Share

Bab 5.

Author: Ellailaist
last update Last Updated: 2025-11-20 09:13:00

Setelah pintu kamar ditutup, Jessie membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia memaksakan diri untuk memejamkan mata. Ia tahu malam ini tidurnya tidak akan nyenyak, kepalanya akan penuh dengan belasan skenario. Tetapi Jessie tahu dirinya butuh istirahat setelah hari yang panjang.

Ketika pagi datang, Jessie membuka mata dengan berat. Ia membawa langkahnya keluar kamar. Anak tangga disusurinya dengan hati-hati, sembari masih mengamati seisi mansion. Tempat ini benar-benar luas.

Jessie kemudian terdiam di ujung tangga, menangkap sosok pria di dapur yang sedang mengenakan celemek hitam, kontras dengan kemeja putihnya yang digulung hingga siku. Itu Jacob.

Jessie merasa canggung. Maka, ia putuskan untuk menyapa saja. 

“Jacob?”

Pria itu menoleh, wajahnya datar. 

“Sudah bangun?”

Jessie hanya mengangguk pelan. 

Ia melihat Jacob mengangkat dua piring yang sudah selesai dari dapur ke atas meja makan yang panjang, tanpa menatapnya. Aroma mentega dan kopi memenuhi ruangan. Cahaya matahari menerobos dari jendela besar, memantul di meja marmer putih.

Jessie menuruni tangga perlahan, masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kau menyiapkan sarapan sendiri?” tanyanya, mencoba terdengar santai.

Jacob hanya mengangkat bahu, tetap sibuk mengatur sendok dan serbet. “Kadang,” jawabnya singkat.

Jessie duduk di kursi seberang. “Aku tidak tahu kalau kau bisa masak juga.”

Jacob meliriknya sekilas, matanya datar. “Tujuh belas tahun hidup di Singapura membuatku terbiasa melakukan segalanya sendiri.” 

Jessie menatap piring di depannya. Omelet lembut dengan potongan asparagus, salmon panggang dengan saus lemon, dan roti sourdough yang baru keluar dari oven. Sarapan khas hotel bintang lima.

Ia mencicipinya pelan. “Lumayan,” gumamnya, mencoba menahan senyum. “Aku tidak menyangka, ternyata rasanya boleh juga.”

Jacob tidak menjawab. Ia hanya duduk dengan punggung tegak, menyantap sarapannya perlahan dan rapi. Jessie menatapnya dalam diam, memperhatikan detail pria itu lagi: rahang tegas, jari-jari panjang yang menggenggam gelas kopi, dan ekspresi wajah yang seolah tidak akan pernah berubah.

Jessie mencuri pandang beberapa kali. Ia memperhatikan bagaimana Jacob menyesap kopinya, bagaimana cara ia bicara, dan bahkan bagaimana pandangan matanya yang terlihat kosong.

Dalam hati, Jessie masih berpikir. Apakah keputusan menikahi pria ini adalah keputusan yang tepat?

Hening menyelimuti mereka beberapa menit. Hanya terdengar denting sendok dan napas yang berirama. Jessie mulai merasa canggung, tapi sebelum ia sempat bicara, Jacob meletakkan sendoknya dan mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya.

Kartu kredit berwarna hitam pekat dengan ukiran nama ‘Jacob Sanjaya’.

Ia menggeser kartu itu ke arah Jessie tanpa ekspresi.

Jessie mengerutkan kening. “Apa ini?”

“Kau tidak pernah lihat kartu kredit?” tanya Jacob, nadanya setengah mengejek tapi tetap datar.

“Tahu,” Jessie memutar matanya kecil, “tapi untuk apa ini?”

“Untukmu,” jawabnya singkat.

Jessie menghela napas panjang, antara bingung dan jengkel. “Jacob, aku masih bisa mencukupi kebutuhanku sendiri. Kau tidak perlu repot-repot.” Ia menggeser kartu itu kembali ke arah Jacob, tapi pria itu tidak bergeming.

Jacob menatap Jessie, kali ini lebih lama. Tatapannya dingin.

“Pakai saja,” pintanya. “Beli apa pun yang kau butuhkan. Anggap ini… pemberian seorang suami pada istrinya.”

Kata suami terucap dengan nada ringan tanpa cela, tapi masih terasa asing di telinga Jessie.

Ia menatap kartu itu lagi, menimbang-nimbang. 

Apa lagi yang akan direncanakan pria ini? Tindakannya pasti selalu memiliki maksud lain.

Saat Jessie membuka mulut hendak menolak lagi, Jacob sudah lebih dulu menimpali. “Ah, satu hal lagi. Tolong belikan sepasang cincin pernikahan baru.”

