
"Alterio Inzaghi!" Max berteriak kesal saat mendapati Serena lemah tak berdaya. Felix sendiri hanya menonton tanpa ingin membantu."Dia lemah. Tidak akan kuat menghadapi Beita." Felix memberi pandangan saat mereka tiba di lab Max. Di mana sang dokter lekas memasang infus. Mengambil sample darah Serena untuk dia periksa sendiri. Dia punya tempat khusus untuk dirinya sendiri, pribadi. Tidak boleh ada yang memasukinya selain Max."Itu sebab tubuhnya belum fit. Dia masih proses penyembuhan. Kau harus lihat seperti apa waktu dia datang ke sini." "Aku heran, kita ini kejam, tapi masih ada yang menyiksa orang, yang bahkan melawanpun sudah tidak sanggup. Mereka lebih keji dari kita."Aslinya Max baik, hanya saja satu, dua, tiga kejadian menyakitkan dan mengecewakan berlaku padanya. Membuat Max seperti punya kepribadian ganda. Kadang baik, kadang seperti iblis."Dan Al malah tidak memberinya makan.""Dari mana kau tahu?""Ini ...." Max menunjukkan hasil pemeriksaan darah Serena."Kau tahu
Serena cukup lama berada di kamar mandi. Dia perlu menenangkan jantungnya yang berdebar begitu kencang. Dia yang tadi terburu-buru masuk kamar mandi, lupa membawa baju ganti. Dia pun tak tahu ada pintu penghubung kamar mandi dan walk in closet. Berbekal bath robe yang menutupi tubuhnya. Serena keluar kamar mandi.Betapa kagetnya dia saat mendapati Al sudah berdiri di kamarnya. Pun dengan pria itu yang lumayan terkejut melihat tampilan Serena."Mau menggodaku?" Al bertanya dengan sinis."Memangnya kau doyan?" Balas Serena telak."Kau ...."Belum sempat Al bertindak, Serena sudah lebih dulu kabur ke kamar ganti. Menutup pintu lalu menguncinya.Al sendiri langsumg berkacak pinggang dengan dada naik turun menahan amarah. Dia buka dua kancing kemejanya. Tubuhnya merasa gerah sebab emosi."Gadis ini!" Desis Al seraya berbalik. Saat itu Serena sudah selesai berpakaian. Baju tidur lengan pendek selutut. "Mau apa? Mau sambung hukuman? Siapa takut?" Lihat! Sikap Serena berubah-ubah. Al samp
"Beita, kau yang handle ini," Al memberi perintah pada sang tangan kanan. Yang diberi mandat hanya membungkuk penuh kepatuhan. Sementara yang lain hanya bisa saling pandang. "Kau akan bekerjasama dengan rumah sakit yang dikelola dengan Max. Dari sana kita dapatkan orderan. Ingat, by order." Gila! Andai mereka di luar sana tahu apa yang sedang Al dan yang lainnya bicarakan. Ini bukan bisnis makanan atau produk lain. Tapi salah satu bisnis mengerikan yang memang sudah ada sejak dulu. Tentu saja, bisnis seperti ini muncul karena ada permintaan dari pasar. Semakin hari permintaan makin tinggi membuat berbagai kalangan dunia bawah mulai berpikir menjadikannya lahan usaha. "Apa ini tidak terlalu beresiko, kita tahu Beita seperti apa. Terlalu banyak yang dia tahu dan handle akan membuatnya makin berbahaya." Felix mengemukakan sebuah wacana. Dia, Paul dan Max sedang berbincang di lab sang dokter. "Kau mulai meragukan penilaian Al?" Paul balik bertanya. "Tidak, aku hanya mengkhawatirk
"Biarkan dia di sini." Ucap Al tampak santai. Beda dengan Paul, Ara dan Felix yang saling pandang."Al dia belum siap. Mereka boleh berhadapan tapi saat Serena sudah siap. Dan itu bukan sekarang. Ingat, kau harus pikirkan keselamatan Serena."Paul memberi saran. Bersamaan dengan suara heels terdengar kian mendekat. Al memandang Serena yang kebingungan. Tidak tahu situasi seperti apa yang sedang mereka hadapi."Al jika Vasti tahu, Edgar juga tahu," kali ini peringatan Felix membuat Al langsung memberi kode pada Ara.Istri Paul lekas berdiri seraya menarik tangan Serena. Hebat, dengan langkah super cepat, tapi heels Ara tidak menimbulkan bunyi nyaring macam milik Vasti."Tinggal di sini. Jangan keluar sampai kami pergi." Ara memperingatkan Serena sebelum menutup pintu.Serena mengangguk. Membiarkan pintu ditutup Ara, meski dia sempat melihat penampakan perempuan super cantik mendekati Al."Dia siapa," gumam Serena sebelum pintu tertutup sempurna.Sementara itu di meja makan, Al langsung
