Share

Godaan Adik Nyonya

 Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula.

             

Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. 

"Ahla biikkumm, sobahal khair ya habubi.(Hai kalian, selamat pagi / pagi yang indah wahai kesayangan-kesayanganku)."

"Sobah nuyy 'sobahan nur'. (Pagi yang bercahaya)." jawab keduanya kompak. 

Padahal lagi gelap  berkabut pagi ini, tapi tetep harus bilang bercahaya karena itu harapan.

Kubersihkan duo bocil itu, kudandani dan kubuat cantik. Ya, walaupun ga mandi.

"Ta'aali futur.(Yuk sarapan)." ucapaku pada keduanya sambil kugandeng tangan mereka, dan mereka manut saja.

"Ya esih, khalas ti gradaah? (Esih, kamu sudah selesai mempersiapkan barang-barang)?" tanya nyonyaku.

"Na'am, ya mama, kulu jahis." (Iya, Nya, semua sudah siap)" jawabku mantap.

"Kuwayis, ta'aali futur." (Bagus, sini sarapan)." ajak Nyonya padaku.

 Kami pun sarapan bersama di tempat yang sama dengan penuh suka cita dan hangat, karena ada mesin penghangat badan di ruangan ini. Usai sarapan segera kubereskan semua.

"Yaa Esih, nadi Yanti asan sa'adki"(Esih, panggil Yanti untuk membantumu)!" ucap Baba.

"Thayib, Baba. (Baik, Baba)." sambil kuberjalan ke rumah di sebalik tembok di mana Yanti tinggal bersama kedua orang tua Baba.

Yanti datang setelah aku 8 bulan disini, dia orang Sumbawa-NTB, masih gadis dan cantik serta baik padaku. 

"Yan, bantuin angkut barang yuk." 

"Iya aku bilang nenek dulu ya."

"Biar aku yang bilang, kamu cuci tangan gih. " 

"Ok deh ." gegas Yanti cuci tangan.

 "Yumma khabir, tugul Baba, kali Yanti tijik. (Mama besar, kata Baba biar Yanti datang)." ucapku kepada ibunya baba.

"Teruhin ala Nabq ya Esih? (Kalian akan pergi ke Nabq ya Esih)?" 

"Na'am ya Yumma.(Benar, Mama)." jawabku.

"Yalah Yanti sa'ad huum! (Ayolah Yanti bantu mereka)!" titah nenek kepada Yanti.

"Thayib Yumma." jawab Yanti.

"Salam buat Yani ya Sih."

"Insyaallah, aku sampaikan salammu." 

Barang-barang sudah siap di mobil bak, aku dan Yanti mengikatnya kuat-kuat biar tidak tercecer di jalan. Saat Musim dingin kami memang pergi dengan mobil bak, karena barang yang kami bawa sangat banyak. Diantaranya selimut-selimut besar dan tebal nyaris seperti kasur. Kami masuk mobil kecuali Yanti, aku dan 5 anak  di jok belakang dengan duo bocil satu di pangkuanku, satu lagi dipangku Abir. Sedangkan nyonya memangku adik duo bocil, yakni Sultana dan calon bayi di perutnya. Kami bercanda ria sepanjang perjalanan.

******************

"Ya antuum isma'i hada! Maragat urgobat begeratna, akhair min maragat urgobat begeratkum." kata Baba memulai permainan.

Kami semua berusaha menirukan kata kata Baba yang diucapkan dengan sangat cepat agar lidah kami terpeleset. Baba mengetes kami satu-satu kecuali si Bebi adik duo bocil, ada yang mengucapkan nya dengan benar dan cepat, ada pula yang terpeleset lidahnya membuat kami tertawa.

"Yalah Esih, guli ha! (Ayolah Esih, kamu katakan)!" todong Baba padaku di ikuti sorak sorai yang lain memberi dukungan. 

