Share

Diandra, pelakor!

last update Last Updated: 2023-11-04 15:37:45

***

"Jangan ikut campur urusan kami, minggir!" Bara yang hendak menarik lengan Diandra sontak didorong kasar oleh pria berwajah tegas di depannya. "Dia calon istriku, lepaskan tanganmu ...."

Plak!!!

Diandra tiba-tiba berbalik dan menampar pipi Bara tanpa ragu.

"Aku tidak akan pernah lupa betapa sakitnya tamparanmu sore ini, Mas," ucap Diandra parau. "Setelah merobek hatiku dengan perselingkuhan hingga berujung kehamilan, sekarang kamu menamparku hanya karena aku bilang sudah punya penggantimu, kamu marah, hah?" Diandra berbicara sambil berteriak mengeluarkan semua sesak yang ada di dalam dadanya. "Kau pikir seberapa dalam aku menyimpan namamu dalam hati? Kau pikir aku tidak bisa mencari pria yang jauh lebih baik, begitu?"

"Mas Bara, dengarkan aku baik-baik!" Setelah menghela napas panjang, Diandra kembali berbicara, "Bagiku kamu adalah pria paling menjijikkan! Aku sangat beruntung kita berdua gagal menikah. Jika tidak, oh ... aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya berbagi suami dengan sepupu sendiri."

"Tante Diandra." Aleetha yang sempat termangu di tempatnya kini berlari dan menghambur di pelukan Diandra. "Pipi Tante sakit?"

Diandra menggeleng. Lagi-lagi air matanya mengalir deras membahasi pipi.

"Pasti sakit sekali, Leetha juga pernah dipukul seperti itu sama Tante Ayesha. Rasanya ... panas, seperti kena bakar."

Mendengar celotehan Aleetha, Diandra dan pria berwajah tegas di depannya sontak menoleh bersamaan.

"Pa, Tante Diandra menangis, kita antar pulang aja ya."

Bara menarik tangan Diandra kasar. "Pulang sama aku!"

"Lepaskan aku, Mas!" Diandra memberontak. "Kamu apa-apaan sih!"

"Kenapa? Kamu mau pulang sama mereka, iya? Siapa mereka? Jelaskan, Di!"

Diandra menghempaskan tangan Bara dan berkata, "Kamu tidak punya hak untuk tau semua urusanku!"

"Kamu calon istriku, Diandra!" bentak Bara geram.

"Ck, gila!" hardik Diandra. "Mantan calon istri. Camkan itu!"

Bara mengejar langkah kaki Diandra dan bersiap menarik pergelangan tangan wanita berparas cantik itu, namun sayang, Papa Aleetha menghalangi langkah kaki Bara dan berucap, "Terima kasih sudah menyia-nyiakan perempuan secantik Diandra. Saya yang akan membahagiakannya, jadi ... pergilah!"

"Brengsek!" Bara mengumpat. "Balik, Diandra! Kalau gak, aku hancurkan motormu!"

Diandra terus melangkah sambil menggandeng tangan Aleetha, sementara pria berwajah tegas nan rupawan mengikuti di belakang dua wanita beda generasi itu.

Jantung Diandra berdegup kencang mendengar suara Papa Aleetha yang samar-samar namun masih bisa ditangkap jelas di telinganya.

"Itu ... maaf, tadi saya hanya berusaha membuatnya pergi. Tolong jangan salah paham."

Diandra mengangguk paham. "Saya mengerti, Pak. Terima kasih."

"Pak?" Ulang Papa Aleetha.

"E-- eh, haruskah saya panggil Papa juga?"

Aleetha cekikikan sementara Papanya membuang muka dengan kesal.

"Saya baru berusia tiga puluh empat tahun, tidak terlalu tua," tutur pria itu sambil mengedikkan bahu. "Nama saya Albirru. Albirru Fahrian Ranajaya."

"Namaku Aleetha, Tante. Adzkia Taleetha Albirru." Tiba-tiba Aleetha ikut menimpali. "Kalau nama Tante Diandra siapa? Diandra Fahrian Ranajaya?"

"Hah?"

Diandra cengo. Wajahnya tiba-tiba memanas mendengar Aleetha menyematkan nama keluarganya di belakang namanya.

"Diandra Cantika Maharani," jawab Diandra. "Kan kita sudah kenalan kemarin malam, Cantik. Kamu lupa?"

Aleetha terkekeh, gadis mungil itu tiba-tiba bertepuk tangan. "Wah, nama Tante Dian cantik ya, Pa," ucapnya antusias. Pria yang dia panggil Papa hanya bisa mengangguk terpaksa sambil tersenyum canggung.

