Share

Bab 7

Malam harinya, Fitri tak dapat tidur, karena teringat dengan sang ibu. 

Sebelumnya, dia tak pernah berjauhan sama sekali dari ibunya itu.

Sehari sebelum berangkat, ibunya sengaja meminta ijin kepada keluarga Pak Suryo, walaupun harus menerima sumpah serapah terlebih dahulu, karena ingin membuatkan masakan spesial untuk putrinya.

"Kamu pengen ibu masakkan apa Nduk?" tanya Bu Siti, kepada putri satu-satunya itu. 

"Masakan ibu semuanya enak, Fitri jadi bingung" jawab gadis berlesung pipi itu tersenyum lebar.

"Yo yang kamu pengenin aja to Nduk" jawab sang ibu, terkekeh. 

"Emm apa ya Buk, buntil aja deh, kan banyak itu daun talasnya, di kebun belakang, sekalian sama sayur lompongnya ya Bu" ucap Fitri tampak menahan liurnya, membayangkan dua makanan itu.

Buntil yang terkenal di daerah sekitar Yogyakarta, Magelang dan Semarang itu, memang merupakan makanan yang selalu bikin kangen, dan di sukai banyak orang.

Terbuat dari daun talas, atau bisa juga dengan daun singkong juga daun pepaya, yang di isi dengan parutan kelapa yang sudah diberikan berbagai bumbu, sehingga rasanya selalu bikin kangen.

Begitu juga dengan sayur lompong, batang dari daun talas itu sendiri. 

Namun jangan coba-coba untuk membuatnya, jika tidak tahu dan terbiasa.

Karena yang ada, mulut akan terasa sangat gatal, dan tidak nyaman, sesudah memakannya.

"Yo wes, kamu cari daun lumbu (daun talas) dan lompongnya dulu sana, biar ibu marut kelapa dulu" ucap sang ibu.

Begitu matang, Fitri tampak makan dengan sangat lahap, menggunakan sayur lompong yang disantan kuning, dengan irisan cabai hijau besar, dan sedikit ebi (udang kecil).

Rasanya sangat nikmat, di makan dengan nasi yang sedikit lembek, dan sudah di dinginkan.

Bagi yang penasaran bagaimana rasanya, silahkan datang ke kota Magelang dan sekitarnya deh, di jamin rasanya mak nyuss. Hehehe. 

Membayangkan itu, Fitri yang tadi sudah makan malam, mendadak merasa lapar lagi.

Dia jadi begitu merindukan sang Ibu, padahal baru juga satu hari tak bertemu.

"Ibu kira-kira sedang apa ya??" bisiknya, sambil menerawang langit-langit kamar kost nya, yang berwarna putih, bersih itu.

"Sekolah yang bener ya Nduk, ojo koyok Ibuk, cuman orang bodoh, dan hanya bisa jadi pembantu" ucap sang ibu, saat melepas keberangkatannya, sembari menyusut air matanya, dengan kain jarit, yang di kenakannya.

Lagi-lagi air matanya mengalir, saat teringat ibunya itu.

"Jagalah Ibu hamba ya Allah " bisik Fitri,  mengusap wajahnya pelan.

********

"Nahh, ini lo cah Ayu, tempat kost kamu. Apik to? kamu ndak usah khawatir, di rumah kost ini, sudah tersedia yang tukang umbah-umbah (tukang cuci), mau makan yo tinggal milih. 

Kamu cukup belajar saja, supaya mbesok dadi wong sing suksess ( besok jadi orang yang sukses)" ucap Pak Suryo, sembari menepuk dadanya sendiri, merasa jumawa.

Mayang tersenyum senang, setidaknya, tempat kost yang akan dia tempati terihat nyaman.

Tempatnya juga ramai, dekat dengan pusat perbelanjaan.

"Rina dan Diva, tinggal di mana?" tanya Mayang, menatap dua temannya itu.

"Kami di kost bawah May, kalau yang seperti ini, mana sanggup orang tua kita, buat ngebayarnya?" ucap keduanya, saling mengangguk, membenarkan.

"Ya wong orang tua kalian saja cuma jadi perangkat desa, ya jelas lain, sama Mayang!" jawab bu Retno, tanpa memikirkan perasaan kedua teman putrinya, yang kemudian saling berpandangan.

"Walaupun disini ada dapurnya, kamu ndak perlu masak Nduk, mending kamu beli aja, itu di sepanjang jalan banyak rumah makan, kamu bisa tinggal pilih" ujar bu Retno lagi, sambil sesekali mengayunkan kedua tangannya, yang penuh dengan gelang.

Kerudung yang ia gunakan juga sengaja ia naikkan ke atas, supaya kalungnya yang besar besar itu, bisa terlihat. 

"Iya Buk, gampang lah itu, ada Rina dan Diva juga, yang bisa aku suruh-suruh" jawab Mayang, sedikit kesal, karena ibunya itu, terus saja nyerocos, tiada henti.

"Ya sudah, ini sudah sore. Bapak sama Ibu pulang dulu ya, ingat pesan Ibuk!!" ucap bu Retno lagi, sambil berpamitan. 

"Ckk, iya iya Buk" Mayang pun kemudian mencium tangan Ayah dan Ibunya, yang segera memasuki mobil carteran yang mereka sewa. Karena mobil mereka masih di bengkel.

Setelah mobil yang di naiki kedua orangtuanya melaju, Mayang kemudian naik ke lantai atas, dan memasuki kamarnya...

Merasa boring berada di kamar sendirian, dia pun kemudian masuk ke kamar Rina dan Diva, yang menggunakan kamar satu untuk berdua...

"Lagi ngapain!?" tanya Mayang, langsung masuk.

"Eh, ini May, makan geblek. Tadi di bawain sama Ibu aku" jawab Rina..

"Emangnya itu enak ya??" tanya Mayang, memperhatikan kedua temannya yang sedang asik menikmati geblek.

"Gini nih, kalau orang terlalu kaya, sampai geblek aja gak pernah makan.

Cobain sendiri deh, palingan nanti juga ketagihan" ucap Diva.

"Iihh, tapi berminyak-minyak kayak gitu lo, gak sehat tauk!" ucap Mayang, tampak bergidik. 

Rina dan Diva hanya saling lirik, tak menggubris Mayang, yang menurut mereka memang sangat lebay.

Sama-sama dari kampung, tapi tingkahnya melebihi orang yang asli kota.

Alias sok kota...

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status