"Maragat urgobat begeratna akhair min maragat urgobat begeratkum." ucapku dengan cepat.

"Yeeeeaaayyyy ..." sahut mereka serempak.

"Atiha hadiah yuba."(Berilah dia hadiah pak)." kata Fahad. 

"Iwallah, geir ana atiha. ( Iya sungguh, aku akan memberinya hadiah)." jawab baba.

 Mobil pun menepi di depan sebuah mini market. Baba, MTab dan Fahad turun. Tak lama mereka kembali dengan memabawa tentengan lalu masuk mobil.

"Ya Esih, hada hadiah lik.(Esih, ini hadiah untukmu)." kata Baba dengan menyerahkan sekardus mie instan buatan negaraku.

"Syukran ya Baba, Mama. (Terimakasih Baba, Mama)." ucapku sambil ku angggukan kepala ke arah Baba dan Mama.

"Afwan! (Kembali)!" jawab Tuan dan Nyonyaku.

"Hmmm tahu aja si Baba, kalau stock mie instanku sudah habis." ucapku dalam hati.

Mobil kembali melaju, canda-tawa pun berlanjut sampai Baba menghentikan mobilnya di tengah gurun pasir. Kami turun lalu mempersiapkan makanan ringan dan minuman bersoda yang tadi Baba beli. 

Menyenangkan sekali hidup bersama mereka, orang asing yang seperti keluarga. Kadang aku bersyukur karena Mas Bagas telah melemparku ke sini. 

"Esih, inti khalas ? ( Esih kamu udahan)?" ucap Nyonya membuyarkan lamunanku.

"Khalas, ya Mama. (Sudah mama)." jawabku menyudahi lamunan.

"Yalah urkub ba siyarah!" (Ayolah naik ke mobil)!"

Kami semua sudah kembali naik mobil menuju sawah, aku melanjutkan lamunanku yang tadi buyar oleh nyonya. Sepanjang sisa perjalanan, kuhabiska dengan melamun, hingga tak terasa kami sampai di sawah. Kami bergegas turun, lalu anak-anak langsung berhamburan ke padang pasir. Mereka seperti tak merasakan dinginnya cuaca.

"Hmmmm kalau pada demam aja aku yang repot!" gerutuku dalam hati.

"Mama, ana abga dawiri hatab.(Mama, aku mau nyari kayu)."  pamitku pada Nyonya.

Kayu yang kumaksud adalah tumbuhan pendek sejenis kaktus, kayunya hanya sebatas lengan anak-anak. Namun, kuat dan berduri sehingga aku harus menggunakan sarung tangan tebal untuk mencabutnya biar tidak tertusuk durinya. 

"Iwallah dawiriha, u katirha! (Iyalah, carilah, dan banyakin)!" 

"Thayib," jawabku sambil berlalu meninggalkan Mama-Baba dan bayi mungil mereka. 

Kudapatkan banyak kayu bakar, segera ku  buat api unggun untuk penghangat badan. Lalu kunyalakan kompor gas praktis untuk memasak makan siang. Alhamdulillah semua sudah beres, kami makan siang dengan qhidmat. Tiba-tiba...

Pyuurrrrrr ... yaahhhh ... duo bocil itu menumpahkan pasir di tengah makanan kami.

"Allah yahdik, ya Demah, ,Wujdan. (Yaa Allah, kalian ini, Demah, Wujdan)." omel Baba. 

"Khaif naqil ya hmmm? (Bagaimana kita makan ya hemmm)?" MTab sesungut kesal.

"Quli ali nadhif! (Makanlah yang masih bersih)." kata Nyonyaku bijak.

Aku hanya tersenyum dengan tingkah duo bocil itu, meski aku pun sudah kehilangan selera makan seperti yang lain. Bagaimana mau di makan, tuh nasi sudah rata  bertabur pasir.

