Mendengar pertanyaan itu, Eddie terduduk lemas sambil mengangguk-anggukan kepalanya.Tommy mengangkat telapak tangannya, “tidak perlu merasa malu.” Katanya.Eddie tak berkutik, bagaimana mungkin dia tidak merasa malu? tentu saja rasanya dia ingin sembunyi saat seseorang seperti Tommy Egan saja mengetahui kelemahannya itu, kelemahan dimana dia telah dibuang oleh kedua saudaranya dan tak pernah dianggap.“Maaf, karena berkeliaran di wilayah Anda tanpa memiliki tujuan.” Kata Eddie disertai mimik kecewa.Tommy tersenyum lembut, lalu mengeluarkan satu tangannya yang dari tadi disembunyikannya di belakang.“Ini.” Katanya sambil menyerahkan sebuah undangan berwarna rose gold.Eddie berdiri karena terkejut, lalu melirik ke arah Si Jenius dan Si Bodyguard.“I-i-ini? untukku?” tanya Eddie gemetaran.Tommy mengangguk, “terimalah, dari tuan kami.”“Tuan kami? siapa?”
Julian tampak pasrah dengan perlakuan tersebut, emosinya stabil meskipun tubuhnya didorong-dorong agar menjauh dari tempat itu bagaikan seonggok sampah.“Pergi Kau manusia hina!”Tiba-tiba seseorang datang berseru dan itu suara Victor Flaming.“Lancang! apa yang kalian lakukan?!”“Singkirkan tangan kotormu itu!” Victor tampak murka.Penjaga yang berbuat kasar barusan terlihat bingung, apalagi saat Victor tiba-tiba saja menjauhkan tangannya dari pria yang membawa undangan berwarna gold tadi.“Apa Kalian sudah gila?!” bentak Victor sambil menunjuk semua penjaga, tak ada satupun dari mereka yang luput dari pandangannya.Sebagian tamu yang belum masuk bahkan para penjaga yang mengetahui dia adalah Victor Flaming sangat terkejut saat melihat pria itu marah besar karena membela seseorang.“Ma-maaf Tuan, kami hanya tidak mengijinkannya masuk.” Elak petugas yang bersikap kasar pada Julian tadi.“Memangnya aku tidak memiliki mata? aku melihat apa yang Kau lakukan.” Bentak Victor.“Tuan, kami t
Mendengar itu, Victor, Tommy bahkan Eddie yang kini sedang melihat kejadian itu ikut memandang ke arah orang-orang yang Julian tunjuk. “Habislah mereka.” Gumam Eddie dan Tommy ikut ngangguk-ngangguk. “Katanya siapapun yang berani menyinggung tuan Dante, keluarganya juga bisa lenyap.” Lanjutnya masih berbisik. “Ya, menurut rumor sih begitu. Tapi aku belum yakin,” balas Tommy. “Hump!” gumam Eddie. “Buktinya, Anda dilepaskan begitu saja.” Sambung Tommy membuat Eddie merasa malu sendiri. Keduanya kembali memperhatikan Victor, terdengar Julian kembali berbicara. “Mereka hanya orang-orang rendahan, Victor. Bekerja menjaga pintu untuk menyambut para tamu saja sudah sangat arogan.” “Ah… tapi entah kenapa aku merasa tak kecewa apalagi sakit hati dengan perlakuan mereka. Karena begitulah sifat manusia, hanya saja… tolong Kau perbaiki a
Peter tertegun linglung.“Karena… siapa tahu dia adalah orang yang Anda inginkan untuk bertemu.” Sambung Victor lagi.Peter menghela napas berat sambil melihat ke arah para bodyguardnya yang serentak menundukkan kepalanya.“Urus mereka, tuan Dante tak mau melihat perlakuan begini lagi.” Kata Victor sambil bersiap pergi.“Eh, Tuan. Pestanya?”“Itu ‘kan pesta Anda, terserah Anda mau bagaimana.” Jawab Victor dan kini benar-benar pergi meninggalkan Peter yang putus asa.***Julian keluar dari dalam lift, terlihat dari jauh Jemima tampak cemas hingga akhirnya tersenyum ceria saat melihat kedatangannya.“Hey! itu kan lift__”“Ah, salah naik.” Potong Julian segera mengelak.“Hm, Kamu ya, hati-hati.” Balas Jemima dengan mimik kesal.“Kalau tuan Diego lihat, habislah kita.” Lanjutnya.“Hm.”Lift terdengar terbuka dan Tommy keluar, pria itu ingin mengejar Julian tapi langkahnya segera terhenti saat tahu pria itu kini sedang mengobrol dengan Jemima. Tak lama kemudian, Eddie dan dua pegawainya ju
