Share

Mas Duda, tolong ....

last update Last Updated: 2023-11-04 15:30:43

***

Erika menatap takut-takut pada pria berwajah tegas yang sedang menggendong Aleetha. "Anu ... maaf sekali, tadi saya cuma asal ngomong. Lagian anak sekecil Aleetha dibiarkan sendirian di alun-alun yang ramai kan bahaya, jadi ... ya, saya kira dia sengaja dibuang. Duh, maaf ya, Pak, mulut saya memang sedikit kurang bisa dikondisikan. Maaf ya." Erika menyenggol lengan Diandra berharap sahabatnya itu turut membela.

"Beneran Papa mau buang Aleetha?" tanya Aleetha polos. "Tante Ayesha gak mau punya anak kayak Aleetha ya, Pa? Kalau gitu, Papa jangan menikah sama Tante Ayesha, menikah saja sama Tante Diandra. Tante Diandra mau kan jadi Mama Aleetha?" Aleetha menatap Diandra dengan kedua matanya yang bulat.

Diandra kikuk mendapat pertanyaan yang keluar dari bibir gadis mungil nan lugu di depannya.

"Benar kamu tinggalkan Aleetha di sini sendirian, Sha?" tanya Papa Leetha mengacuhkan pertanyaan putrinya pada Diandra.

"M-- Mas, mana mungkin ...."

"Aleetha belum pernah berbohong, Sha," sela pria berjambang tipis itu tegas.

"Jadi kamu lebih percaya sama omongan anak kecil daripada aku, Mas?" Ayesha memekik kesal, "Aku memang belum pernah punya anak, tapi mana mungkin aku tinggalkan Aleetha di sini sendirian. Demi Allah, aku tidak setega itu pada Aleetha, Mas!"

Diandra yang mulai jengah memilih mundur setelah menghempaskan tangan Ayesha begitu saja, dia hendak berlalu sambil menarik tangan Erika. Namun tiba-tiba ....

"Jangan-jangan kamu yang sudah meracuni otak Aleetha, iya? Ngaku kamu!"

Diandra menghentikan langkah dan berbalik menatap Ayesha yang juga sedang melayangkan tatapan sengit ke arahnya. Dada Ayesha membusung. Tangannya berkacak pinggang seakan-akan sedang menantang Diandra yang berada sedikit jauh dari tempatnya berdiri.

"Kamu dan temanmu sengaja bilang kalau Aleetha dibuang, padahal sebenarnya kamu ingin merebut posisiku! Kamu ingin menjadi Mama Aleetha, ngaku kamu!" teriak Ayesha lantang. "Dasar pelakor! Kamu pasti sudah merencanakan semua ini. Jalang!"

Diandra melepaskan tangan Erika dan mendorong bahu Ayesha dengan kasar. "Jaga bicaramu!" ucap Diandra memperingatkan. "Aku bahkan tidak kenal siapa Aleetha, siapa kamu dan siapa pria itu. Cukup udang yang berotak kerdil, kamu jangan," imbuh Diandra menyindir.

"Aku menemani Aleetha karena dia yang memintaku agar mau menemaninya. Aku bahkan tidak tau bagaimana garis kekeluargaan kalian. Lalu kamu, enak sekali bilang kalau aku sudah merencanakan ini. Lagipula siapa kamu, hah? Siapa pria itu? Aku tidak perduli! Aku hanya kasihan melihat Aleetha mondar-mandir sendirian di alun-alun sebesar ini. Andai bukan aku, tidak menutup kemungkinan dia akan dimanfaatkan orang-orang jahat. Ngerti kamu, hah?"

Napas Ayesha memburu. Melihat Diandra yang begitu berani menunjuk-nunjuk wajahnya membuat emosi Ayesha semakin memuncak.

"Mas, pokoknya kita harus laporkan dia ke Polisi." Ayesha berbicara sambil terus menatap Diandra. "Aku kebingungan mencari Aleetha sampai berjam-jam, lalu dia bilang kalau dia menemani Aleetha? Alasan macam apa itu, dasar gila!"

"Sya, cukup!"

"Aku tidak terima diperlakukan seperti ini, Mas. Jelas-jelas perempuan gila itu yang sudah meracuni otak Aleetha. Aku tidak mungkin meninggalkan Aleetha sendirian disini, kamu percaya padaku kan, Mas?" Ayesha merajuk.

Diandra membuang muka kemudian berkata, "Hanya laki-laki bodoh yang mau menikahi perempuan tidak waras seperti dia, ya kan, Rik?" Erika mengangguk membenarkan ucapan Diandra. "Percaya atau tidak, aku yakin Aleetha berbicara jujur. Anak kecil tidak pernah berbohong, dia memang mau membuang Aleetha."

