Beranda / Romansa / DIMADU TANPA RESTU / 4 - Malam Ini Dengan Sekar

Share

4 - Malam Ini Dengan Sekar

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-02 05:47:28

“Mas, aku lapar. Mau makan nasi goreng. Tapi kepalaku masih sakit, belum kuat untuk masak,” ucap Amara dengan nada lembut, mendayu sepeninggal Sekar.

Wira menghela napas. “Ya sudah, kita delivery saja. Kamu istirahat saja di kamar. Aku akan pesankan makanan untuk kita. Sekalian nanti aku mau bawa kamu ke dokter.”

Mendengar kata “dokter”, raut wajah Amara langsung berubah.

“Ke dokter? Nggak usah, Mas. Aku masih punya obat yang diberikan dokter kandungan tempat aku memeriksakan diri beberapa hari yang lalu. Kata dokter, kondisi seperti ini wajar terjadi. Di awal kehamilan, ibu memang lebih sering mual, muntah dan sakit kepala. Aku hanya butuh vitamin, istirahat dan perhatian.”

Amara terlihat manja. Ia rekatkan tubuhnya pada Wira, lalu ia daratkan sebuah ciuman manis ke bibir pria itu.

Sayangnya, Sekar harus menyaksikan semua itu dari balik daun pintu. Rasa penasaran dan sakit hati, membuat rasa keingintahuannya memuncak.

Sekar segera merapatkan kembali pintu kamar, membalik tubuhnya dan terduduk di lantai kamar seraya menyandarkan punggungnya ke daun pintu.

Sekar memegang dada, mencoba menenangkan diri, namun rasa sakit terlalu menusuk jantungnya.

***

Pukul delapan malam dan Sekar masih mengurung diri di dalam kamar.

Wira yang baru saja menikmati makan malam yang ia pesan lewat sebuah aplikasi, berjalan meninggalkan ruang makan, mendekati kamar Sekar.

“Sekar, mau sampai kapan kamu akan mengurung diri di kamar? Ayo makan, ini makanan yang aku belikan dari siang tidak kamu sentuh sama sekali. Memangnya kamu mau mati?” ucap Wira dengan nada tegas dari balik daun pintu.

Sekar yang masih berbalut mukena, segera menyeka air matanya. Ia tenggak air mineral yang sudah ia siapkan ketika Wira dan Amara tidak di rumah tadi siang. Ada beberapa bungkusan roti juga di kamar itu yang belum dimasukkan Sekar ke bak sampah, karena terlalu malas untuk meninggalkan sajadahnya.

“Sekar, buka pintunya. Aku tidak tidak akan bertanggung jawab jika terjadi apa pun padamu di dalam sana. Kau tahu, jika kau sakit, aku juga yang akan repot!”

Kembali terdengar suara Wira yang jelas terdengar marah.

Perlahan, Sekar pun bangkit. Tangannya yang lemah pun mulai membuka gagang pintu.

Amara yang berdiri bersedekap di belakang Wira, bisa melihat dengan jelas wajah sembab dan mata merah Sekar.

Wira menyodorkan sebuah kantong kresek bermerek berisi makanan siap saji yang ia pesan lewat online.

“Aku tidak lapar,” ucap Sekar seraya menolak makanan itu. Suaranya lemah, nyaris tidak terdengar. Terlihat tidak ada perlawanan di dirinya.

Wira meraih tangan Sekar, lalu meletakkan kantong itu di tangan kanan Sekar.

“Jangan keras kepala. Kau itu istriku dan sampai kapan pun kau akan tetap jadi istriku. Malam ini aku ingin tidur di sini,” ucap Wira. Pria itu berusaha masuk ke dalam kamar.

Sekar tidak bisa berkata apa pun. Ia hanya bisa pasrah dan membiarkan Wira masuk ke dalam kamarnya.

“Amara, malam ini aku ingin di sini. Jadi kamu tidur sendiri dulu. Jika tidak ada hal yang mendesak, jangan ganggu aku,” ucap Wira tegas.

Amara terlihat tidak senang, namun ia pun mengangguk pasrah. Dengan langkah gontai, wanita itu pun berjalan menuju kamar yang kini diperuntukkan oleh Wira untuknya.

“Apa lagi yang kau tunggu, Sekar? Tutup pintunya dan segeralah ke sini,” perintah Wira.

