“Mati? Benarkah? Aku tidak yakin!” Bruno melipat kedua tangannya di dada. Meragukan ucapan Radon.
“Percayalah, setelah tuan kenyang, dia pasti lenyap. Tuan tidak akan seloyal seperti itu kalau belum mendapatkan apa yang dia inginkan!” Radon mengira masih seperti kebiasaan tuannya saat bermain tarik ulur. Radon percaya, Tuannya akan berubah sikap setelah apa yang didapatkannya. Apalagi dia tahu dengan informasi yang didapatkan nya. “Sayang sekali kalau wanita itu lenyap. Padahal kalau dia bosan, aku juga masih bisa menampung. Dia imut sekali. Sebentar sebentar, tapi dia itu sudah menikah. Mana mau Math menyentuhnya kalau bukan yang pertama,” oceh Bruno. Mereka saling beradu argumentasi. Radon hanya terdiam saat argumen nya tidak bisa membalikkan. “Agh, sakit, tu–tunggu. Tuan mau apa?” Baru saja tubuh Hana dilempar, dia sudah berada diatas tubuhnya. “Kau lupa? Bukannya kita sudah buat kesepakatan. Aku akan melepaskan, asalkan kau terima kesepakatan dariku,” Hana sedikit oleng mendengar ucapannya. Meski barusan sudah makan dengan kenyang, tapi ada urusan kesepakatan itu memang belum dijabarkan secara jelas. Hana menggeleng, “Aku nggak lupa? Cuma apa kesepakatan yang Tuan mau?” dengan polosnya Hana berbicara padahal dia sudah berada di hadapan serigala yang akan menyantap nya hidup-hidup. Tubuhnya sedang dihimpit dan tatapan garang Math sudah dipastikan jika wanita yang mengerti harusnya dia segera berinisiatif. “Apa ini? Dia sedang berpura-pura bermain wanita polos denganku. Ah, tidak benar. Dia sudah menikah, masa hal seperti ini tidak mengerti. Hah! Sial, dia sudah menikah, tapi kenapa tubuhku malah merasakan hal berbeda. Bukannya aku paling tidak suka dengan barang bekas,” Math sedang beradu dengan pikirannya sendiri. Sedikit mengerutkan dahi. “Tu–Tuan, jadi apa kesepakatannya?” masih dengan polosnya Hana bertanya, dia tidak tahu kalau dirinya sudah masuk ke dalam mulut serigala yang siap memakannya kapan saja. “Kau!” Math tidak tahan, wajahnya maju lebih dulu dan grauk, “Aghhh! Sakit ah!” teriak Hana benar-benar terkejut. Dia berusaha berontak dan mendorong tubuhnya, namun Math sepertinya belum puas, dia masih menyerang bagian leher Hana. Dari gigitan, lama-lama berubah menjadi hisapan. Hana masih tetap berontak dan mendorong, tubuhnya benar-benar berat. “Tu–Tuan, ah lepaskan sa–sakit ahh hmp!” Hana terkejut lagi, kini karena teriakannya malah membuat mulut Math yang menghisap lehernya jadi berpaling ke bibir. Math melumatnya tanpa memperdulikan. Hana hampir kehabisan napas. “Bernapas bodoh. Kau benar-benar bodoh. Memangnya suamimu tidak pernah mencium!” dengus Math dengan napas memburu, dia menarik wajahnya sesaat. Hana mengatur napasnya dan menggeleng, “dia … dia selalu sibuk, aku nggak pernah diperhatikan!” cetusnya dengan bibir sedikit cemberut dan kecut. Math meringis saat melihat reaksinya, “Rupanya dia istri yang diabaikan!” decaknya lagi di hati, kini merubah posisi. Math mengangkat tubuhnya dan dia duduk dalam pangkuannya. “Kau pasti sedang berbohong untuk menggodaku!” Math mengujinya. “Buat