Wajah Ayesha semakin padam. Kedua tangan yang semua berkacak pinggang kini tergantung dengan posisi sigap namun keduanya mengepal kuat.

"Tutup mulutmu, Jalang!" Ayesha berteriak lantang. "Tau apa kau tentangku, hah?"

Diandra menjentikkan jari tepat di depan wajah Ayesha. "Itulah yang berusaha aku katakan sejak tadi, Mbak. Tau apa aku tentang kalian? Aku menemani Aleetha karena murni merasa kasihan padanya. Dan kamu ... enak sekali bibir merahmu itu mengatakan kalau aku penculik," sahut Diandra berusaha mengendalikan intonasi suaranya. "Memang ada penculik yang mau-maunya duduk di ruangan terbuka begini apalagi sampai rela menunggu orang tua yang dia culik datang? Ada, gitu?" Diandra memberondong Ayesha dengan banyak pertanyaan. "Aku sebenarnya tidak mau ikut campur terlalu dalam, tapi mulutmu sangat menakutkan. Tidak bisa aku bayangkan kalau Aleetha punya Ibu sepertimu."

Diandra hendak berbalik, namun ia urung melakukan itu dan kembali berucap, "Satu lagi, Mbak, dengarkan aku baik-baik! Aku ... bukan jalang dan juga bukan pelakor! Tapi kalau calon suamimu itu mau denganku, ya ... aku tidak menolak." Setelah mengatakan demikian, Diandra menarik tangan Erika dan membawa temannya itu pergi tanpa memperdulikan teriakan Ayesha yang semakin marah.

"Perempuan gila! Gak waras!"

Suara Ayesha masih terdengar namun Diandra mencoba abai. Urusannya telah selesai. Setidaknya Aleetha sudah bertemu dengan orang tuanya.

"Gila! Kamu benar-benar gila, Di!" gerutu Erika sambil terus mengedarkan pandangan. Takut jika Ayesha mengejar mereka sampai ke tempat parkir motor. "Kalau dia marah dan ngejar kita gimana? Ck, Diandra ... jangan sampai wanita gila tadi gagal menikah, kalau sampai itu terjadi, habislah kita."

"Kita gak kenal sama mereka, santai aja sih, Rik," jawab Diandra tak acuh. "Aku tadi cuma kesal aja, enak banget ngatain orang jalang. Kalau aku jalang, gak mungkin Mas Bara selingkuh sama Aluna. Ya kan?"

Suara Diandra kembali bergetar. "Stop! Aku sudah bilang kalau waktu menangis yang kamu miliki sudah habis. Ayo pulang!" ucap Erika sambil menekan tangan di udara.

Erika merangkul bahu Diandra dan meninggalkan alun-alun Kota Surabaya tepat pada pukul 22.00 WIB.

***

"Di, ada yang mau aku bicarakan."

Diandra yang bersiap menaiki motornya terpaksa menoleh. Mendengar suara Bara seperti sedang menabur garam di lukanya. Perih.

"Aku naik jabatan, Di ...."

"Oh, ya, selamat," jawab Diandra tak acuh.

"Aku berjanji akan menikahi kamu setelah naik jabatan. Kamu masih mau ingat dengan janjiku kan, Di?"

"Menurut Mas Bara?" Diandra balik bertanya.

Bara mengusap wajahnya frustrasi. "Ini murni kecelakaan, Diandra. Jujur, aku seperti sedang dijebak oleh Aluna."

"Aku tidak perduli tentang itu, Mas," sahut Diandra lirih. Otaknya teramat lelah memikirkan tentang bagaimana bisa Bara terpikat pada Aluna. "Kamu menghamili Aluna, itu artinya kamu harus menikahinya. Bukankah kemarin malam kalian sudah berembuk kesepakatan?" Diandra tak bisa abai pada rasa penasaran yang mengungkung jiwanya. Meskipun kecewa, tetap saja dia ingin tahu kesepakatan seperti apa yang sudah dicapai oleh Bara dan keluarga Aluna. Walau pada akhirnya tetap hanyalah luka yang akan Dian terima.

"Kami akan menikah minggu depan," seloroh Bara sambil membuang pandangan.

"Bagus, kamu memang harus jadi laki-laki yang gentle." Diandra mencoba tersenyum, "Jadi untuk apa kamu menawarkan pernikahan padaku? Bukankah minggu depan kamu sudah menjadi suami orang?"

