halo teman-teman, terima kasih sudah baca, jangan lupa kasih ulasan ya. terima kasih, lope lope sekebon teh 🫶🫶😊
Kantor Alexander Grup.Nandito memijat pelipisnya yang mendadak pening. Begitu dia menolak perjodohan dengan Marvel Delayota, keluarga itu langsung meminta dana yang sejatinya sudah ada di rekening perusahaan, untuk dikirimkan kembali pada mereka.Syarat cairnya dana tersebut cuma jawaban "iya" dari Serena. Mereka sudah sepakat, jadi ketika Nandito sadar sudah melanggarnya dia tidak bisa berbuat apa-apa."Tuan, investor lain telah menarik diri," lapor sang asisten takut-takut.Nandito hanya mengangguk, dia paham situasinya sangat sulit. Tapi dia juga tidak akan memaksa Serena. Memaksa sang keponakan menerima perjodohan ini sama saja dengan menjual Serena.Serena baru saja kehilangan ibunya, masih berduka. Dan ini kali pertama Serena pulang ke mansion Alexander. Tidak! Nandito tidak mau membuat perasaan Serena tidak nyaman.Semua pebisnis pernah mengalami masa sulit. Tak terkecuali Alexander Grup dan dirinya. Dia akan menemukan cara untuk membangkitkan perusahaanya.Meski caranya sanga
"Lepas!""Tidak! Sebelum kau beritahu aku, kenapa kau sebut aku pembohong!"Al kembali menahan tangan Serena, dia tidak suka dituduh melakukan hal yang tak pernah dia lakukan."Masih tanya? Kau tidak sadar sudah ingkar janji. Kau bilang mau bantu pamanku. Mana? Tante Elle sampai menamparku, dia bilang aku anak haram, pembawa sial. Gara-gara aku perusahaan Paman dalam bahaya."Serena tidak tahu kenapa dia jadi begitu blak-blakan. Entah kenapa waktu melihat Al dia auto curhat.Bahkan Serena sampai menangis kala menumpahkan uneg-uneg di kepalanya. "Diam saja? Berarti benar kau cuma bohong padaku. Harusnya aku tidak percaya padamu."Al terbengong melihat Serena menepis cekalan tangannya, kemudian berjalan menjauhinya. Namun pria itu segera mengejar. Kembali dia tarik tangan Serena.Gadis tersebut berontak, tapi Al tak melepaskannya kali ini. Al justru mendekap erat tubuh Serena. Meski terus meronta, tapi Al tidak peduli."Kamu kalau ngambek lucu juga. Aduhh." Al meringis ketika Serena me
Beberapa waktu sebelumnya. Nandito dibuat tercengang, nyaris syok ketika Paul dan Felix mengatakan kalau tuan mereka bersedia jadi investor bagi Alexander Grup yang nyaris kolaps.Gustav bahkan sampai menganga mendengar jumlah dana yang akan digelontorkan pada mereka."Dua triliun," gumam Gustav tidak percaya.Dengan jumlah sebesar itu mereka bisa merampungkan semua proyek yang sempat tertunda karena masalah modal. Bahkan rencana merambah dunia game virtual bisa mereka wujudkan.Lebih mengherankan lagi ketika Nandito bertanya dengan investasi sebesar itu apa ada syarat khusus yang harus mereka penuhi. Jaminan saham, atau bagi hasil sekian persen atau sejenisnya.Saat Paul dan Felix mengatakan mereka hanya meminta kontrak kerja sama biasa, Nandito seketika jadi curiga."Apa ada alasan khusus kenapa kalian membantu kami?""Anda memang jeli, Tuan Alexander," puji Felix terus terang.Di awal sejak Paul dan Felix memperkenalkan diri, Nandito sudah curiga kalau dua pria di depannya tidak se