Sekar menurut begitu saja. Ia tidak punya tenaga untuk berdebat karena sudah berjam-jam ia habiskan tenaganya dengan menangis dan bersimpuh di hadapan Rabb-nya.

Sekar meletakkan kantong kresek berisi makanan siap saji di atas meja riasnya. Perlahan, ia buka mukenanya, lalu melipat kain itu dengan baik dan menggantungnya di tempat yang sudah ia sediakan di dalam kamar.

Ketika Sekar baru meraih ujung sajadah dan berniat melipatnya, Wira malah menarik tangan Sekar dengan keras hingga tubuh itu jatuh dalam pelukan Wira.

“M—mas… apa yang kamu lakukan?” tanya Sekar terbata, terlalu terkejut dengan aksi pria itu.

“Apa yang aku lakukan? Kenapa kau masih bertanya? Kau istriku dan aku suamimu, jadi aku berhak atas dirimu.”

Wira mulai menekan kuat pinggang Sekar hingga menempel ke tubuhnya.

“T—tapi, Mas.” Sekar berusaha menjauhkan wajahnya ketika Wira berniat menciumnya.

Harusnya Sekar senang karena suaminya menginginkan dirinya malam ini, namun ia malah tidak nyaman. Ia merasa sangat jijik, apalagi ketika tubuhnya berada dalam dekapan Wira dan jarak wajahnya dengan wajah suaminya hanya beberapa sentimeter saja.

Setiap melihat wajah Wira, kembali terngiang di benaknya ekspresi penuh kenikmatan yang diperlihatkan Wira ketika ditindih dan menindih Amara.

Itu adalah rasa sakit yang luar biasa bagi Sekar.

Wira menyeringai sesaat, lalu membalik tubuh Sekar. Dengan cepat, ia lepas baju kaos dan celana panjang ia kenakan. Pria itu hanya menyisakan boxer untuk menutupi bagian inti tubuhnya.

Dengan pergerakan lambat namun pasti, Wira pun mulai melepas satu demi satu kancing piyama Sekar.

Sekar berusaha menahan tangan suaminya, namun Wira sepertinya berada di puncak birahi, hingga pria itu tidak memedulikan tangan lembut Sekar yang berusaha menahan tangannya.

“Kenapa tidak dengan Amara saja, Mas? Bukankah kamu lebih menyukainya? Bukankah ia lebih panas di ranjang dibanding diriku?” ucap Sekar dengan suara tercekat, ketika Wira hendak menarik celana panjang yang ia kenakan.

Tangan Wira seketika terhenti, sorot matanya tajam menatap istri pertamanya itu.

“Apa maksudmu, Sekar?”

Sekar tidak menjawab, ia hanya menangis. Kata-kata Wira yang ia dengar tadi subuh, semakin bergelora di telinganya.

“Apa kau ingin menolakku? Apa kau ingin jadi istri durhaka?” gertak Wira dengan nada sedikit tinggi.

Sekar masih diam seraya memalingkan wajah. Ia terlalu jijik melihat wajah tampan suaminya itu.

“Malam ini aku menginginkanmu, titik!” tegas Wira.

Dengan cepat, ia tarik celana panjang Sekar, lalu ia lempar sembarangan ke lantai.

Tidak ada kelembutan dalam sentuhannya. Wira terlihat lebih brutal dan kasar.

Sekar berusaha memberontak, tapi Wira malah semakin kasar. Pria itu seolah sangat menikmati sikap Sekar. Seakan punya imajinasi bermain yang baru.

Sekar hanya bisa menangis. Ia sama sekali tidak bisa menikmati. Yang ada hanya rasa sakit dan perih yang ia rasakan.

“Mas, ampun… ini sakit,” lirih Sekar. Ia menendang Wira dengan kuat hingga sedikit menjauh dari tubuhnya.

“K—kamu… kamu melukaiku,” kata Sekar, menahan rasa sakit dan ngilu.