Bara mengangkat kepalanya dan menatap kedua mata Diandra yang mulai redup. "Aku tau kamu pasti terluka. Maafkan aku, Di. Tapi asal kamu tau, aku berusaha menjadikan kamu yang pertama. Aku ingin menepati janjiku padamu. Terima aku lagi, Dian, aku pastikan Aluna dan keluarganya tidak akan bisa menolak hubungan kita."

Napas Diandra memburu. Ingin sekali ia melempar tamparan di pipi Bara dengan sekuat-kuatnya, namun urung ia lakukan itu.

"Aku sudah menemukan pengganti kamu, Mas." Diandra berdusta. "Tolong jangan ganggu aku lagi atau ...."

"Bohong! Katakan kalau kamu berbohong, Diandra!" bentak Bara. Pergelangan tangan Diandra dicekal dengan kuat hingga perempuan ber-make up tipis itu meringis kesakitan. "Kamu tidak semudah itu melupakan aku. Kamu bohong kan, Di?"

Diandra menggeleng. "Aku tidak berbohong, Mas."

Plak!

Diandra hampir saja tersungkur, namun beruntungnya tangan kokoh seseorang dengan sigap menahan tubuh Diandra.

"Tante Diandra ...."

Diandra menoleh sambil memegang pipinya yang memanas. Melihat gadis kecil yang tidak asing sedang berlari ke arahnya, entah mengapa air mata Diandra berjatuhan dengan begitu deras.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Digerebek warga

    ***"Ini gapapa kalau Pak ... eh, Mas Birru menginap di rumah, Bu?" Ragu Diandra bertanya pada Bu Anis yang duduk di sebelahnya. "Apa kata tetangga ....""Memang apa kata tetangga, Dian?" sahut Pak Basuki seraya menahan tawa. "La wong kalian saja sudah menikah, bapak yang jadi walinya, kalian menikah juga dinikahkan penghulu, memangnya nanti apa kata tetangga?"Diandra menggaruk alisnya yang tidal gatal. "Entahlah, Pak," jawabnya asal. Birru melirik Diandra lalu menyahut, "Atau saya pulang saja, besok pagi saya jemput ....""Tidak perlu, Le," sela Bu Anis. "Menginap saja, apa yang kamu takutkan, Nak?"Birru mengangguk patuh. Pria berwajah tegas nan tampan itu terlihat begitu tenang, namun siapa yang tahu dalamnya hati seseorang? Perlahan, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. ***"P-- Pak Birru mau ngapain?" Diandra yang bersiap tidur tiba-tiba terduduk dengan sorot mata ketakutan. Birru melongo, namun beberapa detik kemudian pria bertubuh tinggi itu terkekeh lirih. "Saya s

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Mari kondangan

    ***"Saya ....""Kamu mulai ragu karena kedatangan Khansa, Diandra?" tanya Birru menyelidik. "Kenapa, apa karena dia adik Hana? Kamu tidak percaya kalau saya ingin memulai kehidupan dengan orang yang baru? Denganmu?"Diandra menggeleng lemah. Pikirannya berkecamuk bukan karena ragu pada perasaan Birru, hanya saja ... ada sedikit rasa takut mengingat tatapan mata mengerikan yang Khansa lemparkan padanya. Tatapan mata tajam yang seolah-olah berkata, ‘Aku akan menyingkirkan kamu secepatnya.’Dengan berkata ‘setuju’ itu artinya dia harus siap melindungi Aleetha, juga Birru dalam hidupnya. "Saya tidak menaruh hati pada Khansa, Dian," ucap Birru meyakinkan. "Tidak sedikitpun.""Saya percaya, Pak," jawab Diandra nyaris tidak bersuara. "Tapi ...."Birru mengernyit menatap Diandra yang masih saja menggantung pembicaraan. ***Plak ....!Bibi Melani merasakan telapak tangannya panas setelah melayangkan tamparan keras di pipi Bara, calon menantunya. Sementara Aluna, perempuan yang mengenakan dr

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Permintaan Aleetha

    ***"Lun, bagaimana kalau kita menikah setelah kamu melahirkan?"Aluna yang sedang menyeruput minuman dingin di depannya seketika tersedak. "Uhuk ... apa, Mas?" tanya Aluna. "Bisa kamu katakan sekali lagi?"Bara menggaruk rambutnya dengan gusar, "Begini, Lun ....""Kamu mau menikahiku setelah aku melahirkan, begitu?"Bara mengangguk ragu, "Lun, menikah butuh biaya besar, keluargaku dan keluargamu sama-sama ingin pesta meriah untuk pernikahan kita, jadi apa salahnya kita menabung lebih dulu supaya ....""Supaya kamu bisa kembali pada Diandra setelah aku melahirkan, begitu? Supaya kamu tidak perlu repot-repot menikahiku karena sudah tidak ada janin di perutku, iya, Mas?" Aluna mendelik, dadanya naik turun meluapkan emosi. "Pintar ya kamu!" sindir Aluna kemudian tertawa sumbang. "Bukan seperti itu, Lun ....""Lalu seperti apa?" bentak Aluna menyela. "Kamu mau aku menanggung malu ini seorang diri, hah?" Air mata Aluna berkejaran luruh membasahi pipi. "Aku hamil anak kamu, Mas, tega seka