apa aku bohong, kita juga nggak saling kenal dan nggak ada untungnya juga. Hari ini dia malah sengaja membawa selingkuhannya dan meminta cerai dariku,” Math mengerutkan kening mendengar cerita Hana yang terkesan kesal, tapi seakan sudah tidak peduli. “Benarkah?” Hana hanya mengangguk, wajahnya tiba-tiba sedih, “hari ini adalah hari jadi tiga tahun kita menikah. Aku pikir, dia mengajakku keluar untuk merayakan. Dia nggak pernah ingat sama sekali hari pernikahan kita, tapi dia terang-terangan membawa kekasihnya. Aku sebenarnya sudah lama mengetahui, aku hanya berpikir, mungkin saja hatinya tergerak dan bisa melihatku.” “Nyatanya, hanya aku yang berharap. Sepertinya aku memang salah. Aku sangat mencintainya. Aku menutup mata untuk apapun yang dia lakukan, asalkan dia tetap kembali ke rumah. Kalau saja dulu aku menolak, semua ini nggak akan pernah terjadi,” tanpa terasa air mata Hana malah mengalir. Padahal Math orang yang baru dikenalnya. Hana malah cerita tentang kehidupan pribadi. “Kau sedang mengeluh padaku?” cibir Math. Hana menggeleng. “Ini semua kan karena kamu yang membawaku. Kalau tadi kamu nggak menghalangi, aku pasti sudah bisa mengejar suamiku,” tambah Hana, bibirnya masih cemberut. “Jadi? Kau menyalahkanku?!” Hana terdiam. Mungkin saja itu adalah ketidaksengajaan, tapi nyatanya malam sudah tiba, ponsel Hana tetap tidak terdengar suara. Dia merasa sangat sedih. Mungkin kalau benar-benar dia menghilang atau diculik seperti ini pun, Bima suaminya memang tidak akan pernah peduli. Atau dia berharap kalau istrinya tidak akan pernah kembali lagi. “Mana berani aku menyalahkanmu, sebenarnya aku berterima kasih, kalau kamu nggak membawaku, perasaanku sekarang nggak akan lega seperti ini,” Hana mengusap dadanya, memang ada sedikit beban yang keluar dan terasa ringan. Math tertegun dengan ucapannya. Dia tadi memang sudah membaca profil tentang Hana. Benar adanya dia sudah menikah dan suaminya ada salah satu pengusaha berpengaruh. Dia bahkan ada beberapa proyek yang akan ditangani dengan perusahaannya. Tidak menyangka malah Math salah menangkap. Dia mengira Hana adalah suruhan dari keluarga Zian, seperti laki-laki penghianat yang berada dalam ruang hukuman itu. Tiba-tiba tangan Math menyentuh bibirnya lagi. Seolah Math tidak mendengarkan cerita, dia malah terpesona oleh bibir mungil dan tipis Hana, “Aku mau lagi, kali ini kau harus benar-benar bernapas!” cetusnya. Tanpa ragu, dia menarik tengkuk Hana dan membiarkan bibirnya lebih dulu maju, lidahnya mulai menyusup dan melakukan serangan. Kali ini, meski terkejut, Hana tidak menolak, tubuhnya seperti mendapat arahan dari Math untuk mengikuti semua gerakan saling tarik, hisap dan bertukar air liur. Hana malu. Dia langsung membenamkan wajahnya. “Pertama kali?” Meski tidak yakin, Math malah melontarkan pertanyaan itu, walhasil, Hana mengangguk pelan dalam dekapannya. “Suami bodoh, tiga tahun tidak merasakan bibirnya. Aku yang sekai coba saja langsung ketagihan. Memangnya wanita selingkuhannya itu lebih imut dan manis dari istrinya,” tiba-tiba saja Math