Share

Diandra, pelakor!

***

"Jangan ikut campur urusan kami, minggir!" Bara yang hendak menarik lengan Diandra sontak didorong kasar oleh pria berwajah tegas di depannya. "Dia calon istriku, lepaskan tanganmu ...."

Plak!!!

Diandra tiba-tiba berbalik dan menampar pipi Bara tanpa ragu.

"Aku tidak akan pernah lupa betapa sakitnya tamparanmu sore ini, Mas," ucap Diandra parau. "Setelah merobek hatiku dengan perselingkuhan hingga berujung kehamilan, sekarang kamu menamparku hanya karena aku bilang sudah punya penggantimu, kamu marah, hah?" Diandra berbicara sambil berteriak mengeluarkan semua sesak yang ada di dalam dadanya. "Kau pikir seberapa dalam aku menyimpan namamu dalam hati? Kau pikir aku tidak bisa mencari pria yang jauh lebih baik, begitu?"

"Mas Bara, dengarkan aku baik-baik!" Setelah menghela napas panjang, Diandra kembali berbicara, "Bagiku kamu adalah pria paling menjijikkan! Aku sangat beruntung kita berdua gagal menikah. Jika tidak, oh ... aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya berbagi suami dengan sepupu sendiri."

"Tante Diandra." Aleetha yang sempat termangu di tempatnya kini berlari dan menghambur di pelukan Diandra. "Pipi Tante sakit?"

Diandra menggeleng. Lagi-lagi air matanya mengalir deras membahasi pipi.

"Pasti sakit sekali, Leetha juga pernah dipukul seperti itu sama Tante Ayesha. Rasanya ... panas, seperti kena bakar."

Mendengar celotehan Aleetha, Diandra dan pria berwajah tegas di depannya sontak menoleh bersamaan.

"Pa, Tante Diandra menangis, kita antar pulang aja ya."

Bara menarik tangan Diandra kasar. "Pulang sama aku!"

"Lepaskan aku, Mas!" Diandra memberontak. "Kamu apa-apaan sih!"

"Kenapa? Kamu mau pulang sama mereka, iya? Siapa mereka? Jelaskan, Di!"

Diandra menghempaskan tangan Bara dan berkata, "Kamu tidak punya hak untuk tau semua urusanku!"

"Kamu calon istriku, Diandra!" bentak Bara geram.

"Ck, gila!" hardik Diandra. "Mantan calon istri. Camkan itu!"

Bara mengejar langkah kaki Diandra dan bersiap menarik pergelangan tangan wanita berparas cantik itu, namun sayang, Papa Aleetha menghalangi langkah kaki Bara dan berucap, "Terima kasih sudah menyia-nyiakan perempuan secantik Diandra. Saya yang akan membahagiakannya, jadi ... pergilah!"

"Brengsek!" Bara mengumpat. "Balik, Diandra! Kalau gak, aku hancurkan motormu!"

Diandra terus melangkah sambil menggandeng tangan Aleetha, sementara pria berwajah tegas nan rupawan mengikuti di belakang dua wanita beda generasi itu.

Jantung Diandra berdegup kencang mendengar suara Papa Aleetha yang samar-samar namun masih bisa ditangkap jelas di telinganya.

"Itu ... maaf, tadi saya hanya berusaha membuatnya pergi. Tolong jangan salah paham."

Diandra mengangguk paham. "Saya mengerti, Pak. Terima kasih."

"Pak?" Ulang Papa Aleetha.

"E-- eh, haruskah saya panggil Papa juga?"

Aleetha cekikikan sementara Papanya membuang muka dengan kesal.

"Saya baru berusia tiga puluh empat tahun, tidak terlalu tua," tutur pria itu sambil mengedikkan bahu. "Nama saya Albirru. Albirru Fahrian Ranajaya."

"Namaku Aleetha, Tante. Adzkia Taleetha Albirru." Tiba-tiba Aleetha ikut menimpali. "Kalau nama Tante Diandra siapa? Diandra Fahrian Ranajaya?"

"Hah?"

Diandra cengo. Wajahnya tiba-tiba memanas mendengar Aleetha menyematkan nama keluarganya di belakang namanya.

"Diandra Cantika Maharani," jawab Diandra. "Kan kita sudah kenalan kemarin malam, Cantik. Kamu lupa?"

Aleetha terkekeh, gadis mungil itu tiba-tiba bertepuk tangan. "Wah, nama Tante Dian cantik ya, Pa," ucapnya antusias. Pria yang dia panggil Papa hanya bisa mengangguk terpaksa sambil tersenyum canggung.

"Pasti pipi Tante Dian sakit sekali," seloroh Aleetha yang dengan begitu cepat mengubah mimik wajah menjadi sendu. "Aleetha juga pernah dipukul Tante Ayesha, tapi Tante melarang Leetha mengadu ke Papa. Rasanya sakit sekali, Leetha bahkan sampai menangis waktu itu." Mata bulat Aleetha berkaca-kaca. Tangannya yang mungil menarik tangan Diandra hingga wanita berusia muda itu menekuk lutut mensejajarkan tingginya dengan Aleetha. Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Diandra membuat gadis yang gagal menjadi Nyonya Bara itu tersipu malu.

"Terima kasih, Sayang," ucap Diandra terharu.

Aleetha mengangguk cepat. "Pa, Leetha mau main ke rumah Tante Dian. Boleh ya?"

Diandra mendongak sambil menatap paras tampan di depannya. "Tante Dian lagi sibuk, Tha. Lain kali saja ya."

"Sebentar saja, Pa. Leetha janji bakalan jadi anak baik disana. Boleh ya, Pa?"