Usai makan siang mereka main lagi, aku juga ikut main bersama mereka untuk mengawasi duo bocil yang sangat aktif. Sementara Mama dan Sulatana tidur di pondok. Sedang Baba bersama dua tukang sawah sedang mengerjakan sesuatu.

Alhamdulillah yaa Allah, setiap berada di sini hatiku begitu lega, damai dan nyaman. Disini aku bisa melihat kuasaMu yang selama ini tak kusadari.

Selesai sholat ashar kami bergegas pergi ke Nabq, perjalanan dari sawah menuju Nabq sekitar 40 menit. Jadi sebelum magrib kami sudah tiba di rumah Jaddah, ibu dari Nyonyaku. Aku memanggil Jaddah yang artinya nenek.

  ******Malam hari di rumah Jaddah***** 

"Salam alayk ya Esih." sapa Hamid mengagetkanku yang tengah bikin susu di dapur.

"Waalaikassalam," jawabku datar.

"Lil min halib?(Buat siapa tuh susu)?" tanya Hamid.

"Liyaa!" (Untuku)!" jawabku tanpa menoleh.

"Thayib, sawi liyaa ba' ad! (Baik, buat untukku juga)!" titahnya.

"Thayib," jawabku tetap datar.

 Ini satu hal yang tak kusukai di rumah nenek, ada anak nenek atau adik nyonya yang suka menggangguku saat orang- orang sudah tidur. Meskipun dia tampan, sangat tampan malah. Namun, aku tidak suka padanya, karena aku takut dapat masalah besar jika ada yang liat kami berduaan begini.

"Haa, kud halibik! (Ni, amabil susumu)!" judes ku padanya. Yaa, memang lelaki model begini harus di judesin biar mereka tidak menganggap kita perempuan gampangan. Sekali saja, kita senyum pada lelaki sini, maka akan dianggap kita mau di cium olehnya. Iiiihhh jijaayy!

"Syukran ya Esih, mumkin nekalam suwuaya? (Terimakasih Esih, mungkinkah kita ngobrol sebentar)?"

Tukan di kasih hati minta jantung! 

"Laaa! Ana abga noum!" (Tidak, aku mau tidur)!" tolakku.

"Bas suwuaya ya Esih.(Cuma sebentar yaa Esih)."  bujuknya.

"Laa, laa, laa! (Tidak, tidak, tidak)!" tolakku samabil balik badan. 

Srrreeeetttt ... aaiiikkkk ... aku hampir terjengkang karena Hamid menarik ujung kerudungku dari belakang. Untung dia menangkapku, eeiittt untung? Tidak, tidak tidak, ini buntung bukan untung. Kalau ada yang lihat bisa jadi petaka untukku. 

"Min ali bal matbakh? (Siapa yang di dapur)?" Suara adik perempuan Nyonyaku, tak lain kakak si Hamid.

"Tuh 'kan ada yang lihat, haduh, mampus aku!"  recauku dalam hati.

"Kali ni ya Hamid. (Biarkan aku ya Hamid)." ucapku sambil berontak dari dekapannya.

Alhamdulillah aku berhasil lepas darinya, buru-buru aku lari ke tempat tidur sebelum ketangkap basah. Segera aku menyelusup kedalam selimut tebalku, masa bodo dengan Hamid yang masih ngap-ngop di dapur. Biar dia saja yang jadi kepiting rebus di sana kalau kakak nya mengintrogasi. Kurapalkan doa tidur, semoga mimpi indah bertemu anakku Saheer.

Bersambung.....

Yaaakaaannn, nyebelin kan si Hamid?! Tapi ganteng banget loh dia, jauh lebih ganteng dari opa-opa korea. Sekarang Esih masih sebel, tapi nanti Esih akan klepek- klepek dengan pesona hidung pink Hamid. Part selanjutnya berjudul #Mas_Bagas_Minta_ijin 

Nah kira-kira Bagas minta ijin apa ya? Di tunggu ya readers,  ya , terimakasih salam hangat 😘

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status