malah merutuki kebodohan Bima yang tidak pernah mencium Hana. Otak Math sedang berpikir lalu dia mendorong perlahan tubuh Hana yang masih membenamkan diri, “Kau? Jangan-jangan belum pernah melakukannya?!” suara Bariton nan tegas juga dengan rasa penasaran yang entah kenapa Math jadi sangat ingin mengetahuinya. Hana terdiam. Dia malah menunduk semakin dalam. “Aku sedang bertanya padamu!” ucap Math, tangannya menarik wajah Hana agar mereka saling berhadapan, “katakan padaku, apa kau belum pernah melakukan itu?” Hana membuang wajahnya, masih tidak ingin menjawab. Perasaan dalam hatinya juga menjadi tidak karuan. Ditanya hal sensitif dengan orang yang baru dikenal, rasanya tidak etis. Bahkan dia tidak punya teman dekat untuk sekedar bercerita. Selama ini Bima memang tidak membatasi pergaulannya, tapi Hana demi untuk merebutnya perhatian dan cintanya, dia rela menjadi wanita penurut. “Kalau kau tidak menjawabnya, aku sendiri yang akan mengeceknya langsung!” cetus Math, namun Hana masih larut dalam pikiran, seolah-olah, pikirannya sedang melayang kemana-mana.“Apa sih?” Lilian berusaha turun dan menghindari tatapannya, tapi pelukan Radon semakin erat, tidak melepaskan.Tangannya malah secara aktif menurunkan tali tanpa lengan milik Lilian.“Aku juga haus, aku kan belum minum sejak tadi. Kamu cuma kasih aku makan saja,” persis seperti anak kecil yang sedang merayu, wajahnya saja sampai dibuat-buat. Terlihat memelas dan kasihan.“Mi–minum, iya aku kasih, aku ambilkan dulu,” cegahnya tetap tidak ingin memberikan hal yang diminta oleh Radon.“Kau tahu, aku tidak minta minum yang itu,” karena tali satu sudah berhasil diturunkan Radon menyentuhnya, “yang ini maksudku,” saat diturunkan langsung terlihat benda itu keluar. Bentuknya memang tidak terlalu besar, Radon me R3 M45 pelan, “Umm!” Lilian memejamkan mata, untuk persiapan hari ini, Lilian memang sengaja memakai baju yang mudah dilepaskan, dia benar-benar ingin memberikan yang pertama itu untuk Reno.Kepala Radon menunduk, dalam satu kali terkamanan, benda itu langsung masuk ke mulutnya, “Umm
“Jadi, mau makan apa?” sekali lagi Radon bertanya dengan lembut, Lilian memalingkan wajahnya karena malu, dia kepergok sedang tersenyum saat memikirkannya.“Makan apa saja, aku nggak mau masuk ke restoran!” ucap Lilian, tapi wajahnya masih berpaling. Mobil berhenti mendadak, Lilian langsung menoleh. Radon membuka tali pengamannya.“Bagaimana kalau disini?” Radon sembarang berhenti di tempat banyak jajanan yang tersedia. Lilian mengangguk pelan, “aku belikan sebentar. Mau tunggu disini atau ikut?” Radon masih menatapnya dengan penuh harap.“Kalau aku ikut, aku pasti borong semua,” cetus Lilian dengan sengaja memberikan tes pada Radon.“Tidak masalah, hanya jajanan kaki lima. Uangku lebih dari cukup,” jawab Radon tidak ragu sama sekali, Lilian tanpa ragu membuka tali pengaman dan keluar lebih dulu dari mobil. Radon hanya ingin Lilian segera melupakan peristiwa tadi.Setelah menguping pembicaraan tadi, dia benar-benar senang. Hatinya tidak seperti diawal tadi saat akan menjemput Lilian.
