Home / Romansa / DISENTUH TANPA CINTA / 1. Dibayangi Mantan

Share

DISENTUH TANPA CINTA
DISENTUH TANPA CINTA
Author: Yenika Koesrini

1. Dibayangi Mantan

last update Huling Na-update: 2022-09-30 16:11:41

Tania. Selalu saja nama wanita itu yang ia sebut ketika kami bercinta. Nama yang ia racau di setiap lelapnya. Bahkan fotonya masih tersimpan rapi di dompetnya.

Sakit hati? Itu pasti. Hati wanita mana yang tidak akan terluka jika suaminya masih saja memikirkan masa lalunya. Tidak peduli walau kini ia telah menikah. Namun, setiap saat masih saja berhubungan dengan mantan. Bukan mantan karena menurut suamiku jalinan cintanya dengan sang kekasih masih terjalin begitu erat.

Malam ini seperti malam-malam sebelumnya. Tanpa cinta, tanpa rayuan, apalagi cumbuan, dia kembali meminta haknya. Sebagai seorang istri tentu aku tidak berani menolak. Apalagi usia pernikahan kami baru berjalan tiga bulan.

Orang bilang sedang panas-panasnya. Memang benar hasrat Ega, suamiku begitu besar. Namun, lagi-lagi aku harus menelan kepedihan saat mendengar dia mengucap nama Tania. 

Amarah yang memuncak membuat aku mendepak tubuhnya. Membuat ia terjengkang dan menatapku tajam. Aku sendiri lekas memunguti pakaian, lantas memakainya.

"Mau ke mana? Kita belum selesai dalam berperang," cekalnya ketika aku hendak beranjak ke kamar mandi. Dadanya terlihat naik turun dengan napas yang memburu. 

Kutatap balik mata elang itu. Terasa dingin dan juga mematikan. Sebenarnya nyaliku agak menciut melihatnya. Namun, demi melihat sikap egoisnya aku harus berani.

"Lepas!" kata cukup datar. Aku tidak mau terpancing emosi.

"Kamu ingin sengaja menyiksaku? Berhenti di tengah-tengah permainan," tuduhnya tajam. "Jangan keterlaluan kamu!" Ega menggeram seraya menyentak lenganku kasar. Membuat aku kembali terjatuh duduk di ranjang.

"Kamu yang keterlaluan." Aku menyergah cepat. "Kamu pikir aku ini boneka yang tidak punya perasaan. Kamu menyentuh dan mencumbui aku, tapi otak dan matamu memikirkan Tania. Itu dosa Ega!" makiku mulai tersulut amarah.

Ega sendiri terkekeh mendengarnya. Lelaki yang masih polos itu mulai memunguti pakaiannya. "Kenapa harus marah? Toh kamu tahu aku menikahimu juga karena terpaksa. Jadi terima saja," ejeknya dengan senyuman miring. Sementara tangannya mulai menutupi diri dengan baju.

"Maka dari itu, jangan pernah menyentuhku jika kamu masih memikirkan Tania," putusku tegas.

Lagi-lagi Ega terbahak. Seakan ucapanku adalah lawakan yang sangat lucu baginya. "Siapa kamu berani-beraninya ngatur aku?" Kini tatapan Ega kembali menyorot kebencian.

"Aku istrimu, kenapa?" balasku dengan segenap keberanian yang ada.

"Jangan ngelunjak! Kamu itu tidak lebih dari sekedar pelayanku saja!" Ega menegaskan.

"Tapi, papamu yang menjadikanku nyonya Ega Baskara sekarang," tukasku tidak mau kalah. "Sudahlah! Aku mau mandi dan jangan ganggu aku!" perintahku tegas.

Tanpa membuang waktu lagi, aku gegas menuju kamar mandi dalam kamar. 

"Aku belum selesai bicara Mikaaa!"

Tidak kugubris teriakan Ega. Kakiku terus melangkah masuk ke kamar mandi. Mengunci rapat dan lekas masuk ke bilik mandi. 

Bibirku membaca niat membersihkan badan dari hadas besar. Walau permainan ini berhenti di tengah jalan. Aku harus tetap berjunub.

Gemercik air dingin yang mengalir dari shower membasahi rambut hingga seluruh tubuh. Sebenarnya ini sudah larut malam. Namun, rasa risih memaksaku lekas membersihkan diri.

Sembari menggosok badan dengan bisa sabun kelebatan berbagai memori melintas di mata. Kenangan saat pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumah ini.

Namaku adalah Mika Thalita. Kata Ibu artinya Gadis kecil yang cerdas dan manis. Aku bekerja sebagai tenaga perawat. Kebetulan aku mendapat tugas untuk merawat mamanya Ega yang terkena stroke.

