Adeeva kini masih berpikir keras dan berhasil menemukan ide cemerlang untuk memuaskan sang suami. Adeeva pun menuntun lengan Leonel.
“Kau ikut denganku,” ajak Adeeva.
Leonel sendiri mengerut bingung dan tetap mengikuti istrinya yang mengajak mendekat pintu. Istrinya mau ngapain, sih.
“Nah, sekarang jepitkan saja milikmu di pintu.”
“APA! Kau gila Adeeva. Yang ada punyaku bengkak dan patah nanti.”
“Ya terus aku harus bagaimana?”
“Puaskan dengan mulutmu sama tanganmu itu.”
“Aduh tanganku capek Leonel,” keluh Adeeva langsung berakting lemas. “Aku punya ide lain,” ujarnya.
“Ide apa? Jangan aneh-aneh.”
Adeeva menuntun keluar kamar dan menuju kamar dekat dapur. Adeeva membuka pintu kamar itu hingga membuat hamtaro berlari ke arahnya.
“Kau minta bantuan sama kucing kesayanganmu itu untuk oral,” ceplos Adeeva langsun
Adeeva kali ini masih merasa bingung dan ragu atas keputusannya. Semenjak malam sabtu kemarin Baim mengutarakan perasaannya itu membuat sabtu pagi ini terasa malas beraktifitas. Adeeva yang biasa rajin sudah berada di dapur kali ini masih berada di atas kasur gulang guling seperti anak remaja yang baru puber.Tak lama pintu kamarnya dibuka dan menampilkan sesosok Kiki dengan gaya khasnya yang selalu mendesah panjang ketika melihat anak perempuannya masih betah di atas kasur.“Kamu enggak ke kafe?” tanya Kiki.“Hari ini Adeeva enggak mau masuk.”“Kenapa?”“Males aja, Bun.”“Galau gara-gara lamaran Baim semalam?”Adeeva diam, ia tidak merespon namun kepalanya langsung kepikiran dengan ungkapan hati Baim semalam. Akan tetapi Alex pun sama sudah mengungkapkan dengan romantis dan sesuai khayalannya. Ditambah Leonel yang tampak amat begitu menyesal telah menyakitinya.&ldquo
Jumat pagi ini Baim mendatangi makam istrinya. Tak lupa ia membelikan bunga kesukaan Adiba. Ia menaruh di depan batu nisan Adiba dan menyiramkan air mawar ke atas tanah gundukan itu. Baim berdoa di sana agar kubur istrinya diberikan kelapangan. Ia juga mengusap batu nisan itu lembut sambil memanggil nama Adiba di dalam hati.“Sekarang anak kita sudah besar sayang,” ujar Baim. Seakan-akan mengatakan kepada Adiba yang masih hidup. Mengajaknya mengobrol seperti biasa meski tidak ada respon apapun. “Dia menjadi anak yang sangat begitu menggemaskan. Bahkan sangat cantik seperti kamu sayang.”Baim tersenyum, dan menunduk menatap tanah gundukan yang sudah ia tabur bunga. “Namanya Ayesha seperti yang kamu inginkan. Bahkan ia seperti kamu. Sangat pemilih untuk dekat dengan orang lain. Harus benar-benar kenal dulu baru mau. Tapi, ada yang membuatku heran. Dia bisa dekat dan langsung akrab dengan perempuan bernama Adeeva. Dia dulu perempuan yang sang
Setelah menikmati makan bakso bersama, mereka langsung berkeliling bangunan di kota tua. Bahkan Alex kini lebih memeluk pinggang Adeeva sangat posesif.Merasa lelah berkeliling dari bangunan satu ke yang lainnya membuat mereka duduk di sebuah bangku yang berada di sana.Alex tiba-tiba langsung menyelipkan rambut Adeeva ke belakang telinga. Tatapannya langsung berubah serius namun masih menunjukkan kelembutan.“Adeeva ….”“Hmm.”“Kamu tahu kan kalau aku ke sini untuk melamarmu?”Adeeva mengangguk. “Iya, aku tahu kok.”Alex langsung merogoh ke saku jaket kulit yang dipakainya. Alex mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dan segera berlutut di depan Adeeva yang tengah duduk.Merasa terkejut dengan tindakan Alex membuat Adeeva langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Mata Adeeva bahkan sangat berkaca-kaca melihat sikap Alex yang sungguh sangat romantis.