“Ada apa?” tatapan Math langsung tertuju pada istrinya, wajahnya berubah muram.“Kamu dimana? Cepat kirim lokasinya, aku akan segera kesana,” merasa tidak yakin kalau saat ini Lilian dan Reno sedang di tempat pemutaran film. Telinga Radon langsung seperti radar tinggi dan memasangnya dengan seksama. Namun, yang ada hanya tangisan kencang dari Lilian.“Aku akan segera kesana, sudah jangan menangis lagi, Lili!” Hana bangkit dari pangkuannya bersiap pergi, namun Math menahannya.“Berikan ponselnya,” kata Math.“Matty … aku nggak lagi main-main. Aku harus kesana segera. Aku takut ada apa-apa dengan Lilian,” Wajah cemas Hana langsung terlihat.“Berikan padaku, biarkan Radon yang menjemputnya,” kata Math, menatapnya agar tidak terlalu cemas.“Tapi?” Math masih mengulurkan tangan, Radon langsung mendekat ketika tuannya berkata akan memberikan tugas baru, Hana akhirnya memberikan ponselnya, “catat nomornya dan jemput dia dengan selamat!” perintah Math, Radon mengkonfirmasi nomor Lilian dari p
“Anda tidak apa-apa Tuan Zian?” Bob spontan meraih tangan Zian karena tuannya tiba-tiba akan jatuh.“Hah, sepertinya ada yang sedang memaki ku,” Bob menatap wajah tuannya yang tidak biasa berkata seperti itu.“Maksudnya?!”“Sudahlah … mana mengerti. Lebih baik kamu mulai merubah sesuatu agar lebih menarik perhatian seseorang,” semakin dengarnya, Bob semakin tidak mengerti dengan pikiran tuannya. “Apa Anda salah makan, Tuan Zian?” Reaksi Zian langsung menendang kakinya. “Aghhh!” desisnya memegang kaki yang ditendang tadi, “apa saya salah bicara, Tuan?” protes Bob.“Diamlah!” Zian masih menatap ponselnya yang tidak mendapatkan balasan.“Benar-benar keterlaluan. Dia mengabaikanku,” omelnya lagi masih menatap ponsel yang tidak berbunyi pesan masuk satupun. Bob hanya menatap tuannya bingung dan mengikuti tuannya masuk mobil.***“Sayang, ada apa? Kenapa hari ini kau terlihat murung?” Zhifa mendekat pada Bima yang sibuk bolak-balik menatap ponselnya.Bima diam, tidak memberikan jawaban, n
Ternyata ucapannya di dalam mobil benar-benar dia lakukan. Hana tidak percaya, namun semua sudah menjadi bubur sekarang dia benar-benar sudah menjadi istri dari seorang Fernandez. “Kalau begitu antarkan aku pulang sekarang. Aku nggak mau disini,” Hana merasakan salah sendiri dan dia benar-benar bad mood apalagi setelah kejadian dia mengotori jas laki-laki yang bernama Frank tadi.“Tuan berpesan, saya tetap menemani Anda disini sampai Tuan kembali,” Radon bersikeras tetap berada di dekatnya.“Sudah jangan berisik kepalaku pusing. Kalau dia mau marah terserah, tapi aku mau pulang sekarang. Kamu nggak menemaniku nggak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri,” Hana mengambil tas dan bersiap untuk pergi. “Nyonya, tetaplah disini, Tuan akan benar-benar akan menembak ku kalau Nyonya tetap pergi,” radon juga sama keras kepalanya seperti Math.“Aku capek dan ngantuk kalau harus menunggunya selesai,” padahal radon tahu ini hanya untuk menghindari tuannya.Apalagi tadi dia sudah mendengar saat di mob
“Duh … kenapa ruangannya banyak sekali? Aku jadi bingung yang mana toiletnya?” Gedung pertemuan itu berbeda dari gedung mall atau kantor yang akan mudah menemukan tanda toilet. Kali ini dia berada di gedung yang mewah dengan lampu-lampu gantung yang bercahaya kiri dan kanan seperti ruangan, namun jika orang awam seperti Hana masuk ke dalam, dia yakin akan tersesat seperti dirinya saat ini. “Kemarilah!” Tangan yang semenjak tadi dipegang, Hana terkejut karena tangan itu menarik dia ke salah satu ruangan dan membuka pintu, “kau bisa membersihkan bercak tadi di sini, kalau tidak bisa hilang kemungkinan besar kau harus mengganti jasku. Salah satu desainer ternama dan itu dibuat dengan khusus,” jelasnya. Hana membeku juga bingung. Bukan masalah harga, tapi untuk pergaulan sosialita dia memang benar-benar buta. Jadi, dia tetap harus mengandalkan Math kalau memang bekas krim tadi tidak bisa dibersihkan. Namun, kalau sampai itu terjadi Hana pun bingung, kecemburuan Math pasti sudah dapat d