“Kau itu istriku, Sekar. Jangan mau kalah dari Amara. Amara saja bisa membuatku puas, kenapa kamu tidak?!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • DIMADU TANPA RESTU   5 - Kontras

    Keesokan paginya, Sekar terjaga dan tidak mendapati suaminya di dalam kamar. Yang ia ingat, semalam ia masih tidur dengan Wira.Setelah puas melampiaskan hasratnya, Wira terlelap begitu saja. Sementara Sekar berusaha mengais hatinya yang hancur berkeping-keping, hingga jatuh tertidur karena lelah.Sekar awalnya ingin mencari. Namun urung karena ia yakin kalau Wira pasti ada di kamar Amara.Dengan kondisi tubuh yang masih lemah, Sekar tetap berupaya untuk bangun membereskan kamar itu sebelum ia berangkat ke sekolah—untuk mengabdikan ilmunya kepada anak-anak SD yang sangat ia cintai.Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi saat Sekar keluar dari kamar. Masih ada waktu untuk menyiapkan sarapan untuknya dan suaminya, seperti yang biasa ia lakukan sebelum berangkat bekerja.Namun, lagi-lagi kedua matanya terbelalak melihat dapur dan ruang makan yang sangat kotor, dengan sisa kantong belanjaan dan bekas makanan siap saji yang tergeletak begitu saja.Sekar tidak akan pernah terbiasa dengan pem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • DIMADU TANPA RESTU   6 - Ejekan Dari Wira

    “Assalamu’alaikum…,” ucap Sekar dengan senyum yang terlihat sangat dipaksakan di depan semua anak-anak didiknya.“Wa’alaikumussalam, Bu,” jawab mereka serentak.Sekar tersenyum. Rasa lelah di hatinya seolah sirna di depan anak-anak didik yang sangat ia cintai. Dua puluh anak kelas tiga yang ada di hadapannya kini, tersenyum manis tanpa beban. Ia pun harus bisa mengimbangi sikap dan senyuman itu tanpa peduli hatinya yang saat ini sedang tercabik-cabik.Detik-demi detik pun terus berlalu, hingga pagi yang cerah kini berubah menjadi sore yang cerah. Cahaya matahari yang tadinya bersinar di ufuk timur, kini mulai turun.Sekar melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tugasnya sebagai tenaga pendidik hari ini sudah selesai. Saatnya ia pulang dan Kembali dengan rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga.Namun hari ini terasa sangat berbeda. Untuk pertama kalinya Sekar enggan melangkahkan kakinya meninggalkan ruang guru. Untuk pertama kalinya ruang guru itu lebih nyaman disbandin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • DIMADU TANPA RESTU   7 – Terpaksa

    Sekar masih terpana. Air matanya nyaris membanjiri wajah cantik alami itu, namun Sekar susah payah menahannya. Ia memang rapuh, tapi tidak ingin terlihat lemah di depan Wira dan Amara.“Sekar, aku lelah. Segera bereskan dapur itu dan siapkan makanan. Atau aku akan mencari makanan di luar bersama Amara.”“Kenapa mas tidak mencari pembantu saja, Mas? Bukankah mas Wira mampu menafkahi dua istri. Jadi pasti mas Wira juga mampu membayar pembantu di rumah ini,” jawab Sekar, masih dengan nada sopan.Kedua bola mata Wira menatap tajam istrinya itu. Tidak pernah selama ini Sekar melihat pandangan tajam seperti itu dari kedua mata suaminya.“Apa kamu mulai membantah perintah suamimu, ha? Kamu lupa pesan-pesan mendiang ibu?”Ibu?Ya, ibu Sekar sebelum meninggal memang banyak memberikan wejangan hidup kepada wanita itu. Wejangan-wejangan baik khususnya untuk suami.Ibu Sekar dulunya adalah pribadi yang sangat taat pada agama. Ia juga sangat taat pada suaminya. Tapi untungnya, mendiang ayahnya Seka

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-03
  • DIMADU TANPA RESTU   8 – Bergelora

    “Sekar, buka pintunya!” gema suara terdengar. Suara yang sangat khas yang selama ini begitu dirindukan oleh Sekar. Namun kini pemilik suara itu balik menyakitinya.Sekar segera bangkit, menyeka air matanya dan kini berdiri di depan daun pintu. Sekar menghela napas sejenak sebelum tangan kanannya benar-benar menekan gagang pintu lalu menariknya.“Mas Wira, ada apa?” tanya Sekar.“Kamu sudah makan?” tanya Wira.Sekar menggeleng.“Ayo makan bareng.”Sekar mengangguk. Kali ini ia benar-benar tidak ingin ribut, jadi ia tidak membantah perintah Wira.Terlihat Amara menggandeng Wira dengan manja menuju meja makan.Lagi-lagi, Sekar hanya bisa menghela napas.“Silakan duduk, Mas,” ucap Amara, memundurkan sebuah kursi makan untuk Wira.“Terima kasih,” balas Wira.Amara duduk tepat di samping Wira sementara Sekar duduk di depan suaminya. Tidak ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • DIMADU TANPA RESTU   9 – Tuduhan Baru