Birru menghela napas panjang kemudian bertanya, "Kamu sibuk, Diandra?"

Diandra menggeleng, "Pekerjaan saya sudah selesai, Pak. Tadi sebenarnya mau pulang, tapi ternyata ada tamu tak diundang."

"Kamu bekerja disini?"

"Iya. Di lantai dua."

Birru manggut-manggut sebelum akhirnya mengikuti langkah kaki Aleetha dan Diandra menuju tempat parkir.

"Kita naik motor bertiga saja," ucap Birru membuat langkah kaki Aleetha dan Diandra terhenti. Dua perempuan beda usia itu sama-sama menoleh kemudian mengangguk berbarengan. Ada perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan ketika melihat Aleetha sebegitu bahagia berada di samping Diandra.

"Bapak bisa naik motor?" tanya Diandra ragu.

"Bisa. Terakhir naik motor waktu SMP," jawab Birru sambil memundurkan motor Diandra. "Ayo naik, Sayang!"

Diandra membuang muka. Aleetha yang dipanggil sayang namun justru dirinya yang salah tingkah.

"Sini, Tante Dian bantu." Aleetha duduk di tengah sementara Diandra di belakang dan Birru sudah bersiap menarik gas meninggalkan area parkir Grand City Mall Surabaya.

***

"Ya Ampun, Di ... jadi benar yang Mas Bara bilang kalau kamu pacaran sama suami orang?"

Diandra mencebik mendengar suara Aluna.

"Kamu boleh patah hati, Diandra, tapi jangan merusak rumah tangga wanita lain. Jangan jadi cewek murahan deh, Di!" hardik Aluna sarkas.

"Lun, di rumahmu gak ada kaca?" tanya Diandra satir. "Mending berkaca deh, pastikan apa yang kamu tuduhkan padaku itu bukan gambaran dari dirimu sendiri. Kita berbeda, Aluna. Kamu boleh murahan, tapi jangan menyamakan aku dengan dirimu. Aku tidak serendah itu untuk merusak hubungan siapapun."

"Apa maksud kamu, hah?" Suara Aluna meninggi. "Kamu ngatain aku murahan, begitu?"

Diandra mengedikkan bahu tak acuh kemudian menggenggam jemari Aleetha dan membawa gadis cantik itu berlalu meninggalkan Aluna di halaman rumah.

"Aku sama Mas Bara itu saling mencintai. Kamu saja yang gak tau diri. Dasar gak laku!"

Dada Diandra bergemuruh. Saat ia hendak menoleh, Birru mencekal pergelangan perempuan berambut legam itu sambil menggeleng. "Mau gelut lagi?" tanya Birru membuat bibir Diandra cemberut seketika.

"Ck!" Diandra berdecak sebal.

Tok ....

Tok ....

"Assalamualaikum." Mengalah, Diandra mengetuk pintu rumah dan mengabaikan pertanyaan Birru yang sedikit membuatnya kesal.

Pintu rumah yang semula tertutup rapat kini perlahan terbuka. "Waalaikumsalam ...."

Bu Anis terpaku melihat gadis cantik di samping Diandra. "Eh, ada tamu. Cantik sekali, Masya Allah. Nama kamu siapa, Sayang?"

"Aleetha, Oma."

Bu Anis mengambil alih tangan Aleetha dan menuntun gadis cantik itu masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum, Tante."

Bu Anis menoleh. "I-- ini Bapaknya, Di?"

"Iya," jawab Diandra enteng. "Kenapa, Bu?"

"E-- eh, Ibu kira tadi dia ... itu ... sepupunya Erika. Bukan ya?"

Diandra terkikik, "Bukan. Ini Pak Birru, Papanya Aleetha, Bu."

"Ah ...." Bu Anis manggut-manggut sambil menerima uluran tangan Birru.

"Albirru, Bu. Teman Diandra."

"Silahkan duduk, Nak Birru! Maaf, tadi Ibu pikir Aleetha ini sepupu sahabatnya Diandra. Maaf sekali ya, Nak, Ibu tidak lihat ada kamu, terhalang pintu kali ya," sahut Bu Anis sambil tersenyum.

"Aleetha mau minum apa, Sayang?" tanya Bu Anis lembut. Aleetha memainkan jari-jarinya di atas dagu sambil memasang wajah seperti tengah berpikir. "Air putih dingin ada, Oma?"

"Ada dong, banyak malah," jawab Bu Anis sambil tertawa.

Bu Anis menggandeng tangan Aleetha dan mengajak gadis mungil itu mengacak-acak sendiri isi kulkas. Sementara di ruang tamu, Diandra duduk dengan canggung karena sejak tadi Birru pun tidak berusaha membuka obrolan.

"Ya Ampun, amit-amit." Diandra memejamkan matanya kuat-kuat ketika mendengar suara yang memuakkan di telinganya. "Kamu jadi pelakor, Dian? Dia ... suami orang? Ya ampun, Dian, kalian gak cocok. Dia terlalu matang untuk kamu yang masih sangat muda. Buka matamu, Dian, jangan sampai gara-gara gagal menikah kamu jadi perempuan gak benar. Jangan jadi pelakor! Duh, mana Aluna bilang dia sudah punya anak lagi, benar begitu?"

"Benar, Bu. Aku lihat sendiri tadi dia datang bawa anak kecil. Ih, amit-amit. Batal menikah sama Mas Bara bukannya introspeksi diri malah makin gak bener aja kelakuan kamu, Di," sahut Aluna asal.

Diandra menarik napas panjang ....

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status