Share

Bab 7

last update Last Updated: 2023-05-25 13:08:01

Malam harinya, Fitri tak dapat tidur, karena teringat dengan sang ibu. 

Sebelumnya, dia tak pernah berjauhan sama sekali dari ibunya itu.

Sehari sebelum berangkat, ibunya sengaja meminta ijin kepada keluarga Pak Suryo, walaupun harus menerima sumpah serapah terlebih dahulu, karena ingin membuatkan masakan spesial untuk putrinya.

"Kamu pengen ibu masakkan apa Nduk?" tanya Bu Siti, kepada putri satu-satunya itu. 

"Masakan ibu semuanya enak, Fitri jadi bingung" jawab gadis berlesung pipi itu tersenyum lebar.

"Yo yang kamu pengenin aja to Nduk" jawab sang ibu, terkekeh. 

"Emm apa ya Buk, buntil aja deh, kan banyak itu daun talasnya, di kebun belakang, sekalian sama sayur lompongnya ya Bu" ucap Fitri tampak menahan liurnya, membayangkan dua makanan itu.

Buntil yang terkenal di daerah sekitar Yogyakarta, Magelang dan Semarang itu, memang merupakan makanan yang selalu bikin kangen, dan di sukai banyak orang.

Terbuat dari daun talas, atau bisa juga dengan daun singkong juga daun pepaya, yang di isi dengan parutan kelapa yang sudah diberikan berbagai bumbu, sehingga rasanya selalu bikin kangen.

Begitu juga dengan sayur lompong, batang dari daun talas itu sendiri. 

Namun jangan coba-coba untuk membuatnya, jika tidak tahu dan terbiasa.

Karena yang ada, mulut akan terasa sangat gatal, dan tidak nyaman, sesudah memakannya.

"Yo wes, kamu cari daun lumbu (daun talas) dan lompongnya dulu sana, biar ibu marut kelapa dulu" ucap sang ibu.

Begitu matang, Fitri tampak makan dengan sangat lahap, menggunakan sayur lompong yang disantan kuning, dengan irisan cabai hijau besar, dan sedikit ebi (udang kecil).

Rasanya sangat nikmat, di makan dengan nasi yang sedikit lembek, dan sudah di dinginkan.

Bagi yang penasaran bagaimana rasanya, silahkan datang ke kota Magelang dan sekitarnya deh, di jamin rasanya mak nyuss. Hehehe. 

Membayangkan itu, Fitri yang tadi sudah makan malam, mendadak merasa lapar lagi.

Dia jadi begitu merindukan sang Ibu, padahal baru juga satu hari tak bertemu.

"Ibu kira-kira sedang apa ya??" bisiknya, sambil menerawang langit-langit kamar kost nya, yang berwarna putih, bersih itu.

"Sekolah yang bener ya Nduk, ojo koyok Ibuk, cuman orang bodoh, dan hanya bisa jadi pembantu" ucap sang ibu, saat melepas keberangkatannya, sembari menyusut air matanya, dengan kain jarit, yang di kenakannya.

Lagi-lagi air matanya mengalir, saat teringat ibunya itu.

"Jagalah Ibu hamba ya Allah " bisik Fitri,  mengusap wajahnya pelan.

********

"Nahh, ini lo cah Ayu, tempat kost kamu. Apik to? kamu ndak usah khawatir, di rumah kost ini, sudah tersedia yang tukang umbah-umbah (tukang cuci), mau makan yo tinggal milih. 

Kamu cukup belajar saja, supaya mbesok dadi wong sing suksess ( besok jadi orang yang sukses)" ucap Pak Suryo, sembari menepuk dadanya sendiri, merasa jumawa.

Mayang tersenyum senang, setidaknya, tempat kost yang akan dia tempati terihat nyaman.

Tempatnya juga ramai, dekat dengan pusat perbelanjaan.

"Rina dan Diva, tinggal di mana?" tanya Mayang, menatap dua temannya itu.

"Kami di kost bawah May, kalau yang seperti ini, mana sanggup orang tua kita, buat ngebayarnya?" ucap keduanya, saling mengangguk, membenarkan.

"Ya wong orang tua kalian saja cuma jadi perangkat desa, ya jelas lain, sama Mayang!" jawab bu Retno, tanpa memikirkan perasaan kedua teman putrinya, yang kemudian saling berpandangan.

"Walaupun disini ada dapurnya, kamu ndak perlu masak Nduk, mending kamu beli aja, itu di sepanjang jalan banyak rumah makan, kamu bisa tinggal pilih" ujar bu Retno lagi, sambil sesekali mengayunkan kedua tangannya, yang penuh dengan gelang.

Kerudung yang ia gunakan juga sengaja ia naikkan ke atas, supaya kalungnya yang besar besar itu, bisa terlihat. 

"Iya Buk, gampang lah itu, ada Rina dan Diva juga, yang bisa aku suruh-suruh" jawab Mayang, sedikit kesal, karena ibunya itu, terus saja nyerocos, tiada henti.

"Ya sudah, ini sudah sore. Bapak sama Ibu pulang dulu ya, ingat pesan Ibuk!!" ucap bu Retno lagi, sambil berpamitan. 

"Ckk, iya iya Buk" Mayang pun kemudian mencium tangan Ayah dan Ibunya, yang segera memasuki mobil carteran yang mereka sewa. Karena mobil mereka masih di bengkel.

Setelah mobil yang di naiki kedua orangtuanya melaju, Mayang kemudian naik ke lantai atas, dan memasuki kamarnya...

Merasa boring berada di kamar sendirian, dia pun kemudian masuk ke kamar Rina dan Diva, yang menggunakan kamar satu untuk berdua...

"Lagi ngapain!?" tanya Mayang, langsung masuk.

"Eh, ini May, makan geblek. Tadi di bawain sama Ibu aku" jawab Rina..

"Emangnya itu enak ya??" tanya Mayang, memperhatikan kedua temannya yang sedang asik menikmati geblek.

"Gini nih, kalau orang terlalu kaya, sampai geblek aja gak pernah makan.

Cobain sendiri deh, palingan nanti juga ketagihan" ucap Diva.

"Iihh, tapi berminyak-minyak kayak gitu lo, gak sehat tauk!" ucap Mayang, tampak bergidik. 

Rina dan Diva hanya saling lirik, tak menggubris Mayang, yang menurut mereka memang sangat lebay.

Sama-sama dari kampung, tapi tingkahnya melebihi orang yang asli kota.

Alias sok kota...

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 34

    Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 33

    "Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 32

    Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 31

    "Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 30

    Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 29

    Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status