    “Malam ini aku ingin bersama Sekar,” ucap Wira.Amara tidak senang, namun ia berusaha sembunyikan perasaan itu dari Wira.“Tentu saja, Mas. Bukankah Sekar adalah istri pertama kamu dan wajar saja kalau kamu juga menginginkannya. Aku tidak keberatan,” balas Amara.Wira keluar dari kamar. Langkah kakinya membawanya ke ruang dapur, di mana saat ini Sekar sedang membereskan bekas makanan dirinya dan Amara. Sementara Sekar? Ia tidak makan malam sama sekali.Diam-diam, Amara mengintip aktivitas suaminya dengan Sekar di ruang dapur. Ada yang membara di hatinya. Terlebih ketika melihat Wira memperlakukan Sekar dengan sangat lembut.Melihat Wira mencumbu Sekar dengan penuh nafsu, Amara pun tidak tahan. Ia tidak ingin membiarkan Sekar menikmati malam ini dengan Wira. Bagaimanapun juga, ia harus menguasai hati, jiwa, tubuh dan harta Wira. Itulah tujuan utamanya.“AUCH!!” Amara berteriak. Kakinya memijak pecahan kaca yang sudah ia siapkan sendiri hingga berdarah.Suara teriakan itu seketika membua

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • DIMADU TANPA RESTU   10 – Kedatangan Yang Mendadak

    Pukul sepuluh pagi, di kediaman Sekar.Sebuah mobil minibus berhenti perlahan di halaman rumah sederhana itu. Dari dalamnya turun sepasang paruh baya—berpakaian rapi dan membawa sebuah bungkusan kecil. Wajah mereka tampak cerah, menyimpan senyum lebar seolah membawa kabar bahagia. Mereka berjalan perlahan menuju pintu rumah, langkah mereka penuh semangat.Sementara itu, Sekar baru saja kembali dari halaman belakang. Di tangannya tergenggam sebuah gembor kosong yang hendak ia isi ulang, karena belum semua tanaman yang ia siram.Saat pandangannya jatuh pada sepasang paruh baya yang sangat ia kenali itu, Sekar langsung menghentikan langkah. Ia meletakkan gembor di pinggir teras dan segera berjalan cepat menghampiri mereka.“Ibu, Bapak, kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau datang?” sapanya dengan suara penuh kehangatan, seraya mengulurkan tangan. Ia menyalami keduanya dengan takzim dan penuh hormat.“Kamu apa kabar, Nduk?” sang Ibu membuka suara, masih dengan senyum lebar. “Ibu dan Bapak

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • DIMADU TANPA RESTU   11 – Ketahuan Juga

    Wira duduk di kursi samping ayahnya. Matanya tak henti melirik ke arah kamar tempat Amara bersembunyi. Gelas teh yang sejak tadi ia pegang sudah dingin, tapi belum juga disentuh. Di hadapannya, Sekar duduk berseberangan, pura-pura sibuk menyusun camilan di meja. Ia menyadari kegelisahan suaminya, namun memilih bungkam. Ia tahu, badai bisa datang sewaktu-waktu.“Ibu lihat kamu kok agak aneh, Wira?” tanya sang Ibu tiba-tiba, memecah keheningan yang menggantung di udara.Refleks, Wira menegakkan punggung. “Aneh gimana, Bu?”“Kelihatan tegang. Biasanya kalau kami datang, kamu santai. Tapi ini dari tadi kayak orang ketakutan.”Wira terkekeh kecil, meski terasa kaku. “Wira cuma kaget aja, Bu. Nggak nyangka Bapak dan Ibu datang mendadak. Padahal akhir pekan ini rencananya Wira mau beresin beberapa kerjaan.”“Kerjaan bisa diatur, Wira. Tapi keluarga itu tetap nomor satu,” ujar sang Ayah dengan nada lembut, sembari menepuk bahu anaknya.Sekar berdiri dengan senyum canggung. “Sekar ambilkan bua

