Maya sama sekali tak ingin percaya apa yang dia lihat saat ini adalah kenyataan. Tetapi semuanya begitu nyata. Suami yang selama ini sangat baik padanya, melakukan perbuatan yang tak seharusnya dia lakukan bersama wanita lain.
Sesuatu yang hanya haknya, yang seharusnya hanya untuknya, kini Adam lakukan bersama wanita lain. Keduanya tampak begitu larut hingga tak mempedulikan sekitar, tak menyadari kehadiran orang lain yang menyaksikan perbuatan yang begitu menyakitkan bagi Maya.
"Adam ... I love–you!" seru wanita yang menguasai Adam tatkala punggungnya melengkung ke belakang.
"I love–you–more, Baby! Kamu satu-satunya ...." Adam membalas dengan suara berat tertahan sebelum bibirnya mengklaim bibir wanita yang sedang bersamanya. "Cuma kamu di hatiku, Sayang!"
Tentu saja, kalimat terakhir Adam membuat dunia Maya hancur berkeping-keping. Ternyata, suami yang dia kira selama ini adalah pria yang ditakdirkan untuknya, ternyata mencintai wanita
Sabrina mengantar makanan ke ruangan Adam dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi, dia senang karena Maya telah mengetahui apa yang selama ini tersembunyi. Di sisi lain, dia khawatir akan posisi Adam di mata ayahnya.Bagaimana bila Maya mengadu kepada mertuanya? Apakah Adam akan dihukum oleh ayahnya? Bila benar demikian, siapa yang akan Adam pilih?"Adam, kalau misalkan semua nggak berjalan seperti yang kamu mau ...." Sabrina berhenti sejenak, berusaha memilih kata-kata yang tidak merusak suasana. "Kalau misalkan kita ketahuan, kamu bakal pilih aku atau warisan ayah kamu?"Adam tertegun mendengar pertanyaan Sabrina yang bernada pesimis. Dia berhenti mengunyah burgernya sejenak dan berkata, "Aku bermain dengan bersih. Segalanya sudah kuperhitungkan dengan baik. Tak mungkin ketahuan!"Adam lalu melanjutkan makannya dengan cepat. Direguknya cola dari gelas langsung agar lebih puas minum. Dia tak ingin membuang waktu dengan pertanyaan Sabrina yang hany
Leo memukul Adam bertubi-tubi tanpa ampun. Kini dia sudah berada di atas Adam, menduduki pahanya, dan mencengkeram kerah Adam. Wajahnya yang beringas tak bisa menampakkan ekspresi lain selain kemarahan. Kemudian, sekali lagi, dia memukul Adam hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah segar.Sementara itu, Sabrina hanya bisa menjerit-jerit meminta Leo menghentikan perbuatannya. "Leo! Hentikan! Atau aku akan memanggil polisi.""Panggil saja dan aku akan mengumumkan kebejatan kalian kepada dunia!" tantang Leo tak peduli. Dia kemudian melayangkan lagi pukulannya ke muka Adam.Adam yang memang tak mempunyai kemampuan bela diri yang baik seperti Adam, hanya menjadi bulan-bulanan saja. Apalagi kondisi tubuh yang kelelahan, membuat dia tak mampu memberikan perlawanan sedikit pun kepada Leo. Dia hanya mengerang tanpa tahu mengapa dia dipukuli dengan sadis."Leo! Hentikan! Adam bisa mati!" seru Sabrina tak bisa lagi menahan kecemasan. Kondisi Adam terliha
Keesokan harinya, Maya bangun sendirian, tidak mendapati ada jejak Adam pulang. Dia mendesah pelan. Sebaiknya dia fokus terhadap apa yang sedang dia hadapi saat ini.Setelah menjalani rutinitas pagi, Maya segera menelepon pengacara untuk menyiapkan dokumen perceraian. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati banyak pesan masuk yang menyatakan ucapan selamat atas kehamilannya.Tentu saja Maya terkejut dengan hal ini. Tak hanya inbox, bahkan dia kebanjiran ucapan selamat di media sosial yang menyatakan kegembiraan atas kehamilannya. Siapa yang membocorkan rahasianya? Bukankah hanya Leo yang tahu? Tidak mungkin dokter yang memeriksanya melakukan hal ini, bukan?Maya menelan ludah. Dia tak akan bisa menyembunyikan kehamilannya dari siapa pun sekarang. Apakah Adam akan melepaskannya setelah mengetahui kehamilannya? Ataukah bahkan Adam akan berubah dan berjanji untuk menjadi suami yang baik setelah mengetahui ini semua?Gelisah membayangi Maya. Dia mengurun