Berkat ketekunan dan kesabaranku, mamanya Ega bisa sembuh dari sakitnya. Wanita itu sudah mulai bisa melangkahkan kaki. Dan hidup normal seperti biasanya.

Keberhasilanku membuat bahagia hati Bapak Edi Baskara, papa Ega. Selain memberikan banyak bonus, beliau juga memintaku menjadi putrinya. Yaitu dengan menjadikanku istri dari putra semata wayangnya.

Tentu saja aku waktu itu aku menolak. Selain memang tidak saling mencintai, aku dan Ega sama-sama sudah punya pilihan hati masing-masing.

Namun, Bapak Edi dan Ibu Gina, mama Ega, terus membujuk. Di saat yang bersamaan adik kandungku terkena musibah. Dika adikku terjatuh dari motor dan koma. Kami memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam waktu yang cepat.

Sementara aku dan keluarga berasal dari keluarga yang sederhana. Ibuku sudah lama menjanda. Dia adalah seorang karyawan pencuci piring di sebuah rumah makan. Gajinya tidak cukup untuk membayar biaya pengobatan Dika. 

Begitu juga dengan diriku. Tabungan yang selama ini kusimpan masih belum cukup untuk membayar operasi Dika. Alasan itulah yang membuatku memantapkan hati untuk menerima pinangan dari keluarga Baskara. 

Demi menyelamatkan nyawa Dika, aku rela mengorbankan hubungan dengan kekasih hati yang sudah terjalin dari lima tahun lalu. Sampai sekarang Ghani masih belum terima diputus sepihak olehku.

Di sisi lain Ega juga sudah punya tambatan hati sendiri. Tania namanya. Aku pernah beberapa kali bertemu mantan Ega. 

Sebelum menikah denganku, Ega pernah beberapa kali membawa gadis itu ke rumah. Kuakui Tania sangat cantik dan menarik. Tubuhnya tinggi semampai dan terlihat begitu dirawat. Berbeda denganku yang memang sedikit tomboi.

Ucapannya halus dengan sikap yang lemah lembut membuat Tania begitu pantas menjadi menantu idaman. Entah alasan apa yang membuat Bapak Edi menjatuhkan pilihannya padaku. Dan kutahu itu menyakiti hati Ega.

Jika di hadapanku Ega tampak begitu dingin dan kaku. Namun, tidak bila di depan kedua orang tuanya. Ega akan menjelma menjadi sosok putra kesayangan yang penurut. 

Setelah ditelusuri ternyata Ega hanya putra angkat dari Bapak Edi. Beliau dan sang istri mengadopsi Ega dari panti asuhan sedari kecil. Pantas saja rasanya Bapak Edi terlalu tua untuk menjadi ayah Ega yang masih berusia dua puluh enam tahun. Mungkin karena alasan itulah, walau dia sangat tersiksa dengan perjodohan ini. Akan tetapi, Ega tak kuasa menentang.

Satu bulan menikah dengan Ega, Bapak Edi dan Ibu Gina memutuskan untuk menempati rumah mereka yang ada di Puncak. Keduanya beralasan ingin menghabiskan masa tua di sana. Bapak Edi juga sudah sepenuhnya menyerahkan tingkat bisnisnya pada Ega.

Tidak sadar sudah hampir satu jam aku membersihkan diri. Hawa dingin mulai menyergap juga. Handuk piama kusambar untuk membalut tubuh. Dengan badan yang segar, aku keluar kamar mandi.

Tampak kamar legang, aku membuka pintu. Seprai masih berantakan dengan bantal dan guling yang tercecer di lantai. Sosok Ega tidak tampak batang hidungnya. Sepertinya dia membersihkan badan di kamar mandi bawah. Dan aku tidak peduli.

Usai mengeringkan rambut dengan hair dryer, aku siap merehatkan badan kembali. Tidak ada tanda-tanda Ega akan menyusul. Lagi-lagi aku masa bod*h. Mata yang berat membuatku menarik selimut hingga sebatas leher.

*

Pagi hari seperti biasa, usai menjalankan ibadah dua rakaat, aku gegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan menyeduh kopi. Asal kalian tahu, kopi ini kubikin untuk diri sendiri. Karena Ega tidak pernah mau dibuatkan olehku.

Ketika tengah menata sarapan di meja makan, Ega datang mendekat. Lelaki yang pada pagi hari ini tampak begitu menawan dengan kemeja putih berdasi senada celana yaitu hitam. Tanganku memindai koper kecil yang ia geret.

"Aku akan pergi ke Bandung selama tiga hari," laporan Ega seakan tahu maksud tatapanku pada kopernya.

"Oh." 

Hanya itu saja sahutan yang terlontar dari bibirku. Tanpa memandang wajah Ega, tanganku sibuk memindahkan nasi goreng dari wadah ke piring. 