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • DIMADU TANPA RESTU   12 – Kemarahan Suryo

    Sekar masih terpaku di sudut kamarnya. Matanya menatap kosong ke dinding, tubuhnya terasa berat untuk sekadar berdiri. Ia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan kedua orang tua Wira di ruang tamu. Namun yang pasti, hatinya semakin rapuh, nyaris tak mampu menanggung beban kenyataan yang menghimpit.Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Jantung Sekar berdetak kencang, menimbulkan dentuman cemas di dadanya. Ia enggan beranjak, tapi suara ketukan kembali terdengar, kali ini disertai dengan suara yang ia kenali: Dian, ibunda Wira.Dengan langkah pelan dan berat, Sekar mendekat. Ia menarik engsel pengunci pintu, lalu memutar gagangnya perlahan hingga pintu terbuka.“Ibu ingin bicara,” ucap Dian tanpa basa-basi.Sekar mengangguk, memberikan jalan agar wanita paruh baya itu bisa masuk ke dalam kamarnya.“Silakan duduk, Bu,” katanya pelan, seraya menarik sebuah kursi kayu mendekati ranjang.Dian duduk di kursi, sementara Sekar memilih duduk di tepi ranjang, menjaga jarak yang tetap terasa meny

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11

Bab terbaru

  • DIMADU TANPA RESTU   39 –Tetap Memihak Amara

    “Mas…”Amara mengejar Wira yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang poli kebidanan. Wira pergi dalam keadaan marah, sementara Dian masih mematung di depan pintu, wajahnya tampak kosong, terkejut.“Mas, tunggu aku!” seru Amara, lalu menggenggam lengan Wira dengan kuat. Tindakannya menarik perhatian beberapa orang yang melintas di lorong rumah sakit. Tapi Amara tak peduli.Wira berhenti sejenak, menoleh pelan. “Aku tidak menyangka kalau kamu berbohong sejauh ini, Amara.” Suaranya rendah, tapi tajam dan dingin, seperti es yang membekukan hati. Ia menjaga nada suaranya agar tidak membuat keributan. Hasil lab memperkuat diagnose kalau sebenarnya Amara sama sekali tidak pernah hamil, apalagi keguguran.Tanpa menunggu jawaban, Wira melangkah cepat menuju parkiran. Amara mengejarnya, mencoba menyamakan langkah.Begitu sampai, Wira langsung masuk ke dalam mobilnya. Namun Amara dengan sigap ikut masuk ke kursi penumpang depan, tanpa diundang.Wira menghela napas panjang. “Turun,” ucapnya lirih

  • DIMADU TANPA RESTU   38 –Akhirnya Terkuak

    “Apa Ibu baik-baik saja?” Suara Wira menggema di lorong rumah sakit. Napasnya menderu, terdengar seperti orang yang habis berlari. Matanya cemas, menyapu wajah-wajah di sekitarnya hingga berhenti pada sosok Amara.Amara langsung menoleh, terkejut melihat kehadiran Wira. “Mas? Bukannya Mas kerja?” tanyanya, bingung sekaligus gugup.Namun sebelum Wira sempat menjawab, suara petugas rumah sakit terdengar lewat pengeras suara, memanggil nama Amara. Kini gilirannya masuk ke ruang poli kebidanan, tempat pertemuan dengan dokter spesialis kandungan.“Nanti saja bicaranya. Kita masuk dulu,” ucap Dian tegas. Ia berdiri dari bangku tunggu dan menggenggam tangan Amara dengan lembut namun mantap.Wira yang masih kebingungan akhirnya hanya bisa mengikuti langkah ibunya. Ia berjalan masuk ke ruang periksa, didampingi dua wanita yang wajahnya menyiratkan kegelisahan masing-masing.Seorang dokter kandungan menyambut mereka dengan