Suasana ruang meeting sangat menegangkan. Adam menelan ludah. Kiamat sudah baginya. Kehancuran rencana yang telah dia pikir matang-matang sudah menyambut di ambang pintu.Ini semua karena dia terlalu serakah. Tak mungkin ada manusia yang bisa berdiri di atas dua kursi. Seharusnya, sejak awal dia memilih salah satu saja. Warisan atau Sabrina. Karena tak bisa menjatuhkan keputusan yang tepat, Adam mencoba memperjuangkan keduanya yang justru berujung sengsara.Sementara itu, Sabrina lebih tercengang dengan apa yang tersaji di hadapannya. Selama ini, dia mengira Leo adalah pria miskin yang tak memiliki pekerjaan tetap. Pertama bertemu, Leo bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Tak lama karena dirinya dipecat setelah memukul seorang customer yang melecehkan Sabrina. Sejak saat itulah mereka berkencan.Beberapa bulan kemudian, Leo mendapatkan pekerjaan sebagai seorang bartender di salah satu kelab malam elit. Cukup lama Leo bertahan di sana. Sampai akhirnya dipe
Adam tak ingin membuang waktu lagi. Ayahnya sangat ketat soal deadline. Namun, Adam bingung. Siapakah yang akan dia temui terlebih dahulu untuk diajak bernegosiasi. Maya ataukah Sabrina?Bila ingin menentukan pilihan, Adam harus menentukan prioritas terlebih dahulu. Memilih Maya, berarti mendapatkan hartanya dan meninggalkan Sabrina. Ini sangatlah tidak Adam inginkan.Sedangkan memilih Sabrina, dia pasti akan bahagia karena cintanya dan Sabrina tak akan ada lagi yang menghalangi. Sabrina pasti akan menyukai hal ini juga. Namun, bagaimana dengan kehidupan mereka selanjutnya? Akan bekerja seperti apa dia nanti bila sang ayah tak memberi bantuan sedikit pun? Bahkan dia tak mungkin bisa melamar CEO di perusahaan lain, bukan?Hati Adam dipenuhi kebimbangan. Tak adakah cara untuk mendapatkan keduanya? Tak adakah yang bisa dia lakukan untuk mengatasi krisis ini? Hatinya tak sanggup melepaskan harta maupun Sabrina. Dia tak ingin hidup miskin dengan Sabrina. Dia be
"Beraninya kamu!" Maya membentak murka. Tega sekali Adam mengancamnya dengan menggunakan calon bayi tak bersalah yang ada di kandungannya."Aku memiliki pekerjaan dan latar ekonomi yang baik. Tak seperti dirimu yang pasti akan jadi pengangguran dan miskin. Siapa pula yang hendak mempekerjakan wanita hamil?" ucap Adam seraya menelan ludah.Maya tak menyangka, Adam menyerang titik kelemahan yang paling membuatnya tak bisa berkutik. Dia pun terdiam seribu bahasa, memikirkan ancaman Adam dan cara membalasnya."Namun, kalau kau bekerja sama dengan baik, aku akan memberikan hak asuh anak itu sepenuhnya padamu dan memberikan tunjangan bulanan yang sangat cukup untukmu dan anak itu hidup. Kau tak perlu bekerja, tinggal menikmati waktu bersama anakmu." Suara Adam terdengar dingin di telinga Maya. Tentu saja itu tawaran yang menggiurkan baginya.Maya tahu, Adam pasti tak terlalu menginginkan anak mereka. Lelaki memang begitu, bukan? Namun, dia sebagai ibu, ak
Adam berjalan menuju sebuah ruang VVIP Ophelia Night Club, sebuah klub malam terkenal di kotanya. Di dalam, sudah menunggu sosok berambut pirang yang dia sangat kenal sebagai malapetaka. Bila dia muncul, malapetaka akan hadir dalam hidup Adam."Ah, Brother! Silakan duduk!" sambut Leo dengan suka cita. Dia lalu meminta semua wanita di sekitarnya untuk pergi karena Leo ingin berdua saja dengan Adam.Adam tersenyum sinis mendapati dirinya dipanggil brother oleh Leo. Pria itu jelas-jelas tidak menyukainya. Mengapa masih harus berpura-pura?"Ada urusan apa?" tanya Adam datar."Aku tak menyangka, kamu akan datang," jawab Leo dengan senyuman jenaka. "Kukira kau tak akan pernah mau datang.""....""Aku hanya ingin memastikan bahwa kau akan memilih dengan benar kali ini," lanjut Leo dengan senyuman yang cukup manis. Lalu, senyuman manis itu perlahan menghilang dari wajahnya. "Tahukah kau, bahwa kedua istrimu sangat menderita karena kelakuanmu yang ti
Leo keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk yang dibelitkan terlalu rendah di bagian pinggang. Badannya yang atletis memang akan memaksa setiap kaum hawa untuk memujanya. Pemandangan itu semakin indah dilihat tatkala dia tampil dalam keadaan masih segar dan basah setelah badannya terguyur shower.Leo meraih ponsel dari nakas yang dari tadi berbunyi. "Elise, kau pikir ini jam berapa? Tak bisakah kau menelepon lebih siang?" sapa Leo tanpa menggunakan kata sapaan. Begitulah gaya bicaranya ke kakak perempuan semata wayangnya."Ayah menanyakan kapan kau akan pulang. Bukankah semua keinginanmu sudah kami penuhi?" tanya suara wanita di ujung telepon."....""Hei, jawablah! Aku sudah tak tahan dengan omelan ayah!" desak Elise tak sabar."Kau tahu, bukan? Aku masih belum memastikan apakah dia benar-benar Imogen atau bukan." Leo menjawab dengan malas permintaan kakaknya yang sangat cerewet."Leo! Imogen sudah meninggal dan kau tak mungkin men