Share

Kehangatan Keluarga

Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.

Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah.

"Assalamualaikum," ucap pria itu.

"Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata.

"Ekheemmm!" Majikan pria berdehem

"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya 

"Salam," kata pria yang bernama Abdulgahir itu sambil mengangguk padaku.

Aku pun hanya mengangguk juga

"Khalas, yalah ruhi indal ghanam! Ayolah pergi ke kandang kambing!" perintah majikanku padanya.

"Thayib," jawabnya sambil berlalu

"Esih, follow me! (Esih, ikut aku!)" kata Nyonyaku.

"Okay, Mom," jawabku patuh.

Sementara anak-anak mereka merecau satu sama lain dan aku tak paham. Namum, aku tau mereka sedang membicarakanku, dilihat dari gerak-gerik mereka yang sesekali melihatku.

"They can't speak English, i hope you will learn to talk Arabic. (Mereka tidak bisa bahasa Inggris, kuharap kamu belajar bicara bahasa Arab)," kata Nyonyaku. Rupanya dia menyadari tanda tanya di benakku perihal anak-anaknya.

"Thayib Madam. (Baik Nyonya)," jawabku langsung mempraktekkan perintahnya. 

Anak-anak itu sudah berlarian ke gurun. Ada yang naik keledai, ada yang saling berkejaran, ada juga yang menembak burung dengan ketapel, mereka begitu ceria. Yang paling lucu tingkahnya dua bocah perempuan kecil yang usianya dua setengah tahun dan satu setengah tahun. Mereka menirukan apa saja yang kakak mereka lakukan. Sementara, aku membantu nyonya menyiapkan makanan. Majikan pria, si baba pergi ke unta-untanya.

"Esih, we will stay here untill night. We will make Barbeque for dinner. (Esih, kita akan tetap di sini sampai malam. Kita akan membuat Barbeque untuk makan malam)."

"Ok, Mom. Let me do it all, you take a rest. (Baik Nyonya, biar saya saja yang lakukan semuanya, Anda istirahat saja)."

"Ok, thank you Esih," jawab Nyonyaku lirih.

Aku pun menyiapkan semuanya dengan telaten. Pekerjaan seperti ini sudah sering ku lakukan. Dulu, aku suka camping sama teman- teman waktu masih gadis, jadi biasa bikin barbeque. Nyonya memperhatikan ku sambil sesekali memberi instruksi. Hmm, aku merasa cepet akrab dengannya, dia ramah dan murah senyum. Baba pun kembali dari kandang unta, membawa sebuah kantung terbuat dari kulit lembu atau sejenisnya, yang berisi susu unta. 

"Ya Salha, srobi hada laban, a jibta lik! (Ya Salha, minum susu unta ini. Aku bawakan untukmu)!" kata Baba seraya menggoyang kantung itu.

Nyonya pun menuangnya ke dalam mangkuk stenlis lalu meminumnya hingga tandas.

"Esih, drink it camel milk. (Esih, minum susu unta ini)," ujar Nyonya. Ia menawarkan padaku.

Dengan ragu, aku menuangnya di mangkuk stenlis sedikit dan meminumnya perlahan. 

"Beeehhhh ... rasanya asam!" Refleks lidahku melet-melet yang sukses membuat kedua majikanku tertawa.

"You don't like?" (Kamu ga suka)?" tanya nyonya.

"You don't like? (Kamu gak suka?)" tanya Nyonya.

"Ehmmm." Aku hanya nyengir kuda.

"Ok, no problem. Later, you will like it and want to drink every day. (Ok, tidak apa-apa. Nanti, kamu akan suka dan ingin meminumnya setiap hari)."

Aku hanya mengangguk

Magrib tiba, kami berkumpul di depan pondok. Lalu datang kedua tukang sawah. Baba memerintahkan putra sulungnya untuk mengumandangkan azan. Lalu kami sholat jamaah di samping pondok dengan sajadah hamparan pasir. 

"Yaa Allah, ini pertama kalinya aku sholat di hamparan pasir. Rasanya begitu berbeda, seperti ada yang menelusup halus kedalam hatiku. Aku merasa damai, tak seperti sholat ku sebelumnya di Indonesia yang bolong-bolong. Astaghfirullahalazdim, Bimbing hamba Yaa Allah, agar bisa sholat lima waktu dengan baik. Ampuni dosa-dosa hamba selama ini, teguhkan iman dalam dada hamba dan jangan Kau goyahkan lagi. Hamba mohon jaga dan lindungi anak hamba disana," kataku dalam hati. 