"Vasti Martinez. Dia yang harus kau lawan."Dahi Serena berkerut dalam. "Lawan? Bertarung begitu?"Max membuka mata, lantas mendorong napas kasar. Bagaimanapun, Serena harus diberitahu soal medan yang harus dia hadapi. Mengharapkan Al akan memberitahu Serena, jangan harap.Omong super irit, sukanya mengintimidasi, mau jalin komunikasi saja susah."Aku beritahu tapi tidak semua. Kalau mau detailnya tanya sama Al."Serena menggeleng cepat. Dia saja berusaha menghindari Al, Max malah menyuruhnya bertanya. Bukan jawaban yang dia dapat, tapi hukuman. Sekali berinteraksi membuat Serena menyimpulkan kalau Al adalah tipe yang suka menghukum orang, membuat orang lain menderita mungkin adalah kesenangan bagi pria itu."Kau tahu pasti kenapa kalian menikah?""Dia ingin menghindari perjodohan. Aaaa, gadis tadi calonnya Al. Cantik gitu, kenapa Al gak mau?" Serena mengetuk dagunya tampak berpikir."Satu Al tidak suka ....""Dia juga tidak menyukaiku.""Diamlah, kau itu beda urusan."Serena ber-ooo
Sunyi memeluk Serena. Gelap jadi temannya. Gadis itu duduk seraya meletakkan kepala diatas tumpukan tangan yang berada di atas lutut. Ucapan Ara soal dirinya yang tidak pernah diinginkan, dibuang jadi penebus hutang. Kembali mengorek luka lama putri Nereida. Dia menangis, tapi cuma sebentar. Air matanya kini kering meski lukanya justru basah kembali. Ruangan yang berubah jadi terang tak membuat Serena mengubah posisinya. Dia tetap duduk dengan pandangan mengarah ke balkon kamar yang terbuka. Suara langkah mendekat berakhir dengan bunyi piring beradu dengan meja. "Makan, berapa kali Max berpesan kau jangan telat makan." Suara Al dingin seperti biasa. Penuh intimidasi macam sebelumnya. Namun Serena tak ingin merespon. Dia setia dengan kebungkamannya. Sepuluh menit berlalu, Al mulai emosi saat Serena sungguh mengacuhkannya. Al turunkan egonya dengan menuruti saran Max untuk membujuk Serena. Max sendiri sudah bercerita soal awal mula dua perempuan tersebut jadi saling jambak.
Al dan Serena berdiri mematung melihat kobaran api melahap sebuah mobil. Kendaraan tersebut hampir hangus seluruhnya. Serena bergidik melihat tiga mayat terpanggang di dalam sana."Sebabnya apa?" Al bertanya pada Max yang mulai sibuk mengambil sample dari mayat yang berhasil di keluarkan anak buahnya.Serena langsung tersedak mencium aroma daging panggang. Mual dia rasakan. Gadis itu menjauh dari lokasi, dia pilih masuk ke mobil Al yang beraroma parfum pria itu. Rasa tenang seketika membalut dada Serena. Dia pejamkam mata, mengabaikan Al yang turut memakai sarung tangan. Tanpa rasa jijik ikut menyentuh mayat tadi.Ya, ya beginilah kehidupan mafia. Harusnya Serena tidak perlu heran lagi. Darah, mayat, pembunuhan, hal itu biasa bagi mereka. Tapi untuk Serena, dia baru mulai memasuki universe ini."Bisa gak sih kalian hidup normal?" Tanya Serena begitu Al kembali ke dalam mobil."Hidup normal uangnya juga normal, Nya. Gak ada duit lebih buat hidup hedon."Serena tertawa. "Kapan kalian
"Al ini gawat. Gaston melarikan diri."Al mengalihkan perhatiannya dari berkas di depannya. Bisa kabur lagi, sepertinya dia harus memeriksa sendiri anak buahnya."Akan kuperiksa."Al beranjak pergi keluar dari ruang kerja. Masuk ke kamar, di mana Serena langsung melompat kaget mendengar suara Al."Ngapain?""Nggak ngapa-ngapain."Al memicingkan mata, sesaat menelisik ekspresi sang istri. Dia coba mencari celah untuk menemukan apa yang sedang disembunyikan Serena."Mau ke mana? Ikut." Serena mengekor langkah Al ke ruang ganti.Namun di buru-buru memejamkan mata saat Al mengganti kemeja dengan kaos. Juga celananya. Meski kerap melihat Al tanpa pakaian saat mereka bercinta. Tetap saja semua jadi aneh waktu semua terjadi di luar aktivitas panas mereka."Pakai tutup mata segala."Serena mendengus mendengar ledekan Alterio. Bunyi resleting yang dinaikkan jadi indikasi kalau pria itu telah selesai berpakaian. Serena bisa membuka mata."Ikut!" Rengek Serena."Mau dinas. Mau bunuh orang. Mau i