  • DIMADU TANPA RESTU   37 – Menjalankan Rencana

    "Ibu, apa kabar?" sapa Amara dengan suara lembut dan senyum ramah saat melihat Dian berdiri di depan pintu rumah."Baik, Amara. Wira ada?" tanya Dian dengan nada bersahabat, meski matanya tajam mengamati wajah menantu yang mulai berhasil merebut hati anaknya itu."Mas Wira lagi kerja, Bu. Ibu masuk dulu, ya. Aku buatkan minum sebentar." Ucapan Amara terdengar sangat tulus, senyum manisnya seolah ingin mengatakan bahwa dirinya pantas menggantikan posisi Sekar.Namun Dian menolak halus. "Tak usah, Amara. Ibu ke sini bukan untuk bertamu. Ibu mau minta tolong. Boleh?"Amara langsung menghentikan langkahnya menuju dapur dan kembali mendekat. "Minta tolong apa, Bu?""Hari ini ibu ada jadwal kontrol rutin. Ibu ada gejala stroke ringan, jadi harus kontrol setiap bulan. Bapak nggak bisa temani karena sedang ada urusan pekerjaan di luar kota. Wira juga nggak bisa karena kerja. Dulu biasanya Sekar yang suka menemani ibu ke rumah sakit, tapi sekarang… y

  • DIMADU TANPA RESTU   36 – Perlawanan Sekar

    Jakarta, Kediaman Orang Tua WiraSuryo dan Dian tampak terpaku di ruang tamu. Mereka saling berpandangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan oleh Sekar. Kata-katanya mengguncang hati mereka, menyisakan rasa kecewa yang mendalam terhadap putra mereka, Wira, yang begitu mudah mempercayai Amara tanpa menyelidiki lebih jauh.“Jadi... selama ini kehamilan Amara itu palsu?” tanya Dian dengan suara pelan, nyaris berbisik, seolah berharap jawabannya tidak seperti yang ia duga.Sekar mengangguk perlahan. Matanya menatap lurus, suaranya tenang namun tegas. “Yang pasti, Amara tidak pernah memeriksakan diri di klinik tempat dia mengaku berobat. Kedua surat keterangan yang ia berikan terbukti palsu. Soal dia pernah hamil atau tidak, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan memeriksakannya langsung ke dokter kandungan.”Dian mengernyitkan dahi. “Tapi bagaimana caranya, Nak? Selama ini dia tidak pernah mau dibawa

  • DIMADU TANPA RESTU   35 – Ternyata...

    Sekar berdiri terpaku di ambang pintu ruang tamu. Pandangannya tajam, namun matanya menyiratkan kelelahan. Dua pria asing di hadapannya ikut membeku, tampak sama terkejutnya melihat kehadiran perempuan itu yang tiba-tiba muncul di tengah sore yang sunyi.Tidak ada yang bicara. Hening menggantung di udara, seolah waktu berhenti sejenak. Mereka saling memandang dalam kebingungan, seakan masing-masing mencoba menebak siapa yang paling berhak berada di tempat itu.Suara langkah tergesa memecah keheningan. Amara muncul dari lorong kamar, mengenakan daster longgar dengan rambut tergerai acak-acakan. Ketika matanya menangkap sosok Sekar, ia langsung menghentikan langkah, tapi wajahnya cepat pulih dalam ekspresi congkak yang biasa.“Kamu kembali?” ucap Amara, suaranya tinggi dengan nada mengejek. Ia menegakkan dagunya. “Kupikir kamu tidak akan berani datang lagi ke rumah ini.”Sekar tidak terintimidasi sedikit pun. Ia berdiri tegak, dingin, dan mantap.“Ini rumahku, Amara. Aku lebih punya hak

  • DIMADU TANPA RESTU   34 – Tamu Misterius

    Depok, kediaman orang tua Sekar.Suara mesin mobil membuat Sekar menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah jendela, dan matanya melebar ketika melihat mobil orang tua Wira berhenti tepat di depan rumah. Detik berikutnya, dadanya langsung bergemuruh. Apa yang mereka lakukan di sini?Meski hatinya sempat gugup, Sekar tetap menyambut kedatangan mereka dengan senyum hangat dan langkah yang ringan.“Assalamu’alaikum…” sapa Dian dan Suryo bersamaan, ramah namun berwibawa.“Wa’alaikumussalam… Ibu, Bapak, kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau ke sini?” Sekar menyambut keduanya dengan takzim, mencium tangan mereka penuh hormat. “Lagi pula… darimana Bapak dan Ibu tahu kalau Sekar ada di sini?”Wajah Dian tersenyum, tapi matanya menyimpan sesuatu yang tak diucapkan. “Nanti saja ceritanya, ya. Kita masuk dulu.”Sekar mempersilakan mereka duduk di ruang tamu. Ia pamit sebentar ke dapur, menyiapkan minuman sambil mencoba menenangkan diri. Pertemuannya dengan mertua di momen seperti ini sungguh d