*ربنا اتنا فى الدنيا حسنه وفي الاخره حسنه و قنا ءذاب النار اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين امين اللهم امين*

Kami pun memulai barbeque nya. Kemudian kami makan sambil bercanda dan tertawa, karena tingkah bocah-bocah itu menggelikan.

"Keluarga yang hangat," gumamku dalam hati.

Kami pun bersiap pergi dari sawah ini. Baba memerintahkan kedua tukang sawahnya untuk menaikkan barang-barang ke bagasi mobil. 

Setelah selesai kami pun pergi meninggalkan pondok. Kembali, mobil ini meluncur di tengah gurun pasir. Namun, kali ini aku tidak bisa menikmati pemandangan karena gelap malam. Tibalah kami di jalan raya, lalu mobil melaju agak cepat. Anak-anak sudah pada tidur, dua bocah perempuan itu duduk di depan bersama orang tuanya sedang yang tiga duduk bersamaku di belakang. Nyonya dan baba asyik ngobrol entah apa, aku hanya menyimak namun tak faham. Mobil berhenti di sebuah mini market pinggir jalan, Baba turun sendiri dan masuk kedalam mini market. Tak lama, baba kembali membawa bungkusan lalu melajukan mobilnya lagi. 

Sampailah kami di keramaian, ada gedung-gedung dan bangunan-bangunan megah, ada pula pertokoan. Ramai sekali orang berlalu-lalang. Yang pria memakai jubah putih panjang dan sorban melambai, seperti kerudung sebagaimana Baba berpenampilan. Yang perempuan memakai pakaian besar serba hitam dan bercadar, seperti nyonyaku. Mobil tetap melaju perlahan, hingga memasuki pagar sebuah rumah yang seperti benteng. Halamannya sangat luas, dan berdiri megah sebuah rumah di tengah halaman, mobil pun berhenti. 

 "MasyaAllah besar sekali! ini rumah apa stadion?" gumam batinku takjub.

Kami turun dan masuk rumah. Kuteringat nasihat ustazah di PT sebelum terbang. Bahwasanya ketika sampai di rumah majikan, harus berdoa memohon kepada Allah agar rumah ini membawa berkah dan kenyamanan untukku dan keluarga majikan.

Kurapalkan doa sebagai mana anjuran ustazah. Saat aku baru menginjak kaki di negeri ini pun, aku bersholawat kepada Baginda Rasulullah Saw, demikian anjuran ustazah. Alhamdulillah aku mengingatnya.

"Esih, clean your self and go sleep!" (Esih, bersihkan dirimu lalu pergilah tidur)!" 

"Thayib, Madam!" (Baik, Nyonya)!" jawabku sambil mengangguk.

"Mama, you can call me Mama! My kids, they call me Yumma."(Mama, kamu boleh panggil Mama. Anak-anak, mereka memanggilku Yumma)."

"Thayib, Mama, (Baik, Mama)," kupatuhi mandat beliau.

"Na'am, Mama!" kata nyonyaku dan aku menirukannya. 

"Na'am, Mama!" lidahku terasa kaku untuk menyebut kata yang begitu sederhana.

Artinya sama saja antara 'Thayib dan Na'am, hanya penggunaannya nya harus sesuai kalimat. 

********** 

Aku tidur sekamar dengan anak-anak yang besar. Sementara yang balita tidur dengan kedua orangtuanya. Hari ini begitu lelah, setelah melewati banyak hal dari pagi saat tiba di bandara, di rumah nenek, lalu ke sawah. Energiku banyak terkuras. Aku harus istirahat agar bisa bangun untuk sholat subuh dan memulai pekerjaanku. Kurapalkan doa tidur dan memohon kepada Allah.

Yaa Allah, hamba mohon bangunkan hamba saat azan subuh. Hamba ingin menunaikan kewajiban hamba padaMu. Bimbing hamba memperbaiki diri dan meraih ridhoMU. Dan tolong jaga anak hamba Saheer, dekatkan dia dengan orang-orang yang menyayanginya. Serta jauhkan dia dari segala mara bahaya, aamiin.

Bersambung....

Part selanjutnya berjudul #Konflik. Bagas, suami Esih, selalu menggangu Esih yang sudah nyaman berkerja. Namun, itulah jalan bagi kehidupan baru Esih yang akan mengenal sosok rupawan bernama Hamid! Tunggu ya readers, salam hangat 😘

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status