Jessie terdiam sesaat sebelum menjawab lagi. “Untuk apa?”

Mata Jacob tertuju pada cincin yang ada di jari manis Jessie, yang ia sematkan di atas altar kemarin. “Cincin itu nampaknya tidak cocok dengan seleramu.”

Ditunjukkan seperti itu membuat dahi Jessie mengerut heran. Ia lantas ikut memerhatikan cincin miliknya. Memang, kala itu Daniel mempersiapkannya bahkan tanpa persetujuannya. Jadi, Jessie tidak bisa memilih cincin cantik yang sesuai dengan seleranya.

Hatinya cukup tersentuh dengan perkataan Jacob tadi. Cincin yang dikenakannya memang terasa asing, ditambah kenangan buruk yang dilakukan mantan tunangannya dulu. Jessie juga ingin memiliki cincin yang baru.

“Lagipula,” Jacob melanjutkan disela-sela lamunan Jessie. “Ukuran cincin mempelai pria tidak pas denganku. Aku tidak bisa memakainya.”

Jessie mengangguk sebelum pada akhirnya mengambil kartu itu. “Baiklah, aku terima kartu ini,” katanya pelan. “Dan akan kubelikan sepasang cincin baru.” ujar Jessie sambil melepaskan cincin lama dari jari manisnya.

Jacob hanya mengangguk tipis.

“Oh, ya, Jacob,” panggil Jessie. “Apa ada gaya tertentu yang kamu mau untuk cincinnya?”

“Tidak ada,” jawab Jacob hampir tak terjeda. “Pilih sesuai seleramu, yang kamu sukai.”

Jessie tertegun mendengarnya. Ia menyukai kalimat yang baru saja didengarnya. Tidak ada tuntutan di dalam sana, Jessie seolah memiliki pilihan untuk pertama kali. 

Tanpa disadari, sudut-sudut bibir Jessie terangkat. Ada hangat sesaat yang menyeruak dari perhatian kecil yang ia dapatkan. 

Di hadapannya, pria itu hanya menatap Jessie.

Setelah beberapa saat, Jacob meletakkan gelas kopinya dan berkata tanpa menatapnya, “Hari ini kau mau ke kantor?”

Jessie mengangguk pelan. “Ya. Ada agenda pagi.”

Jacob berdiri, merapikan lengan kemejanya. “Ada sopir yang akan mengantarmu.”

Ia mendongak, menatap Jacob dengan sedikit terkejut. “Tidak perlu. Aku bisa menyetir sendiri. Sudah biasa.”

Jacob berhenti sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah. Tapi kamu bisa beritahu aku jika butuh sesuatu.”

Tidak ada raut kecewa atau keberatan dari wajahnya. Ekspresinya tetap datar setelah itu. Jessie hanya mengangguk membalasnya. 

Sebetulnya, Jessie cukup kebingungan dengan tingkah laku Jacob. Perlakuannya bisa saja ia sebut manis, namun kadang pria itu benar-benar tidak terbaca. 

Jacob pun beranjak dari meja makan menuju ruang kerja. Jessie pun menatap punggung Jacob yang menjauh, tubuh tinggi itu bergerak tenang.

Saat Jessie menatap kartu kredit di tangannya, ia tersenyum samar. “Aneh,” gumamnya, “bahkan ketika mencoba bersikap baik, dia tetap dingin.”

Jessie pun membereskan sarapannya dan bersiap untuk berangkat ke kantor. Cepat-cepat ia berkemas, memastikan barang bawaan tidak ada yang tertinggal. Blouse putih dengan sepasang celana senada dipilihnya untuk ke kantor hari ini. 

Jessie memandangi pantulan dirinya di dalam cermin sebelum berangkat pergi.

Ia ingat akan ada wawancara dengan seseorang yang penting hari ini. Ucapan atasannya minggu lalu tentang orang ini terngiang di telinga Jessie. “Orang ini belum pernah muncul ke publik, Jessie! Ini kali pertama! Artikel berita ini akan membawa keuntungan bagi media kita nantinya,” begitu kata bos Jessie. 

Sebetulnya, Jessie sedikit penasaran. Ia beberapa kali mewawancarai orang penting, namun sebelumnya orang-orang itu sudah ia ketahui, entah dari berita lain, atau acara di televisi. Namun orang yang akan diwawancarainya hari ini katanya belum pernah muncul ke publik, ini membuat Jessie bertanya-tanya. Jessie hanya tahu bahwa orang tersebut adalah seorang CEO dari perusahaan besar di kota.