Sikap kaku ini Ega yang mengajarkan. Aku cukup sadar diri dengan keadaan. Namun, sikap dan perangai tidak bersahabat Ega yang membuatku bersikap demikian.

Sepiring nasi goreng kuangsurkan untuk Ega. Seperti biasa, Ega hanya menerima tanpa mau berucap kata terima kasih. Seperti biasa pula, kami makan berdua tanpa suara. Hanya denting sendok yang beradu dengan piring yang mengiringi sarapan ini.

"Aku ke Bandung untuk menikahi Tania."

UHUK

Aku tersedak. Gelas panjang berisi air putih di depan piring, lekas kuraih untuk di tenggak.

"Aku sangat mencintai Tania dan kamu pun tahu itu," lanjut Ega enteng sambil mengaduk-aduk nasi goreng ayam buatanku. "Dan aku juga tidak butuh persetujuanmu," imbuh Ega serius menatapku.

"Kalo begitu cepat ceraikan aku dulu, baru kamu menikahi Tania," putusku tegas.

"Kamu ingin membunuh mamaku?" Mata Elang Ega mulai mengintimidasi.

"Tidak ada pilihan lain! Kamu pikir cuma kamu yang tersiksa dengan pernikahan ini?" balasku mencoba tenang. "Seperti yang kamu tahu aku pun punya kekasih sebelum menikah denganmu.

Ega mendengkus kasar. "Aku tidak suka ditentang, Mika!"

"Coba saja sana kamu nikahi Tania, maka detik ini juga aku telpon papamu." Aku bangkit berdiri, kemudian beranjak pergi.

"Mikaaa!"

Next.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ani Maryani
baguuus ceritanya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • DISENTUH TANPA CINTA   48. Disentuh Penuh Cinta

    Ega tersenyum manis. Dia menangkap tanganku yang membelai parasnya. "Iya, aku telah bebas karenamu, Mika. Terima kasih," ucapnya syahdu. Kini tanganku ia kecup ringan."Bagaimana kamu bisa keluar dari tahanan?" tanyaku ingin tahu."Itu semua berkat bantuanmu, Sayang."Lagi-lagi aku dibuat terkesima saat mendengar Ega memanggilku dengan sebutan sayang. Ini untuk pertama kalinya dalam pernikahan kami. Biasanya Ega selalu memanggil namaku saja, itu pun dengan sangat datar, kadang dingin jika sedang kesal, atau kasar bila tengah marah."Karena aku kamu bisa keluar?" Aku mengulang ucapan Ega dengan bingung. Ketika dia mengganguk disertai senyuman, aku kian mengernyit."Sudahlah! Kamu baru sadar, Mika." Ibu berbicara. "Nanti saja kalo kamu sudah pulih betul, kami akan cerita semua," tutur Ibu sambil mengusap rambutku. Wanita itu tersenyum lembut.Tidak lama datang dokter dan juga perawat. Dokter laki-laki sepantar Bapak Edi ramah menanyakan kabar. Pria dengan dahi lebar itu menggunakan stet

  • DISENTUH TANPA CINTA   47. Terbongkar

    "Berhenti, Mika!"Suara Galih terdengar mengintimidasi. Aku tidak peduli. Lekas kugapai ponsel ini. Namun, baru satu langkah, sebuah tangan besar menyentuh pundak. Bahkan meremasnya kuat.Ini pasti telapak tangan Galih. Benar. Ketika aku balik badan, pria itu menyeringai dingin. Berbeda dengan Budi yang berdiri di belakangnya dengan menundukkan wajah. Pemuda itu terlihat amat ketakutan."Kamu habis ngapain?" Galih bertanya dengan tatapan tajam."E ... aku--""Kamu menguping pembicaraan kami?" Galih menyambar cepat."Gak--""Kasih hapemu padaku!" pinta Galih masih bernada dingin."Mau buat apa?" tanyaku takut. Ponsel di tangan lekas kusembunyikan di belakang punggung. "Berikan padaku.""Enggak!" Aku menggeleng tegas."Aku bilang BERIKAN!" gertak Galih muntab. Tangannya mencoba merebut gadget kepunyaan."Gak AKAN!" Aku sengaja menaikan volume suara. Agar Ibu Gina dan Winda mendekat."Budi, rebut hape Mika!" Galih berpaling pada Budi. Pemuda itu tampak tertegun mendengar perintah terseb