Seharian berada di rumah ternyata membuat Serena bosan. Dia pikir akan menyenangkan saat Al memberinya cuti.Gadis itu hanya berkabar dengan Ravi, yang akan mengurus pengambilalihan Eternal Diamond dari tangan Anthony secepat mungkin.Pengacara sedang memprosesnya. Serena setuju Eternal Diamond kembali padanya tapi syaratnya harus Ravi yang meng-handlenya.Serena hanya ingin mendesain tanpa mau pusing memikirkan managemen, marketing dan sebagainya.Ravi jelas ingin menolak tapi Nandito mencegahnya. Memang lebih baik ED diurus olehnya dulu. Pelan-pelan mereka bisa membujuk Serena untuk kembali ke kantor.Bagaimanapun ED adalah milik Nereida, perempuan itu membangunnya dari nol dengan tangannya sendiri sejak belasan tahun lalu. Kalaupun Ravi yang mengurusnya, dia pun hanya sebagai perpanjangan tangan Serena."Haish bosannya!" Gerutu Serena, dia melempar buku berisi draft desain ke atas kasur. Masalahnya, semakin dia diam tanpa kesibukan. Bayangan kepergian sang ibu, kian nyata di benakn
"Kamu ngawasin aku! Aku bukan tahanan!"Serena memandang lurus Al yang menunjukkan anting safir di tangannya."Ini cuma ada buat alat komunikasi, tidak ada kameranya. Pakai!""Tidak mau!"Al memejamkan mata, dia coba meredam emosi yang sempat mencuat naik. Rasa yang muncul setelah Al lega luar biasa melihat Serena baik-baik saja."Boleh tidak tolong aku sekali ini saja. Pakai ini, dengan ini kita bisa terhubung meski tanpa ponsel. Jika ada bahaya macam tadi, kamu bisa kasih tahu aku."Serena mengerutkan dahi, tampak berpikir. "Ayolah, Ren. Edgar itu orangnya nekat. Makanya aku belum publish pernikahan kita. Sebelum urusanku sama Edgar selesai.""Ye, aku gak ngarep divalidasi ya."Al menepuk jidatnya. Seharusnya dia tahu kalau Serena tidak peduli, pernikahannya diketahui orang banyak atau tidak. Tidak adanya landasan cinta di antara keduanya, terlebih Serena.Membuat gadis itu begitu santai menjalani hari, meski statusnya istri. Awalnya Al begitu, tapi belakangan ini hatinya ... beru
Uhuk! Serena langsung terbatuk begitu kakinya melangkah masuk ke sebuah tempat, yang aromanya seketika membuat perutnya mual.Felix terbahak dengan Al menggulung senyum."Ini baru pintu masuknya," bisik Al di telinga Serena."Di dalam lebih parah?" Serena memastikan."Bagi kami biasa, entah buatmu." Felix menjawab dari sebelah kiri.Al dan Felix seperti pengawal dengan Sergie dan Lalita mengikuti dari arah belakang. Meski mood Serena masih didominasi sedih, tapi gadis itu bisa tertawa kala melihat Lalita ikut dengannya."Jadi bagaimana? Mau putar haluan?" Tawar Al. Mata elangnya yang tadi sibuk memindai kini kembali memandang Serena.Al tahu benar wajah dibalik masker itu menyembunyikan berbagai ekspresi yang mungkin lucu andai digabung jadi satu.Al bisa melihat raut kepo, cemas, antusias, sekaligus takut berganti-ganti di paras sang istri."Gak ah, sekali-kali pengen tahu yang namanya diskotik, klub malam. Biar gak disebut cupu, udik."Balasan Serena membuat Al dan Felix saling pand
"Eh, jangan keluar! Nanti hilang!" Alterio berteriak kala Serena yang berhasil menghindari tindihannya, pilih kabur.Pria itu turut mengejar, di depan pintu dia melihat Lalita yang tampak bengong."Di mana Serena?""Di-dikejar Sergie," tergagap Lalita menjawab."Ren! Jangan kabur! Nanti digodain gig*lo kamu!" Al memperingatkan Serena lewat antingnya."Kau sama mereka apa bedanya. Hobi nyosor aja. Aduhhh!" Teriakan Serena di ujung sana mematik kepanikan Al. Tempat ini bukan tempat yang tepat untuk Serena. Bahaya bisa datang dari sekitar untuk gadis baik-baik macam Serena."Ren! Kamu di mana? Jawab!"Mode mafia Al on. Pria itu bergerak cepat, mengikuti langkah Lalita berdasar petunjuk Sergie.Di tempat lain, ada Serena yang menganga melihat Thalia sedang berada di pangkuan seorang pria. Meski kerap mendengar cerita soal kelakuan Thalia. Serena tetap syok waktu menyaksikan sendiri bagaimana Thalia berciuman juga menggoyangkan bokongnya di atas paha sang lelaki."Wah lihat siapa ini? An