Jemima menatap lekat ke arah Julian, gadis itu tampak mengasihinya. Lalu tangannya mengusap rambut kepala Julian, seperti mengusap anak kecil yang sedang bersedih.“Aku janji, aku akan secepatnya mencari tempat juga pekerjaan baru.” Katanya.Julian terkejut, “hah?! pekerjaan baru?”Jemima mengangguk, “ya. Jadi… tolong bersabarlah, ya.” Pintanya dan sekarang satu tangannya itu berpindah posisi, menepuk-nepuk pundak Julian.“Kenapa?” tanya Julian.“Hm?” balas Jemima.“Kenapa harus mencari kerja lain? apa disini tidak baik?” tanya Julian lagi.Wajah mungil cantik itu tersenyum lembut dengan tatapan mata genit, terlihat sangat menarik, hingga dada Julian berdebar-debar.“Ayolah… aku hanyalah pekerja magang, jadi aku bisa mencari pekerjaan tambahan lainnya. Apalagi sekarang aku memiliki misi lain,” jelas Jemima.Julian tampak bingung, “misi?”“Ya, mi
Julian menatap penuh tanda tanya. “Kamu pikir, aku bohong?” tanya Julian. Jemima menggeleng-geleng, “eh, ini kan kamar tamu hotel.” “Iya, memangnya Kamu berharap kamar presidential?” balas Julian. “Ayolah… bukan begitu… maksudku__” “Ah, masuk saja. Aku benar-benar mengantuk,” potong Julian sambil melengos pergi dan segera duduk di sofa. Melihat sikap Julian yang tampak lelah, akhirnya Jemima hanya bisa mengikuti pria itu masuk kedalam. Matanya amat berbinar senang, dia tak menyangka akan diberi fasilitas sebagus ini. “Maaf, ranjangnya cuma ada satu.” Kata Julian. Jemima mengangguk tak peduli, pandangannya masih terpukau dengan kamar tersebut. “Terima saja, namanya juga numpang.” Kata Julian lagi. “Eh, Kamu anggap aku apa?” tanya Jemima, tatapan genitnya mulai datang lagi.
“Tidak bisakah Kau melayani dengan baik, siapapun tamu di hotel ini? tidak bisakah Kau diam tak menggangguku?!” tiba-tiba saja Julian berteriak di depan wajah Roberto yang sedari awal seakan mengajaknya adu jotos.Beberapa tamu yang kebetulan berada di Lobby Hotel itu terlihat penasaran dengan apa yang terjadi, tak hanya itu saja, beberapa petugas penjaga pintu masuk pun segera berlarian ke arah keributan tersebut.“Ada apa? sudah malam, bisa mengganggu tamu lain.” Tanya salah seorang petugas.“Usir langsung, seret dia keluar, Roberto!” seru petugas satunya lagi, tampak emosi.“Ya, memang seharusnya aku lakukan sedari tadi.” Balas Roberto, lalu menarik kerah Julian hingga tubuhnya pun tertarik beberapa langkah jika saja Julian tak segera menghentikannya.BRUAK!ARGH!AH!Suara tubuh jatuh bersamaan erangan kesakitan itu terdengar menggema di gedung Lobby yang megah tersebut. Belum selesai di sana, para penjaga yang merudung Julian terdengar ikut berteriak karena terkejut dengan kejadi
Julian mengedikkan kedua bahunya, tak acuh, tak peduli, malas, tak ingin diganggu. Tampaknya dia sedang dalam mood yang tak karuan saat ini.“Hey! kenapa mengacuhkanku? apa Kau mengenalnya?” tanya pria bernama Montana tadi, pria kedua yang bersikap kasar pada Julian selain Roberto.Julian menghela napas sesak, lalu menjentikkan jarinya ke arah Eddie.“Cih! pria gila!” dengus Montana.Eddie terlihat kikuk dan segera berlari kecil ke arah Julian.“Tuan Eddie? mengenalnya?” tanya Montana.Eddie diam mematung, tak percaya kini dia sedekat itu dengan pria nomor satu di negara Interlan. Rasanya seperti mimpi, bahkan setelah bertemu dengan Victor rasa bangganya belum hilang, apalagi sekarang bertemu dengan Dante.“Piuh! tuan Eddie saja diam begini, Kau benar-benar gila__”“Jangan mencacinya lagi, kalau Kau masih ingin hidup.” Potong Eddie, lalu melirik dengan lirikan maut.Mendengar perkataan itu keluar dari mulut Eddie, yang sejatinya masih menjadi orang kaya yang dihormati, Montana menjadi