"Pasti pipi Tante Dian sakit sekali," seloroh Aleetha yang dengan begitu cepat mengubah mimik wajah menjadi sendu. "Aleetha juga pernah dipukul Tante Ayesha, tapi Tante melarang Leetha mengadu ke Papa. Rasanya sakit sekali, Leetha bahkan sampai menangis waktu itu." Mata bulat Aleetha berkaca-kaca. Tangannya yang mungil menarik tangan Diandra hingga wanita berusia muda itu menekuk lutut mensejajarkan tingginya dengan Aleetha. Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Diandra membuat gadis yang gagal menjadi Nyonya Bara itu tersipu malu.

"Terima kasih, Sayang," ucap Diandra terharu.

Aleetha mengangguk cepat. "Pa, Leetha mau main ke rumah Tante Dian. Boleh ya?"

Diandra mendongak sambil menatap paras tampan di depannya. "Tante Dian lagi sibuk, Tha. Lain kali saja ya."

"Sebentar saja, Pa. Leetha janji bakalan jadi anak baik disana. Boleh ya, Pa?"

Birru menghela napas panjang kemudian bertanya, "Kamu sibuk, Diandra?"

Diandra menggeleng, "Pekerjaan saya sudah selesai, Pak. Tadi sebenarnya mau pulang, tapi ternyata ada tamu tak diundang."

"Kamu bekerja disini?"

"Iya. Di lantai dua."

Birru manggut-manggut sebelum akhirnya mengikuti langkah kaki Aleetha dan Diandra menuju tempat parkir.

"Kita naik motor bertiga saja," ucap Birru membuat langkah kaki Aleetha dan Diandra terhenti. Dua perempuan beda usia itu sama-sama menoleh kemudian mengangguk berbarengan. Ada perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan ketika melihat Aleetha sebegitu bahagia berada di samping Diandra.

"Bapak bisa naik motor?" tanya Diandra ragu.

"Bisa. Terakhir naik motor waktu SMP," jawab Birru sambil memundurkan motor Diandra. "Ayo naik, Sayang!"

Diandra membuang muka. Aleetha yang dipanggil sayang namun justru dirinya yang salah tingkah.

"Sini, Tante Dian bantu." Aleetha duduk di tengah sementara Diandra di belakang dan Birru sudah bersiap menarik gas meninggalkan area parkir Grand City Mall Surabaya.

***

"Ya Ampun, Di ... jadi benar yang Mas Bara bilang kalau kamu pacaran sama suami orang?"

Diandra mencebik mendengar suara Aluna.

"Kamu boleh patah hati, Diandra, tapi jangan merusak rumah tangga wanita lain. Jangan jadi cewek murahan deh, Di!" hardik Aluna sarkas.

"Lun, di rumahmu gak ada kaca?" tanya Diandra satir. "Mending berkaca deh, pastikan apa yang kamu tuduhkan padaku itu bukan gambaran dari dirimu sendiri. Kita berbeda, Aluna. Kamu boleh murahan, tapi jangan menyamakan aku dengan dirimu. Aku tidak serendah itu untuk merusak hubungan siapapun."

"Apa maksud kamu, hah?" Suara Aluna meninggi. "Kamu ngatain aku murahan, begitu?"

Diandra mengedikkan bahu tak acuh kemudian menggenggam jemari Aleetha dan membawa gadis cantik itu berlalu meninggalkan Aluna di halaman rumah.

"Aku sama Mas Bara itu saling mencintai. Kamu saja yang gak tau diri. Dasar gak laku!"

Dada Diandra bergemuruh. Saat ia hendak menoleh, Birru mencekal pergelangan perempuan berambut legam itu sambil menggeleng. "Mau gelut lagi?" tanya Birru membuat bibir Diandra cemberut seketika.

"Ck!" Diandra berdecak sebal.

Tok ....

Tok ....

"Assalamualaikum." Mengalah, Diandra mengetuk pintu rumah dan mengabaikan pertanyaan Birru yang sedikit membuatnya kesal.

Pintu rumah yang semula tertutup rapat kini perlahan terbuka. "Waalaikumsalam ...."

Bu Anis terpaku melihat gadis cantik di samping Diandra. "Eh, ada tamu. Cantik sekali, Masya Allah. Nama kamu siapa, Sayang?"

"Aleetha, Oma."

Bu Anis mengambil alih tangan Aleetha dan menuntun gadis cantik itu masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum, Tante."

Bu Anis menoleh. "I-- ini Bapaknya, Di?"

"Iya," jawab Diandra enteng. "Kenapa, Bu?"

"E-- eh, Ibu kira tadi dia ... itu ... sepupunya Erika. Bukan ya?"

Diandra terkikik, "Bukan. Ini Pak Birru, Papanya Aleetha, Bu."

"Ah ...." Bu Anis manggut-manggut sambil menerima uluran tangan Birru.

"Albirru, Bu. Teman Diandra."