Serena tak ambil pusing ketika dia masuk kantor RD keesokan harinya, sejumlah temannya berbisik-bisik saat dia masuk ruangan. Sudah biasa dibuli membuat mental Serena sekarang sekuat baja.Gadis itu memang mengalami peningkatan karakter dibandingkan dulu. Sebelum masuk The Palace, Serena tak seberani sekarang. Namun kini, dia siap menghadapi semua yang bakal menyerangnya."Serena, turut berduka ya," ucap Pevi diikuti Nicky. Lisa menyusul setelah keduanya."Terima kasih," balas Serena, dia abaikan Vasti dan Thalia yang saling melempar pandang penuh makna."Maaf, gak bisa hadir di pemakaman ibu kamu," kali ini Nicky yang bicara."Tidak masalah, lagi pula rumahku jauh.""Jauh ya, tapi sempat tu main ke klub malam," celetukan Thalia menarik perhatian."Sempatlah, kenapa? Iri ya cowoknya nguber aku," sindir Serena balik.Thalia lekas mengepalkan tangan. Sungguh dia tidak menyangka jika Serena sudah dijodohkan dengan Marvel Delayota. Salah satu pria yang jadi idaman wanita, bahkan Thalia re
"Tanganmu kenapa?" Al menarik tangan Serena yang baru dia sadari diplester."Aduh, jangan ditekan. Sakit tahu."Kening Al mengkerut, "Kok bisa jadi kayak gini?""Semua gara-gara mawar kamu."Makin dalam gelombang halus di dahi Al yang mulus dan glowing. "Mawar apaan? Aku gak pernah kasih bunga ke kamu."Cep! Al bungkam seketika. Baru dia sadari jika sudah salah bicara. Paul pernah berkata, sesekali belikan hadiah untuk istrimu. Paul juga memberi nasihat. "Kau tidak ada plan untuk menceraikan Serena. Cepat atau lambat perasaan akan tumbuh di antara kalian. Akan lebih baik jika kau membangun bounding dengan istrimu. Itu akan membuat hubungan kalian lebih dekat. Siapa tahu, kalian bisa jatuh cinta."Selama ini, dia memang belum pernah membelikan apapun yang bisa disebut hadiah untuk Serena."Er, serius bukan aku. Nantilah aku belikan mawar sekebon," cengir Al dengan rasa bersalah kentara di wajahnya."Bukan begitu. Kalau bukan dari kamu terus dari siapa. Mawar berduri kayak lagu aja."
Bola mata Serena lekas memindai, sementara bibirnya sibuk mengucapkan terima kasih pada temannya yang membantunya membersihkan lantai. Mendadak, dia menangkap tatapan sinis dari Vasti.Tentu saja, dia adalah tuan putri, mana mungkin dia mau melakukan hal beginian. Pekerjaan yang bagi Vasti mungkin pekerjaan pembantu.Serena menyeringai. Tidak masalah, toh dia juga tidak perlu bantuan Vasti. Akan lebih bagus jika dia dan Vasti tidak saling berinteraksi.Namun Vasti tidak begitu. Perempuan yang kadung benci pada Serena dengan berbagai alasan. Termasuk kemungkinan Serena adalah kekasih Al. Bisa dipastikan jika Vasti akan terus mencari cara untuk mengganggu Serena. "Serena, tanganmu kenapa?" Eva bertanya ketika perempuan itu lewat untuk memberikan tugas lanjutan juga beberapa materi tambahan.Iya, mereka masih terus dibimbing dengan pemberian materi yang diharapkan bisa menaikkan skil mendesain mereka."Tidak apa-apa, Miss. Cuma tergores sedikit," balas Serena.Kali ini dia memang kesul
"Aduuhh."Serena meringis ketika jarinya tergores sesuatu. Dia melihat meja, ada beberapa paku payung yang tadi melukai jarinya. Bola matanya lekas berkeliling, dia pandang semua orang yang ada di ruangan itu. Dia tidak pernah bawa paku payung. Tapi kenapa benda berujung tajam itu mendadak bertebaran di mejanya.Salahnya juga tidak melihat tempat, main sentuh meja. Jika dia teliti, Serena pasti bisa melihat benda tadi di balik kertas. Dia pikir apa ada yang iseng mengerjainya. Atau malah sengaja melakukannya. Serena perhatikan semua orang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Wajah mereka juga terlihat biasa. Akhirnya Serena menghela napas. Dia hanya bersihkan lukanya dengan tisu.Hanya luka tertusuk kecil, tidak akan mempengaruhi performa pekerjaannya. Mungkin saja ini sebuah kecelakaan atau ketidaksengajaan. Serena lanjut mengerjakan tugasnya.Katalog edisi terbaru terbit. Beberapa desain teman Serena dimuat di dalamnya. Meski belum ada di bagian utama. Mereka tetap senan