Jessie pun mengendarai mobil dengan hati-hati dan ia memilih untuk parkir di depan gedung. Alamat tempat ini diberikan oleh atasannya minggu lalu. Begitu keluar dari mobil, Jessie menatap gedung tinggi mewah yang menjulang di hadapannya. Orang itu pasti benar-benar orang yang hebat, batinnya.

Sesampainya di sana, Jessie melihat sahabatnya melambaikan tangan dan berjalan menghampirinya. “Pagi, Cindy!” sapa Jessie ramah.

“Pagi, Jessie. Sudah siapkan pertanyaan untuk wawancara nanti?”

“Aku sudah mempersiapkannya dari minggu lalu, Cindy. Pak Bos juga sudah setuju. Aku sedikit penasaran dengan orang ini.”

“Aku juga! Omong-omong, bagaimana pernikahanmu kemarin? Pasti keluargamu mengacaukannya, ya? Mereka ‘kan selalu begitu!” Cindy bersungut-sungut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DINIKAHI CUCU TERBUANG: SUAMIKU TERNYATA PENGUASA DUNIA   Bab 6.

    “Aku baik-baik saja, Cindy.” Jessie menggeleng dengan senyum yang sedikit dipaksakan. “Pernikahanku juga berjalan lancar.” balas Jessie berbohong. Cindy memicingkan mata, seolah tidak percaya dengan perkataan sahabatnya itu. Ketika Jessie tersenyum, Cindy dengan cepat merubah raut mukanya lagi. “Baiklah, kalau kau berkata begitu, Jes.” Cindy tersenyum sambil menepuk punggung Jessie pelan.Keduanya kemudian berjalan menuju ke dalam gedung. Cindy memutuskan untuk membeli segelas kopi di kedai kecil dalam gedung. Jessie juga menginginkan segelas kopi, maka ia berjalan mengekori Cindy. Setelah membayar dan disuguhi dua gelas kopi yang harum, Cindy mengambilnya dari meja pick up di sebelah kasir.Cindy memberikan salah satu gelas yang dipegangnya kepada Jessie. Ketika itu, ada raut bingung dari wajah Cindy setelah nampaknya ia tak sengaja melihat jari-jari Jessie yang kosong. Sahabatnya itu meliriknya sejenak. “Apa benar, Jes, pernikahanmu berjalan lancar?” nadanya terdengar sedikit khaw

  • DINIKAHI CUCU TERBUANG: SUAMIKU TERNYATA PENGUASA DUNIA   Bab 5.

    Setelah pintu kamar ditutup, Jessie membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia memaksakan diri untuk memejamkan mata. Ia tahu malam ini tidurnya tidak akan nyenyak, kepalanya akan penuh dengan belasan skenario. Tetapi Jessie tahu dirinya butuh istirahat setelah hari yang panjang.Ketika pagi datang, Jessie membuka mata dengan berat. Ia membawa langkahnya keluar kamar. Anak tangga disusurinya dengan hati-hati, sembari masih mengamati seisi mansion. Tempat ini benar-benar luas.Jessie kemudian terdiam di ujung tangga, menangkap sosok pria di dapur yang sedang mengenakan celemek hitam, kontras dengan kemeja putihnya yang digulung hingga siku. Itu Jacob.Jessie merasa canggung. Maka, ia putuskan untuk menyapa saja. “Jacob?”Pria itu menoleh, wajahnya datar. “Sudah bangun?”Jessie hanya mengangguk pelan. Ia melihat Jacob mengangkat dua piring yang sudah selesai dari dapur ke atas meja makan yang panjang, tanpa menatapnya. Aroma mentega dan kopi memenuhi ruangan. Cahaya matahari menerobos

  • DINIKAHI CUCU TERBUANG: SUAMIKU TERNYATA PENGUASA DUNIA   Bab 4.

    Pria itu kemudian kembali melangkah mendahului Jessie. Tangannya mendorong pintu yang sudah setengah terbuka. Jacob lebih dahulu masuk dan Jessie mengkorinya langkahnya.Sepertinya benar ini ruang kerja Jacob. Ada meja kayu yang mewah dan kursi kulit yang berwarna senada. Jendela yang menjulang juga memberikan kesan luas di ruangan ini. Di langit-langitnya terdapat lampu yang menggantung mewah. Jessie terpaku lagi.Tanpa suara, Jacob berjalan menuju kursi di balik meja kerjanya, kemudian duduk di sana. “Aku ingin kamu menandatangani kontrak ini,” Jacob menyodorkan sebuah kertas putih ke arah Jessie, yang sedari tadi tergeletak di atas meja. Di tengah kertas ada huruf dicetak tebal berbunyi ‘kontrak pernikahan’. Jessie memandangi lembaran itu lantas mengerutkan dahi. Kontrak pernikahan…? Belum sempat Jessie menjawab, Jacob berujar lagi.“Aku akan menafkahimu, juga bertanggung jawab dan membiayaimu apabila kamu mengandung. Aku akan menjadi suami yang bertanggung jawab, asalkan…,” Jac

  • DINIKAHI CUCU TERBUANG: SUAMIKU TERNYATA PENGUASA DUNIA   Bab 3.