"Silahkan duduk, Nak Birru! Maaf, tadi Ibu pikir Aleetha ini sepupu sahabatnya Diandra. Maaf sekali ya, Nak, Ibu tidak lihat ada kamu, terhalang pintu kali ya," sahut Bu Anis sambil tersenyum.

"Aleetha mau minum apa, Sayang?" tanya Bu Anis lembut. Aleetha memainkan jari-jarinya di atas dagu sambil memasang wajah seperti tengah berpikir. "Air putih dingin ada, Oma?"

"Ada dong, banyak malah," jawab Bu Anis sambil tertawa.

Bu Anis menggandeng tangan Aleetha dan mengajak gadis mungil itu mengacak-acak sendiri isi kulkas. Sementara di ruang tamu, Diandra duduk dengan canggung karena sejak tadi Birru pun tidak berusaha membuka obrolan.

"Ya Ampun, amit-amit." Diandra memejamkan matanya kuat-kuat ketika mendengar suara yang memuakkan di telinganya. "Kamu jadi pelakor, Dian? Dia ... suami orang? Ya ampun, Dian, kalian gak cocok. Dia terlalu matang untuk kamu yang masih sangat muda. Buka matamu, Dian, jangan sampai gara-gara gagal menikah kamu jadi perempuan gak benar. Jangan jadi pelakor! Duh, mana Aluna bilang dia sudah punya anak lagi, benar begitu?"

"Benar, Bu. Aku lihat sendiri tadi dia datang bawa anak kecil. Ih, amit-amit. Batal menikah sama Mas Bara bukannya introspeksi diri malah makin gak bener aja kelakuan kamu, Di," sahut Aluna asal.

Diandra menarik napas panjang ....

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Digerebek warga

    ***"Ini gapapa kalau Pak ... eh, Mas Birru menginap di rumah, Bu?" Ragu Diandra bertanya pada Bu Anis yang duduk di sebelahnya. "Apa kata tetangga ....""Memang apa kata tetangga, Dian?" sahut Pak Basuki seraya menahan tawa. "La wong kalian saja sudah menikah, bapak yang jadi walinya, kalian menikah juga dinikahkan penghulu, memangnya nanti apa kata tetangga?"Diandra menggaruk alisnya yang tidal gatal. "Entahlah, Pak," jawabnya asal. Birru melirik Diandra lalu menyahut, "Atau saya pulang saja, besok pagi saya jemput ....""Tidak perlu, Le," sela Bu Anis. "Menginap saja, apa yang kamu takutkan, Nak?"Birru mengangguk patuh. Pria berwajah tegas nan tampan itu terlihat begitu tenang, namun siapa yang tahu dalamnya hati seseorang? Perlahan, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. ***"P-- Pak Birru mau ngapain?" Diandra yang bersiap tidur tiba-tiba terduduk dengan sorot mata ketakutan. Birru melongo, namun beberapa detik kemudian pria bertubuh tinggi itu terkekeh lirih. "Saya s

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Mari kondangan

    ***"Saya ....""Kamu mulai ragu karena kedatangan Khansa, Diandra?" tanya Birru menyelidik. "Kenapa, apa karena dia adik Hana? Kamu tidak percaya kalau saya ingin memulai kehidupan dengan orang yang baru? Denganmu?"Diandra menggeleng lemah. Pikirannya berkecamuk bukan karena ragu pada perasaan Birru, hanya saja ... ada sedikit rasa takut mengingat tatapan mata mengerikan yang Khansa lemparkan padanya. Tatapan mata tajam yang seolah-olah berkata, ‘Aku akan menyingkirkan kamu secepatnya.’Dengan berkata ‘setuju’ itu artinya dia harus siap melindungi Aleetha, juga Birru dalam hidupnya. "Saya tidak menaruh hati pada Khansa, Dian," ucap Birru meyakinkan. "Tidak sedikitpun.""Saya percaya, Pak," jawab Diandra nyaris tidak bersuara. "Tapi ...."Birru mengernyit menatap Diandra yang masih saja menggantung pembicaraan. ***Plak ....!Bibi Melani merasakan telapak tangannya panas setelah melayangkan tamparan keras di pipi Bara, calon menantunya. Sementara Aluna, perempuan yang mengenakan dr