  • DISENTUH TANPA CINTA   46. Orang Suruhan Galih

    (POV Mika)"Akan kuselidiki dan pantau Budi juga," tekadku yakin.Galih dan Budi kemudian turun dari mobil. Langkah mereka berpencar. Galih menuju mobil sendiri, sedangkan Budi kembali melangkah ke ruangannya Bian.Aku pun mengikuti pemuda itu. Sekalian menunjukkan hasil pemeriksaan ini pada Bapak Edi. Pasti beliau terkejut senang.Tiba-tiba perutku dilanda lapar. Akhirnya kaki ini kubelokan ke kantin. Nanti saja menunjukkan hasil tesnya. Sekarang isi perut dulu. Karena memang masih belum bisa menguyah nasi, kuputuskan untuk membeli dua bungkus roti dengan rasa abon sapi dan segelas cokelat hangat.Satu roti ukuran sedang ini ternyata tidak mampu aku habiskan. Tak masalah karena perutku sudah tidak terasa perih lagi. Saatnya kembali ke ruangan Bian.Budi sudah duduk manis di bangku tunggu. Namun, Tania dan Bapak Edi tidak terlihat batang hidungnya. Pemuda itu tampak tengah menunduk dengan pandangan kosong.Wajahnya juga terlihat sayu. Seakan ada masalah besar yang sedang menghimpitnya

  • DISENTUH TANPA CINTA   45. Pertengkaran Tania-Galih

    Perubahan status Ega dari saksi menjadi tersangka sungguh membuat keluarganya terpukul hebat. Tidak hanya Mika sang istri yang merasa sedih. Ibu Gina jauh lebih terguncang jiwanya.Air mata tidak hentinya mengalir dari netra Ibu Gina. Wanita itu sesenggukan pilu membayangkan putra kesayangannya meringkuk dingin dan lama di jeruji besi. Lelah hati dan pikiran membuatnya memutuskan untuk tidak ikut menemani suaminya menjenguk Bian.Mika sendiri memilih turut serta menemani Bapak Edi dan Tania. Selain memang ingin melihat kondisi Bian, dia juga ingin memeriksakan diri. Badannya mudah capek dan yang pasti mual selalu menyerangnya di waktu pagi.Akhirnya, Ibu Gina pulang dengan dijemput oleh Mang Asep. Sementara Bapak Edi, Mika, dan Tania pergi ke rumah sakit diantar oleh Budi. Kamar Bian adalah tujuan utama mereka begitu sampai.Kondisi Bian masih serupa kemarin. Setelah menjalani operasi, pemuda itu belum juga sadarkan diri. Alat-alat, selang, dan kabel masih membelit tubuhnya. Kenyataa

  • DISENTUH TANPA CINTA   44. Rekaman CCTV

    Pagi hari aku mendapati suara keributan di bawah. Refleks mata ini terbuka. Ternyata aku masih mengenakan mukena. Ketika kutengok waktu pada jam digital di atas nakas, ternyata hari sudah menjelang siang. Untungnya sholat subuh tidak kutinggalkan walau tadi mata teramat kantuk.Masih bermalas-malasan aku menuju kamar mandi. Hari ini aku harus bersiap pulang. Party its over dari dua hari yang lalu. Seharusnya aku sudah ada di Jakarta jika musibah tidak menimpa Bian dan Ega. Andai waktu itu Ega tidak usah membujuk Bapak Edi untuk mengizinkan Bian ikut serta ke pesta malam tahun baru ini, mungkin Bian masih akan baik-baik saja. Dan tentunya Ega juga tidak akan ditahan.Aku menggeleng pelan. Sebagai seorang muslim kita tidak boleh berandai-andai. Karena sama saja tidak mempercayai takdir. Aku yakin semua musibah yang terjadi adalah adalah suatu teguran dari-Nya. Agar kami senantiasa mengingat-Nya.Usai mandi kutata semua pakaian ke koper, baik baju sendiri maupun Ega. Mengingat lelaki it

  • DISENTUH TANPA CINTA   43. Ujian

    (POV Mika)"Apaaa?!" Ega, aku, dan Winda tersentak kaget bersamaan. Sementara Gavin langsung bersembunyi di belakang tubuh Winda sang mama. Anak itu pastinya ketakutan melihat kedatangan polisi ke rumah."Cepat tangkap!" titah Letnan polisi itu pada kedua anak buahnya."Siap, Ndan!""Tunggu dulu! Maksudnya apaan ini?!" Ega berusaha menghindar. Namun, kedua polisi bertubuh lebih besar darinya mampu membekuknya dengan gampang. "Lepaskan! Salah saya apa, Pak?" kesal Ega setengah berteriak."Dari semua saksi hanya Anda yang berada di tempat pekara pada waktu itu," jawab Letnan polisi tersebut tenang."Saya ada di TKP karena mendengar ada suara benda terjatuh. Secara naluri kita pasti ingin melihatnya," balas Ega mencoba membela diri. Suamiku terus meronta dan mengerang."Silahkan Anda jelaskan semuanya di kantor! Cepat bawa dia ke mobil." Polisi berbalok emas satu itu menyuruh pada anak buahnya."Siap, Ndan!""Ini gak bener! Aku gak bersalah!" Ega terus menolak dan berontak. Namun, ia tet

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status