Al dan Serena berdiri mematung melihat kobaran api melahap sebuah mobil. Kendaraan tersebut hampir hangus seluruhnya. Serena bergidik melihat tiga mayat terpanggang di dalam sana."Sebabnya apa?" Al bertanya pada Max yang mulai sibuk mengambil sample dari mayat yang berhasil di keluarkan anak buahnya.Serena langsung tersedak mencium aroma daging panggang. Mual dia rasakan. Gadis itu menjauh dari lokasi, dia pilih masuk ke mobil Al yang beraroma parfum pria itu. Rasa tenang seketika membalut dada Serena. Dia pejamkam mata, mengabaikan Al yang turut memakai sarung tangan. Tanpa rasa jijik ikut menyentuh mayat tadi.Ya, ya beginilah kehidupan mafia. Harusnya Serena tidak perlu heran lagi. Darah, mayat, pembunuhan, hal itu biasa bagi mereka. Tapi untuk Serena, dia baru mulai memasuki universe ini."Bisa gak sih kalian hidup normal?" Tanya Serena begitu Al kembali ke dalam mobil."Hidup normal uangnya juga normal, Nya. Gak ada duit lebih buat hidup hedon."Serena tertawa. "Kapan kalian
"Al ini gawat. Gaston melarikan diri."Al mengalihkan perhatiannya dari berkas di depannya. Bisa kabur lagi, sepertinya dia harus memeriksa sendiri anak buahnya."Akan kuperiksa."Al beranjak pergi keluar dari ruang kerja. Masuk ke kamar, di mana Serena langsung melompat kaget mendengar suara Al."Ngapain?""Nggak ngapa-ngapain."Al memicingkan mata, sesaat menelisik ekspresi sang istri. Dia coba mencari celah untuk menemukan apa yang sedang disembunyikan Serena."Mau ke mana? Ikut." Serena mengekor langkah Al ke ruang ganti.Namun di buru-buru memejamkan mata saat Al mengganti kemeja dengan kaos. Juga celananya. Meski kerap melihat Al tanpa pakaian saat mereka bercinta. Tetap saja semua jadi aneh waktu semua terjadi di luar aktivitas panas mereka."Pakai tutup mata segala."Serena mendengus mendengar ledekan Alterio. Bunyi resleting yang dinaikkan jadi indikasi kalau pria itu telah selesai berpakaian. Serena bisa membuka mata."Ikut!" Rengek Serena."Mau dinas. Mau bunuh orang. Mau i
Setelah dua hari libur sekaligus menenangkan diri. Serena akhirnya kembali ke kantor. Saat makan malam, Paul menjelaskan kalau Serena tidak perlu khawatir lagi soal kejadian Thalia.Counter attack sudah dibuat, respon dari netijreng juga bagus. Dalam artian mereka tidak lagi memojokkan Serena sebagai pelaku. Meski beberapa masih berkomentar burji, tapi sebagian besar sudah mengubah pandangannya pada Serena. Di zaman ini, pendapat netijreng sangatlah penting untuk sebagian kalangan.Karenanya segelintir orang melakukan berbagai cara supaya image mereka terlihat baik di mata pada pengkritik kritis tersebut.Contohnya Marvel, dia membangun citra pria baik, greenflag. Padahal Marvel diperlakukan aslinya playboy kelas kakap. Casanova level akut. Semua untuk mendapat citra baik di depan publik. Walau belakangan image yang susah payah dia ciptakan hancur berantakan. Siapa pemicunya, Serena jawabannya. Kata Al, siapa suruh coba klaim istrinya. Istri gak tu.Seluruh penghuni ruangan sempat t
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta