Share

Bab 5

Author: Flower Lidia
last update Huling Na-update: 2025-06-17 17:59:44

“Kay…”

Ziva bersuara pelan, matanya merah, suaranya serak, tapi ada nada harap di sana. Kayla, yang masih duduk di samping tempat tidur sambil memegang sebotol air mineral, menoleh cepat.

“Hm?”

Ziva memandang jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 00.17.

“Gue nginep sini aja, ya?”

Kayla mengangkat satu alis. “Lah emangnya lo pikir gue bakal nyuruh lo pulang jam segini? Mau ditangkap satpam komplek apartemen karena dikira kuntilanak kesasar?”

Ziva nyengir tipis walau matanya masih sembab. “Serius ngebayangin gue jadi kuntilanak cantik dengan koper pink itu agak ngena.”

Kayla berdiri dan membuka lemari, mengeluarkan piyama cadangan warna biru muda bergambar alpukat tersenyum. “Nih, pake ini. Jangan bilang lo lupa bawa baju tidur, ya?”

“Gue cuma sempat ambil coat, dompet, dan luka hati.”

“Fix, lo butuh terapi.”

Kayla memberikan nasi goreng yang ia pesan tadi.

“Pokoknya malam ini kamu nggak usah mikirin dia. Kamu tinggal mikirin: mau sarapan nasi goreng atau roti bakar besok?”

Ziva tertawa. “Kay, kamu tuh beneran kayak bantal. Selalu bisa nyamankan hati.”

Kayla mengangkat alis. “Terus lo apa? Guling? Soalnya suka muter pas tidur?”

Mereka berdua tertawa pelan.

Lalu saat lampu kamar dipadamkan, dan suara kota mulai redup, Ziva bergumam pelan, hampir tak terdengar.

“Apakah ini malam terakhir sebelum aku merubah status ku?”

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

 Hari itu dimulai dengan angin pelan yang menebarkan aroma bunga melati dan kenanga. Pagi belum benar-benar matang, tapi halaman rumah keluarga Ziva sudah ramai. Petugas dekorasi hilir mudik, membawa vas kaca, mengatur bunga, mengecek kursi, dan merapikan pelaminan.

Ziva duduk diam di depan cermin, mengenakan kebaya putih bersih dengan detail bordir tangan di sepanjang lengannya. Veil panjang menjuntai lembut, membingkai wajahnya yang anggun. Seorang perias sedang menyematkan melati ke sanggulnya, tangan perias gemetar karena terpukau oleh kecantikan Ziva.

Di balik senyumnya yang mulai terbentuk, Ziva menarik napas dalam-dalam.

“Ziv, Ziv! Lo trending di tongkrongan tetangga! Gila, itu uang maharnya kayak hadiah doorprize mobil!”

“Ya ampun, Kayla… jangan bikin aku tambah deg-degan.”

“Deg-degan gimana? Beberapa jam lagi lo jadi nyonya crazy rich, dan calon ibu rumah tangga paling heboh se-gang!”

Ziva hanya tersenyum, Setidaknya para tetangga tidak akan meremehkannya lagi.

“Ziv… lo cantik banget sumpah,” Kayla, berdiri di belakang, memotret diam-diam. “Beneran kayak cewek Korea yang nikah sama chaebol di drakor.”

Ziva mendengus geli. “Kayla, yang ini realita, bukan episode TV.”

“Tapi lo beneran secantik itu. Gua sampe pengen guling-guling!”

Ziva tertawa pelan.

Lalu… matanya kembali tertuju ke cermin menatap gaun cantik yang ia pakai. Gaun yang dipilih ibunya dua hari lalu, katanya, "Karena kamu dokter, jadi bajunya harus tetap terlihat kuat tapi anggun."

Perlahan, Ziva menyentuh dadanya. “Ayah, kalau Ayah masih ada… Ayah pasti bangga lihat aku.” Meski ia kecewa, tapi peran ayah selalu ia butuhkan.

Kayla diam, lalu mendekat dan merangkul bahunya.

“Ziv…,” katanya lembut.

Ziva mengangguk pelan. Tak ingin menangis hari ini.

Hari ini… dia sudah bertekad:

"Aku harus bahagia. Bukan untuk Reza, bukan untuk semua yang memaksa… Tapi untuk diriku sendiri.

Rumah keluarga Ziva yang biasanya tenang, hari ini ramai luar biasa.

Tenda putih berdiri megah di halaman, dihiasi bunga-bunga segar dan kain satin yang menjuntai anggun. Para tetangga sibuk berbisik-bisik, entah karena gaun pengantin Ziva, ketampanan Reza, atau mahar yang kabarnya fantastis. Lia sendiri tak berhenti mondar-mandir menyambut tamu sambil sesekali menepuk-nepuk dadanya bangga.

“Kamu harus senyum ya, jangan jutek kayak kemarin,” bisik Lia pada Ziva yang berjalan perlahan menuju ruangan akad.

Ziva hanya mengangguk… lalu melihat sosok Reza.

Dia berdiri di sana.

Tampan dalam balutan jas putih gading, sorot matanya dingin namun tetap tenang. Tak banyak senyum, tapi cukup memberi kesan kalau dia datang bukan karena paksaan… setidaknya di hadapan publik.

Tapi yang membuat Ziva tercekat adalah…

Kakek Yudistira.

Pria tua yang duduk di kursi roda, mengenakan beskap batik dengan peci hitam. Wajahnya terlihat pucat, tapi mata tuanya berbinar penuh harapan.

Saat melihat Ziva, kakek itu berkata lirih, “Kamu cantik sekali, Nak. Janji sama kakek ya, kamu akan mempertahankan pernikahan ini .”

Ziva terdiam

Seketika, hatinya mencelos. Tapi ia tetap tersenyum dan mengangguk.

Ijab kabul dimulai. Semua tamu disilakan duduk.

Reza duduk menghadap penghulu. Di depannya, mahar terletak rapi dalam kotak kaca: emas 100 gram, sepasang cincin berlian, dan uang tunai 5 miliar rupiah. Jumlah yang membuat keluarga Ziva sempat hampir tersedak semalam.

“Reza Firnander bin Ardian Firnander…” suara penghulu mulai menggema.

Reza menarik napas.

Tangannya gemetar. Matanya lurus ke depan. Datar.

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Ziva Develop binti Almarhum Hasan Mulyadi, dengan maskawin Emas 100 gram dan uang tunai 5 miliar tunai.”

“…Saya terima nikah dan kawinnya Ziva Develop binti Hasan Mulyadi, dengan maskawin tersebut tunai.”

Tepuk tangan meledak di seluruh ruangan.

Ziva menunduk. Dalam hatinya, campur aduk.

Ada senyum. Ada tangis. Ada detak jantung yang tak karuan.

Tapi saat itu juga, dia mengulang lagi dalam hati,

"Ziva... kamu harus bahagia."

"Ini momen sekali seumur hidup. Meski bukan cinta yang mengiringi… tapi kamu tetap pantas bahagia."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 9

    “Dokter Zivaaaa!”“Oh my God, kamu serius nikah?! Sama CEO Firnander Group? Yang produknya viral sekarang?”Ziva mencolek pelipis. “Kenapa sih RS ini lebih up to date dari gosip infotainment?”“Ya karena kamu tokoh utamanya, dok! Kita nonton sinetron real life ini gratis!”Belum selesai, tiba-tiba Dokter Tama lewat sambil megang kopi.“Ziv, ngaku deh... kamu disihir dukun mana sampe bisa dapetin suami sekeren itu?”Ziva hanya mengangkat alis. “Tama, suamiku bukan action figure. Dia juga manusia. Bisa ngos-ngosan waktu lari tangga.”Semua ketawa.“Cepetan potong kuenya dong!”“Yaaa biar sah!”Lalu dengan senyum malas-malu, Ziva berucap,“Bismillah… demi perut lapar dan citra pengantin baru yang utuh, mari kita potong kuenya…”Tepuk tangan meledak lagi, lebih riuh dari sebelumnya. Bahkan suster bagian radiologi ikut berteriak,“YEAYY PENGANTIN BARUU!!”Lalu mengibaskan kain serbet ke udara seperti pesta pernikahan adat.“Selamat ya, Ziva!”“Akhirnya sah juga, ya ampun!”“Dokter favorit

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 8

    Ziva turun ke dapur dengan setelan piyama dan rambut diikat asal. Matanya masih sayu, tapi begitu melihat meja makan yang sudah tertata rapi dengan roti panggang, telur mata sapi, dan jus jeruk segar, matanya sedikit membelalakDi ruang tengah, Alisya dan Reza sedang tertawa. Tertawa. Serius.Ziva hampir tidak percaya apa yang dilihatnya. Alisya duduk menyamping di sofa, menggenggam lengan Reza seperti boneka kesayangan. Reza sendiri mengenakan kaus putih dan celana training, terlihat sangat santai dan… nyaman. Terlalu nyaman."Eh, Ziva! Udah bangun? Aku tadi sekalian bikin sarapan buat Reza, takut dia kesiangan."Ziva berdiri di ambang pintu, menahan napas dan menguatkan mental. Dia menatap Alisya dengan ekspresi setengah sadar."Dan... kamu nginep?" tanya Ziva datar, berusaha tak terdengar sinis."Enggaklah. Aku datang pagi-pagi, bawa bahan makanan sendiri. Sekalian kasih kejutan," sahut Alisya sambil nyengir, tak sadar kalau Ziva sedang mengulang kalimat ‘kasih kejutan’ di kepalany

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 7

    “Pisah kamar?” tanyanya pelan, nada suaranya datar. Tidak menyindir. Tidak marah. Hanya... butuh kejelasan.Reza akhirnya menatapnya, tajam tapi tak punya emosi.“Aku pikir, ini bukan pernikahan sungguhan,” katanya tenang. “Kita berdua tahu alasannya."Ziva tersenyum kecil, getir. “Oh, tentu. Karena ini cuma perjodohan demi menyenangkan keluarga. Aku ingat.”Reza mengangguk singkat. “Jadi... sebaiknya kita tetap menjaga batas. Kamar utama untukku, kamar tamu untukmu.”Ziva melangkah pelan menuju koper yang tadi ia tinggalkan di dekat sofa. Ia tidak langsung menjawab. Bahkan tidak menatap Reza lagi.Tapi di dalam hati?“Pisah kamar? Sok cool amat. Lu kira gue ngarep tidur sekasur juga? Hell no. Gue lebih milih tidur sama guling daripada tidur sama manusia es kayak kamu.”🌸🌸🌸🌸🌸Ziva masuk dan menutup pintu pelan. Kamar tamu itu… terlalu mewah untuk disebut "tamu", tapi terlalu asing untuk disebut "rumah". Furniturnya elegan, semuanya rapi dan wangi lavender. Tapi tetap saja, rasany

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 6

    Pagi itu, suasana rumah sederhana milik keluarga Ziva terasa hangat namun juga berat. Dapur dipenuhi aroma tumisan favoritnya: buncis telur dan ayam goreng kecap—menu andalan Mama yang selalu berhasil membuat Ziva lapar meski hatinya sedang tidak tenang. Di kursi meja makan, koper besar warna rose gold berdiri tegak, seolah menjadi penanda kalau ada sesuatu yang berubah hari ini. Ziva duduk sambil memainkan sendoknya, matanya menatap nasi putih yang masih mengepul. Mama duduk di depannya, tak kalah diam. "Jadi... hari ini ya kamu pindah?” suara Lia akhirnya memecah hening, lembut tapi terdengar berat. Ziva mengangguk. “Iya, Ma. Keluarga Reza bilang... mulai hari ini aku harus tinggal di apartemen mereka. Katanya, biar cepat adaptasi.” Lia mengangguk pelan, meski sorot matanya menyimpan ratusan kekhawatiran. “Mereka nggak maksa, kan?” “Nggak, Ma. Aku juga... udah siap.” Jawaban Ziva cepat, meski jelas itu bohong. Hatinya belum siap, belum sepenuhnya. Tapi waktu tak pernah menungg

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 5

    “Kay…”Ziva bersuara pelan, matanya merah, suaranya serak, tapi ada nada harap di sana. Kayla, yang masih duduk di samping tempat tidur sambil memegang sebotol air mineral, menoleh cepat.“Hm?”Ziva memandang jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 00.17. “Gue nginep sini aja, ya?”Kayla mengangkat satu alis. “Lah emangnya lo pikir gue bakal nyuruh lo pulang jam segini? Mau ditangkap satpam komplek apartemen karena dikira kuntilanak kesasar?”Ziva nyengir tipis walau matanya masih sembab. “Serius ngebayangin gue jadi kuntilanak cantik dengan koper pink itu agak ngena.”Kayla berdiri dan membuka lemari, mengeluarkan piyama cadangan warna biru muda bergambar alpukat tersenyum. “Nih, pake ini. Jangan bilang lo lupa bawa baju tidur, ya?”“Gue cuma sempat ambil coat, dompet, dan luka hati.”“Fix, lo butuh terapi.”Kayla memberikan nasi goreng yang ia pesan tadi.“Pokoknya malam ini kamu nggak usah mikirin dia. Kamu tinggal mikirin: mau sarapan nasi goreng atau roti bakar besok?”Ziva ter

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 4

    Sore itu, Ziva tidak menyangka akan kembali duduk berhadapan dengan Reza Firnander—calon suami dan berhasil membuatnya tidur tidak nyenyak dua malam berturut-turut. Bukan karena cinta, tapi karena bingung: ini hidup nyata atau sinetron?Reza datang sepuluh menit lebih awal. Duduk dengan gaya santai, kemeja linen abu, celana hitam pas badan, dan aroma parfum kayu-kayuan yang terlalu mahal untuk disebutkan mereknya. Wajahnya datar, seperti biasa. “Ada hal penting apa?”Reza tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Ziva sesaat, lalu menarik sebuah map berwarna krem dari tas kerjanya dan menyodorkannya ke atas meja.Ziva mengangkat alis. “Apa ini?”“Baca saja,” jawab Reza singkat.Ziva membuka map itu perlahan, dan matanya segera menangkap deretan kalimat formal dengan kata-kata yang tajam dan jelas:KONTRAK PERNIKAHANPernikahan akan berlangsung sesuai jadwal keluarga. Tidak ada campur tangan emosional. Tidak ada kewajiban fisik sebagai pasangan. Berjalan sampai kondisi Kakek Yudistira

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status