Setelah dua hari libur sekaligus menenangkan diri. Serena akhirnya kembali ke kantor. Saat makan malam, Paul menjelaskan kalau Serena tidak perlu khawatir lagi soal kejadian Thalia.Counter attack sudah dibuat, respon dari netijreng juga bagus. Dalam artian mereka tidak lagi memojokkan Serena sebagai pelaku. Meski beberapa masih berkomentar burji, tapi sebagian besar sudah mengubah pandangannya pada Serena. Di zaman ini, pendapat netijreng sangatlah penting untuk sebagian kalangan.Karenanya segelintir orang melakukan berbagai cara supaya image mereka terlihat baik di mata pada pengkritik kritis tersebut.Contohnya Marvel, dia membangun citra pria baik, greenflag. Padahal Marvel diperlakukan aslinya playboy kelas kakap. Casanova level akut. Semua untuk mendapat citra baik di depan publik. Walau belakangan image yang susah payah dia ciptakan hancur berantakan. Siapa pemicunya, Serena jawabannya. Kata Al, siapa suruh coba klaim istrinya. Istri gak tu.Seluruh penghuni ruangan sempat t
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta
Serena kesal sekaligus sedih di waktu bersamaan. Fakta kalau Lisa adalah dalang dibalik kejadian beberapa waktu lalu, cukup memukul mentalnya.Padahal Lisa punya tempat tersendiri di hati Serena. Sekarang Lisa sudah tidak ada. Ada hampa juga kecewa yang Serena rasakan. Perempuan itu meringkuk di bantal besar yang terhampar di lantai.Serena tanpa Al duga pergi ke rumah pohon. Dia melamun sambil memandang ranting pohon yang jadi atap tempat itu.Dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi besok. Apa mereka masih akan menghujatnya, atau semua sudah berhenti. Apa yang harus Serena lakukan.Haruskah dia pergi ke kantor atau tetap bersembunyi seperti hari ini. Helaan napas berat jadi hal terakhir yang Serena lakukan sebelum memejamkan mata.Dia berniat kabur dari Al malam ini. Dia marah pada sang suami. Namun rencana kabur Serena tinggal rencana saja. Sebab lima belas kemudian, suara langkah mendekat terdengar. Diikuti hembusan napas penuh kelegaan. Al menemukan Serena. Pria itu duduk bersila
Lisa pikir masih bisa menyelamatkan diri. Dia akan mencobanya. Tidak peduli Gaston hanya memanfaatkannya atau sungguh menyayanginya. Lisa akan urus nanti. Yang penting kabur dulu.Dia melihat celah saat semua orang orang fokus pada Serena. Istri Alterio? Ini di luar perkiraan. Gaston bilang, Serena hanya salah satu wanita yang sedang dekat dengan pria itu.Jadi Serena adalah target yang tepat jika ingin mengusik Al. Siapa sangka jika posisi Serena lebih dari itu.Serena masih sibuk berdebat dengan Al. Dua orang itu sepertinya punya hubungan rumit. Suami istri tapi kesannya jauh dari itu. Dalam pikiran Lisa, Serena adalah sasaran yang bisa mengacaukan konsentrasi Alterio dan yang lainnya.Maka ketika dia berhasil merebut senjata Felix. Benda itu langsung terarah pada Serena."Mati kau!" Letusan peluru terdengar. Serena ditarik menghindar. Gadis itu terkejut, dia pun menoleh. Serena langsung syok mendengar tembakan kembali terdengar. Lisa ambruk di tanah, dengan Beita menekan lengann
Awalnya Serena memang berniat tidur. Tapi kemudian dia terjaga dan sulit memejamkan mata kembali. Kejadian hari itu, meski Al dan pamannya menunjukkan sikap bahwa semua baik-baik saja.Tetap saja Serena merasa terganggu. Dia tidak tahu bagaimana suasana di luar sana. Apa mereka masih menuduhnya sebagai pembunuh?Melihat ekspresi Al yang tenang macam biasa. Serena menduga kalau pria itu telah temukan jalan keluarnya. Namun Serena tetap tidak tenang.Pada akhirnya dia meraih jaket Al, memakainya lalu berjalan keluar kamar. Suasana The Palace sepi. Serena pikir sebab mereka pergi dinas bersama Al.Langkah Serena menuntunnya menuju rumah pohon. Tempat yang akhirnya Al bangun sedemikian rupa. Ada tangga yang memungkinkan Serena tak perlu memanjat kalau sedang malas.Dalam hitungan detik, dia sudah berdiri di atas rumah pohonnya. Ada lantai papan yang disediakan jika Serena ingin selonjoran di sana.Semua terlihat menyenangkan. Serena sesaat menutup mata. Dia nikmati semilir angin malam yan