  • DIMADU TANPA RESTU   33 – Meminta Sebagai Bukti

    Jakarta, kediaman Wira.“Benar kalau Sekar pergi?” tanya Dian dengan nada penuh emosi.Wira yang masih kaget dengan kedatangan orang tuanya yang tiba-tiba, berusaha bersikap tenang.“Dia pergi atas kemauannya sendiri, Bu. Lagi pula, Sekar sudah membuat kesalahan yang fatal.”“Kesalahan apa? Memangnya apa yang sudah diperbuat Sekar hingga ia harus pergi dari rumahnya sendiri?” Suara Dian bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.Mendengar suara itu, Amara keluar dari kamar. Ia langsung mengubah sikap, berjalan dengan anggun, lalu mengulurkan tangannya ke arah Dian dan Suryo.“Ibu dan Bapak kok nggak ngomong dulu kalau mau ke sini? Maaf, rumah agak berantakan. Soalnya aku lagi sakit, nggak bisa beresin,” ucap Amara dengan canggung, berusaha tersenyum meski wajahnya pucat.Dian yang awalnya tak memperhatikan keadaan rumah, akhirnya mengedarkan pandangannya.Benar saja, matanya membelalak menyaksikan kondisi ruang tamu, meja makan, dan dapur yang kacau. Selama Sekar tinggal di sini, rumah ini

  • DIMADU TANPA RESTU   32 – Kemarahan Rozak

    Suasana nyaman, syahdu, dan udara sejuk kini menyambut kedatangan Sekar. Mobilnya berhenti di halaman sebuah rumah yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Terakhir kali ia menginjakkan kaki di sana adalah saat Lebaran tahun lalu, sekitar tujuh bulan silam. Itu pun hanya sebentar, tanpa sempat menginap.Sekar menghela napas panjang sebelum turun dari mobil dan melangkah mendekati pintu.“Lho, Sekar? Kapan datang?” Suara yang tak asing menggema dari belakang.Sekar membalikkan tubuh. Sosok paruh baya menyambutnya—seorang wanita dengan daster batik dan jilbab instan, tangan kanannya menenteng kantong belanjaan berisi sayur-mayur. Sepertinya ia baru saja pulang dari pasar.“Bude, apa kabar?” sapa Sekar ramah, lalu memeluk wanita itu. Dia adalah istri dari kakak kandung almarhum ayahnya.“Alhamdulillah, Bude baik. Kamu sendiri bagaimana, Nak?” tanya wanita bernama Nunung itu, menyentuh pipi Sekar dengan lembut. Ada kekhawatiran di matanya, seakan merasakan sesuatu yang tak beres.“Wira mana?”

  • DIMADU TANPA RESTU   31 – Kepergian Yang Menyakitkan

    “Jadi bagaimana rencana kamu?” tanya Vania setelah yakin Sekar sudah lebih baik dari sebelumnya.“Aku nggak tahu, Van. Aku ingin ke rumah Bude dulu. Aku pikir, suasana kampung mampu membuatku damai,” jawab Sekar, yakin.“Lalu bagaimana tanggung jawab kamu sebagai guru?” Vania benar-benar terlihat khawatir.Sekar menatap wajah Vania, tatapannya sayu penuh kelelahan. “Kebetulan anak-anak baru selesai ujian. Aku akan minta cuti untuk beberapa saat. Kalau sekolah tidak memberi izin, aku akan mengundurkan diri. Perkara nilai, bisa aku kerjakan dari Depok.”Vania menghela napas berat. Ia bisa merasakan betapa beratnya ujian hidup Sekar saat ini. Selain pengkhianatan yang datang tiba-tiba, ia juga kehilangan kepercayaan dan cinta dari suaminya.“Kalau menurutmu itu memang yang terbaik, aku mendukung, Sekar. Hanya saja aku sarankan, jangan buru-buru mengambil keputusan. Maksudku, jangan buru-buru menuntut cerai,” ucap Vania, penuh pertimbangan.Sekar mengangguk pelan. “Aku sudah pikirkan masa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status