Setelah kepergiaan Adeeva dari kantornya, Baim langsung termenung mendengar penuturan dari perempuan itu. Perempuan yang baru dikenalnya beberapa waktu silam. Meski dalam hati ada ketertarikan kepada perempuan itu, namun masih ada ketakutan yang hinggap di benaknya. Baim takut menyakiti hati perempuan itu jika suatu saat mengingat almarhum istrinya. Apakah nanti perempuan itu akan menerimanya jika suatu saat nanti Baim masih terus mengingat Adiba? Meski sesosok Adiba sudah tiada, akan tetapi tetap saja takut melukai perasaan Adeeva.Tak ingin pusing pun membuat Baim langsung mengempaskan perasaan itu. menghilangkan benak Adeeva di pikirannya dan terus fokus bekerja untuk masa depan Ayesha nanti. Baginya, Ayesha lebih penting dan utama dibanding perasaan hatinya.Lain hal dengan posisi Adeeva yang masih termenung di depan kantor Baim. Ia sudah bisa menyimpulkan perasaan Baim kepadanya. Pria itu hanya menganggap teman saja tidak lebih dari situ. Adeeva pun akhirnya manta
Adeeva tidak menjawab apapun atas permintaan kesempatan kedua yang diucapakan oleh Leonel. Adeeva hanya tersenyum dan menyuruh pria itu untuk pergi kembali hotel agar bisa istirahat. Bukan ia labil atau bagaimana. Akan tetapi ia tidak tega melihat mata lelah di wajah Leonel. Ia mencoba bersikap biasa selayaknya teman. Adeeva hanya ingin bersahabat dengan berdamai dengan masa lalunya tidak lebih. Meski masih memiliki perasaan kepada pria itu, akan tetapi itu hanya sekadar sisa-sisa yang dulu saja.“Apa tujuan dia ke sini?” tanya Kiki.“Meminta kesempatan kedua, Bun.”“Jangan kamu kasih, Adeeva!” sambar Ryan, yang sedang fokus menikmati nasi goreng buatan Kiki.Adeeva yang masih sibuk berkutat di dapur pun menoleh ke arah meja menatap Ryan yang sedang menatapnya. Adeeva hanya menghela napas panjang.“Tapi dia bilang menyesal gitu, Yah,” ujar Adeeva kemudian.“Menyesal terus nanti begitu lag
Pagi ini tumben-tumbenan Adeeva terjun ke dapur untuk membantu memasak menu sarapan. Kiki sendiri merasa bingung dan merasa aneh dengan perubahan sikap anaknya yang menjadi lebih giat bekerja dan terjun dapur. Entah apa yang mempengaruhinya yang pasti Kiki sangat bersukur.“Semalam pulang jam berapa?” tanya Kiki, penasaran.“Jam setengah satu.”Sontak Kiki terkejut mendengar itu. Adeeva hanya meringis saja melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh sang bunda.“Pulang jam setengah satu? Dan kini kamu sudah bangun?” Kiki merasa takjub luar biasa. Kebiasaan anaknya ia paham betul jika tidur lewat tengah malam pasti akan bangun siang jam sembilan. Itupun harus dipaksa bangun. Kalau tidak dipaksa akan bablas sampai sore mungkin.Adeeva hanya mesam-mesem saja mendengar bundanya takjub. Ia terus mengiris-iris cabai hijau dan tempe. Kiki pun mengerutkan kening bingung.“Kamu mau masak apa?”“
Mereka memutuskan pulang dari mall centar park setelah pukul sembilan malam. Bahkan, Baim mengajak Adeeva makan kembali sebelum benar-benar pulang. Kali ini mereka lebih memilih mampir makan di sebuah makanan pinggir jalan. Mereka lebih memilih angkringan sebagai tempat mereka makan karena porsi yang tidak terlalu banyak membuat mereka memilih itu.Adeeva bahkan selalu dengan senang hati menuruti apa yang dikatakan oleh pria itu. Ayesha bahkan sudah terlelap tidur di pangkuannya sejak tadi. Baim yang memang memiliki tipikal tidak enakan langsung mengambil alih dan mempersilakan Adeeva untuk lebih leluasa makan.“Biar aku aja gapapa,” kata Adeeva.“Kamu makanlah. Aku sudah terbiasa begini jadi tenang saja.”Adeeva tersenyum manis, ia pun mulai mengambil sate telur puyuh, sate usus, dan berbagai macam lauk lainnya. Bahkan mereka berdua dengan kompak memesan minuman wedang jahe.Melihat Baim yang repot menggendong batita, Adeev
Adeeva dan Baim akhirnya sampai. Mereka berdua langsung turun dan segera bergegas masuk. Di sana ada Bi Surti yang sedang menggendong Ayesha. Baim sendiri memilih pamit ke kamar untuk mandi dan lainnya.Lain hal dengan Adeeva yang mencuci kaki dan tangan terlebih dahulu sebelum memegang Ayesha. Bagaimanapun ia takut membawa virus yang membuat anak itu terkena sakit nantinya.“Ayesha lihat tuh, Mama datang,” celetuk Bi Surti.Adeeva hanya tersenyum saja saat mendengarkan Surti berkata seperti itu. Ia tidak marah sekali karena memang dalam hatinya pun berharap seperti itu.Dari awal bertemu dengan Ayesha pun perasaannya tidak bisa bohong kalau ia sangat senang juga bahagia dengan bayi mungil itu.“Ayesha sayang, kamu sudah makan belum?” tanya Adeeva saat sudah menggendong Ayesha. Bahkan bayi itu langsung merespon dengan senyum dan ocehannya yang selalu lucu dan menggemaskan di mata Adeeva.Surti pun menatap senang
Setelah makan siang bersama dengan Alex. Adeeva memilih untuk kembali ke rumah untuk berganti pakaian sebelum nanti Baim menjemputnya. Apalagi pakaian yang dikenakan terasa bau asap sate.Saat sedang berganti pakaian, dan kembali mempertebal make-up yang dipakai. Adeeva terkejut dengan kedatangan Kiki yang menghampirinya.“Bun,” sapa Adeeva, meski fokusnya saat ini sedang di depan cermin. Tangannya sibuk memegang lipstik untuk memoles bibirnya agar tidak pucat. Apalagi ia tadi habis makan yang otomatis sedikit berantakan dan mulai terhapus.“Tadi pergi kemana?” tanya Kiki.“Ke warung sate dekat-dekat sini.”“Terus sekarang mau ke mana lagi?”“Mau ke taman bermain sama Baim. Katanya buat ngehibur Ayesha.”“Tujuan dia ke sini untuk apa?”“Siapa, Bun? Baim?”“Pria bule itu.”“Alex?”“Hm.”