    Belum sempat Jessie menyelesaikan ucapannya, bibir Jacob sudah menempel pada miliknya.Pria itu membelah bibir merah muda Jessie dengan lembut, kemudian melumatnya. Jessie menarik napasnya, kaget dengan ciuman Jacob. Namun, kagetnya tidak menghentikan pria itu dalam menjamu bibir Jessie. Lama-kelamaan, Jessie seperti hanyut dalam ciumannya, ia membalas ciuman itu perlahan. Seperti mendapat lampu hijau, Jacob melumat bibir Jessie lebih dalam. Deru napas mereka terasa panas di wajah.Baru setelah Jessie kehabisan napas, pria itu menarik diri. Lalu tersenyum miring melihat wajah Jessie yang memerah.Pria ini!Sempat terpikir oleh Jessie bahwa Jacob pasti hanya akan mengecupnya singkat, sekadar bermain peran. Ternyata Jessie salah besar. Tangan Jacob masih berada di atas pinggang Jessie, ketika suara sang pendeta yang mengumumkan deklarasi memecah hening kembali. “Atas kuasaNya, saya nyatakan Jacob Sanjaya dan Jessie Wijaya sebagai sepasang suami istri.”Samar-samar Jessie dengar tepuk

  • DINIKAHI CUCU TERBUANG: SUAMIKU TERNYATA PENGUASA DUNIA   Bab 2.

    “Astaga, Jessie Wijaya! Apa yang sudah kau lakukan!?”Suara itu terdengar seperti denting kaca pecah di telinga Jessie. Tajam dan menusuk. Kinanti Arinda, ibu tirinya, berdiri di depan pintu suite hotel dengan ekspresi campuran antara kaget dan sinis.Pagi itu, suasana di penthouse mewah hotel Grand Harlington jauh dari kata damai. Harusnya, ini adalah hari bahagia. Hari pernikahan Jessie dan Daniel Sanjaya. Tapi pagi itu, seluruh keluarga besar Sanjaya dan Wijaya justru berkumpul dalam suasana tegang.Semua mata langsung menoleh ke arah Jessie yang berdiri di tengah ruangan dengan gaun tidur kusut, rambut awut-awutan, dan wajah pucat.Daniel Sanjaya, tunangannya, bangkit dari sofa kulit mahal dan menghampirinya dengan langkah tergesa.“Jessie… kenapa penampilanmu berantakan?” suara Daniel terdengar palsu di telinga Jessie. Jessie tidak menjawab. Tubuhnya kaku, pikirannya masih berputar dengan cepat, mencoba menyusun ulang kejadian malam sebelumnya. Seorang laki-laki asing yang tak s

  • DINIKAHI CUCU TERBUANG: SUAMIKU TERNYATA PENGUASA DUNIA   Bab 1.

    "Aku rasa ini bukan ide yang bagus, Daniel," mata Jessie menelisik sekeliling kamar hotel mewah itu. Lilin-lilin aromaterapi bertebaran di setiap sudut, menciptakan suasana intim justru membuat perasaannya gelisah.Jessi Wijaya dan Daniel Sanjaya, kini tengah berada di sebuah kamar hotel sebelum acara pernikahan mereka. Kedua keluarga memiliki janji pernikahan, menjodohkan putri dari keluarga Wijaya dengan putra dari keluarga Sanjaya.Jessie sendiri tidak pernah menyukai ini. Ia tahu betul bahwa ayahnya hanya menginginkan harta dari pernikahan yang akan terjadi. Ditambah perlakuan sang ibu tiri yang memuakkan, maka Jessie melihat pernikahan sebagai sebuah upaya untuk melepaskan diri dari keluarganya. Sementara itu Daniel tertawa renyah, meraih tangannya dan menggenggamnya erat. "Aku hanya ingin membicarakan beberapa detail terakhir tentang pernikahan kita besok. Tanpa gangguan dari keluarga atau teman-temanmu yang cerewet itu." Suara Daniel terdengar tenang, tapi di balik senyumnya s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status