Share

Bab 8

last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-25 13:09:37

Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.

Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.

Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.

Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..

Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.

Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.

Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.

Benar-benar menguras pikirannya.

Seperti sore itu, Fitri baru saja pulang, setelah menerima jam kuliahnya, yang molor sampai hampir maghrib.

Fitri dan kawan-kawannya keluar dari kelas, dengan wajah yang sangat kusut, dan lelah.

"Lapar nih, tapi di luar kok hujan ya!" ujar Yeni, salah satu teman kelasnya, sekaligus teman satu kost.

"Di ujung sana, ada warung bakso yang baru buka lo, tempatnya asyik, juga rame. Kita kesana aja yuk, sambil cari yang anget-anget" ujar Raka, Kosma dari kelas Fitri.

Fitri hanya mengiyakan saja, karena dia juga sudah sangat lapar.

"Aku bantu bawakan buku-buku kamu Fit" tawar Raka. Pemuda dengan perawakan jangkung dan berkacamata itu, menawarkan bantuannya kepada Fitri, yang tampak kerepotan membawa tumpukan buku di tangan nya.

"Tidak usah Ka, terimakasih" tolak Fitri, merasa tak enak.

"Gak apa-apa lagi Fit, kan tadi aku juga banyak pinjem buku-buku kamu, waktu presentasi" ucap pemuda itu lagi, segera mengambil alih buku-buku yang di bawa oleh Fitri.

"Cieee ciee, kita jadi kayak obat nyamuk deh" seru Yeni dan Vika, yang semenjak tadi hanya memperhatikan keduanya.

Fitri jadi salah tingkah di buatnya, dia merasa malu, karena orang-orang di sekitar, jadi ikut memperhatikannya.

"Apann sih Yen, jangan gitu lah, Fitri nanti jadi gak mau dekat lagi sama aku" ujar Raka, melotot ke arah Yeni dan Vika.

"Iya deh pak Kosma, maaf, cuma becanda jugak" jawab mereka meringis.

Sedangkan Fitri sendiri, sudah berjalan terlebih dahulu, mendahului teman-temannya itu.

Setelah menyusuri koridor kampus, yang cukup panjang, kini mereka berlari-lari kecil, menghindari curahan hujan, yang masih terus turun, membasahi bumi.

"Kita duduk di sana saja!!" tunjuk Raka, ke sebuah meja yang cukup lebar, yang ada di sudut ruangan terbuka itu, kepada teman-temannya.

Ketiganya mengikuti arah telunjuk Kosma mereka, dan duduk disana, setelah memesan 4 buah mangkuk bakso, dan minumannya.

"Tempatnya enak nih, kalau buat ngerjain tugas. Free wifi juga tuh" tunjuk Yeni, ke sebuah tulisan free wifi.

"Iya, bisa buat langganan nih" jawab yang lain, tampak merasa nyaman di meja lesehan berbentuk seperti panggung itu.

"Eits, tapi kita rasain dulu. Enak gak nih makanan disini, juga harganya broo" cetus Vika, yang merupakan anak perantauan, dan selalu hidup berhemat, demi bisa kuliah.

Tak lama, bakso yang mereka pesan datang.

Bakso yang masih mengepulkan asap panasnya itu, tampak begitu menggiurkan.

Selain aromanya, yang begitu menggoda, juga suasana dingin, yang membuat mereka segera menikmati bakso dengan ukuran cukup banyak itu.

Sambal, kecap, saos, juga cuka, membuat rasa bakso menjadi semakin nikmat.

"Ternyata enak baksonya, rasa kuahnya juga mantap" ucap Vika, menikmati kuah bakso, hingga habis tak bersisa.

"Iya, harganya juga gak mahal-mahal amat, banyak pilihannya" timpal Yani, melihat ke tulisan menu, yang di tempel di tembok.

"Gak nyangka ya, tempatnya sekeren ini, ternyata harganya merakyat" ujar Fitri, mengedarkan pandangannya, ke seluruh sudut-sudut ruangan.

Tak dinyana, ketika ia sedang memperhatikan ke sekelilingnya, pandangannya bertubrukan dengan seseorang yang sepertinya tak asing di matanya.

Pemuda yang tengah duduk memainkan laptopnya itu, juga tampak menatap cukup lama ke arah Fitri.

Karena terlanjur saling tatap, pemuda itu kemudian mengangguk dan tersenyum kepada Fitri.

Fitri tampak segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, setelah mengangguk pelan, membalas pemuda itu.

"Siapa Fit?" tanya Raka, yang sedari tadi memperhatikan nya.

"Gak tahu" jawab Fitri, mengangkat kedua bahunya..

"Tapi kok kayak kenal gitu? dari tadi aku lihat, pria itu ngeliatin kamu terus lo" ujar Yeni, juga melihat ke arah pemuda itu, yang kini sudah kembali sibuk dengan laptopnya.

"Ah, mungkin mirip dengan seseorang, mangkanya dia ngeliatin sampai segitunya" jawab Raka, tampak tak senang.

"Ciee, ada yang cemburu nih kayaknya" seru Vika, mencibir ke arah Raka.

"Tapi ganteng lo Fit, kalau misal ngajakin kenalan, kenalin aku juga yak, siapa tahu bisa jadi gebetan!!" seru Vika, tampak antusias.

Raka tampak mencebik, dan melirik ke arah pemuda tadi.

"Udah-udah, balik yuk, wes arep maghrib ini" ajak Fitri menengahi.

"Ya sudah, biar aku yang bayarin punya kamu ya Fit!" tawar Raka lagi, membuat kedua teman Fitri tampak kesal.

"Kok Fitri tok sing di bayari, la aku ma Yeni gak di bayari juga??!" ledek Vika lagi, membuat Fitri tampak salah tingkah.

"Matursuwun Ka, biar aku bayar sendiri yo" ucap Fitri, bergegas menuju kasir, yang kemudian di susul oleh ketiga temannya.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Khairatun Najwa89
sangatt bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 34

    Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 33

    "Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 32

    Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 31

    "Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 30

    Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 29

    Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status