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Saingan Baru

    ***"Pikirkan baik-baik perkataan Ibu, Birru." Bu Mirna berbicara sambil melirik sinis ke arah Diandra. "Kamu boleh menikahi wanita lain, tapi jangan harap Aleetha akan hidup bersamamu."Birru membuang muka seraya menghela napas kasar. "Kita bahas ini setelah Aleetha sembuh total ya, Bu," ucapnya jengah. "Tidak bisa," sahut Bu Mirna. "Ibu butuh kepastian. Sekarang katakan di depan kami semua, kamu lebih memilih perempuan ini atau memilih Aleetha.""Bu, ini keterlaluan ....""Keterlaluan?" Ulang Bu Mirna. "Ibu hanya ingin memastikan keadaan Aleetha baik-baik saja. Ibu tidak mau tidak punya Mama tiri yang tidak jelas asal-usulnya.""Diandra punya orang tua," sergah Birru sambil menahan geram. "Dia perempuan baik, santun, dan bahkan Aleetha sendiri lah yang memintanya untuk menjadi Ibu sambung. Ini semua kemauan Aleetha, Bu!""Cukup, Birru!" bentak Bu Mirna. "Jangan mengkambinghitamkan cucuku!"Deru napas Birru memburu. Emosinya hampir tidak bisa dikendalikan mendengar penolakan Bu Mirn

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Ancaman

    ***"Ibu datang hanya untuk membahas masalah ini?" tanya Birru dengan kening mengernyit. "Aleetha terbaring tidak berdaya di dalam, dan Ibu datang hanya untuk mencaci keputusan yang saya buat?"Bu Mirna gelagapan, wanita paruh baya itu sempat membuang muka kemudian menatap kedua mata Birru yang masih menyisakan basah. "Ibu-- Ibu hanya terbawa emosi, Birru. Kamu bahkan memutuskan ini semua tanpa persetujuan Ibu," elak Bu Marni parau. "Meskipun Hana sudah tiada, tapi ada Aleetha diantara kalian, Ibu gak bisa membayangkan bagaimana hancurnya dia jika nanti diasuh oleh wanita asing."Birru menelisik wajah Diandra yang semakin tenggelam menatap lantai Rumah Sakit. Sepuluh jemari perempuannya itu saling bertaut. Birru bisa melihat dengan jelas jika Diandra sedang gemetar hebat saat ini."Kamu sudah berjanji tidak akan menikahi siapapun setelah kepergian Hana, Nak. Tapi apa yang Ibu dengar, hah? Ini kabar buruk, Ibu mendengar kabar yang teramat menyakitkan bagi Ibu, dan kamu tau ... Hana pas

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Rintangan lain

    ***"Nih, lihat, Lun!"Diandra yang hendak memasuki mobil seketika menoleh. "Ada apa, Bi?" tanyanya kebingungan. Aluna geleng-geleng melihat Diandra, kemudian bertanya, "Dia calon mertua kamu?"Melihat ada hal yang kurang beres, Pak Ranajaya keluar dan mendekati Diandra yang nampak jengah. "Saya Ranajaya, calon mertua Diandra." Pria paruh baya itu mengulurkan tangan dan disambut kikuk oleh Aluna juga Bibi Melani. "Emang ada calon mertua dan calon menantu sedekat ini?" sindir Aluna. "Jangan-jangan kamu main-main sama keduanya ....""Aku bukan kamu, Lun," sela Diandra sengit. "Halah, ngaku aja! Aku sama Papanya Mas Bara aja gak sedekat ini loh, kita masih ada jarak," sahut Aluna membanggakan diri. "Jaman sekarang main sama anak dan Bapaknya itu udah lumrah, udahlah, ngaku aja!""Astaghfirullah, Aluna!" teriak Bu Anis dari ambang pintu. "Apa sih, Budhe, teriak-teriak, aku gak budek!" gerutu Aluna kesal. "Kamu jangan keterlaluan ya, Lun ...." Bu Anis menuding wajah Aluna dengan telu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status