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Permintaan Aleetha

    ***"Lun, bagaimana kalau kita menikah setelah kamu melahirkan?"Aluna yang sedang menyeruput minuman dingin di depannya seketika tersedak. "Uhuk ... apa, Mas?" tanya Aluna. "Bisa kamu katakan sekali lagi?"Bara menggaruk rambutnya dengan gusar, "Begini, Lun ....""Kamu mau menikahiku setelah aku melahirkan, begitu?"Bara mengangguk ragu, "Lun, menikah butuh biaya besar, keluargaku dan keluargamu sama-sama ingin pesta meriah untuk pernikahan kita, jadi apa salahnya kita menabung lebih dulu supaya ....""Supaya kamu bisa kembali pada Diandra setelah aku melahirkan, begitu? Supaya kamu tidak perlu repot-repot menikahiku karena sudah tidak ada janin di perutku, iya, Mas?" Aluna mendelik, dadanya naik turun meluapkan emosi. "Pintar ya kamu!" sindir Aluna kemudian tertawa sumbang. "Bukan seperti itu, Lun ....""Lalu seperti apa?" bentak Aluna menyela. "Kamu mau aku menanggung malu ini seorang diri, hah?" Air mata Aluna berkejaran luruh membasahi pipi. "Aku hamil anak kamu, Mas, tega seka

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Saingan Baru

    ***"Pikirkan baik-baik perkataan Ibu, Birru." Bu Mirna berbicara sambil melirik sinis ke arah Diandra. "Kamu boleh menikahi wanita lain, tapi jangan harap Aleetha akan hidup bersamamu."Birru membuang muka seraya menghela napas kasar. "Kita bahas ini setelah Aleetha sembuh total ya, Bu," ucapnya jengah. "Tidak bisa," sahut Bu Mirna. "Ibu butuh kepastian. Sekarang katakan di depan kami semua, kamu lebih memilih perempuan ini atau memilih Aleetha.""Bu, ini keterlaluan ....""Keterlaluan?" Ulang Bu Mirna. "Ibu hanya ingin memastikan keadaan Aleetha baik-baik saja. Ibu tidak mau tidak punya Mama tiri yang tidak jelas asal-usulnya.""Diandra punya orang tua," sergah Birru sambil menahan geram. "Dia perempuan baik, santun, dan bahkan Aleetha sendiri lah yang memintanya untuk menjadi Ibu sambung. Ini semua kemauan Aleetha, Bu!""Cukup, Birru!" bentak Bu Mirna. "Jangan mengkambinghitamkan cucuku!"Deru napas Birru memburu. Emosinya hampir tidak bisa dikendalikan mendengar penolakan Bu Mirn

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Ancaman

    ***"Ibu datang hanya untuk membahas masalah ini?" tanya Birru dengan kening mengernyit. "Aleetha terbaring tidak berdaya di dalam, dan Ibu datang hanya untuk mencaci keputusan yang saya buat?"Bu Mirna gelagapan, wanita paruh baya itu sempat membuang muka kemudian menatap kedua mata Birru yang masih menyisakan basah. "Ibu-- Ibu hanya terbawa emosi, Birru. Kamu bahkan memutuskan ini semua tanpa persetujuan Ibu," elak Bu Marni parau. "Meskipun Hana sudah tiada, tapi ada Aleetha diantara kalian, Ibu gak bisa membayangkan bagaimana hancurnya dia jika nanti diasuh oleh wanita asing."Birru menelisik wajah Diandra yang semakin tenggelam menatap lantai Rumah Sakit. Sepuluh jemari perempuannya itu saling bertaut. Birru bisa melihat dengan jelas jika Diandra sedang gemetar hebat saat ini."Kamu sudah berjanji tidak akan menikahi siapapun setelah kepergian Hana, Nak. Tapi apa yang Ibu dengar, hah? Ini kabar buruk, Ibu mendengar kabar yang teramat menyakitkan bagi Ibu, dan kamu tau ... Hana pas

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Rintangan lain

    ***"Nih, lihat, Lun!"Diandra yang hendak memasuki mobil seketika menoleh. "Ada apa, Bi?" tanyanya kebingungan. Aluna geleng-geleng melihat Diandra, kemudian bertanya, "Dia calon mertua kamu?"Melihat ada hal yang kurang beres, Pak Ranajaya keluar dan mendekati Diandra yang nampak jengah. "Saya Ranajaya, calon mertua Diandra." Pria paruh baya itu mengulurkan tangan dan disambut kikuk oleh Aluna juga Bibi Melani. "Emang ada calon mertua dan calon menantu sedekat ini?" sindir Aluna. "Jangan-jangan kamu main-main sama keduanya ....""Aku bukan kamu, Lun," sela Diandra sengit. "Halah, ngaku aja! Aku sama Papanya Mas Bara aja gak sedekat ini loh, kita masih ada jarak," sahut Aluna membanggakan diri. "Jaman sekarang main sama anak dan Bapaknya itu udah lumrah, udahlah, ngaku aja!""Astaghfirullah, Aluna!" teriak Bu Anis dari ambang pintu. "Apa sih, Budhe, teriak-teriak, aku gak budek!" gerutu Aluna kesal. "Kamu jangan keterlaluan ya, Lun ...." Bu Anis menuding wajah Aluna dengan telu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status