Share

14. Jangan Tinggalkan Aku

Sudah satu bulan lamanya sejak Sabrina menggantikan Maya menjadi sekretaris. Selama satu bulan tersebut, Adam bekerja sangat keras. Namun, pekerjaan banyak yang tak terselesaikan dengan baik, tak peduli bagaimanapun juga Adam telah berusaha dengan sangat gigih membanting tulang.

Di depan Adam, kini sang ayah memasang wajah seram seolah akan memakan anak semata wayangnya hidup-hidup. Beliau terlihat sama sekali tak puas dengan kinerja sang anak.

"Apa saja yang kamu lakukan di kantor? Aku tanya ke Maya, kamu bahkan sering lembur. Mengapa aku menerima laporan kinerja yang begitu buruk darimu?" ujar Tuan Paul dengan nada tinggi. Beliau duduk di kursi kerja Adam dengan menyilangkan kaki, membiarkan putranya berdiri mematung dan menunduk karena merasa bersalah dan tak bisa memberikan pembelaan diri yang memadai.

"Kudengar, kamu sering sekali membatalkan janji dengan klien secara mendadak. Tiga orang investor bahkan membatalkan niat kerja samanya dengan perusahaan kita. Hanya dalam waktu satu bulan! Dan itulah prestasimu yang luar biasa," bentak Tuan Paul sambil menggebrak meja. Matanya merah mendelik seakan hendak lepas. Gigi-giginya menggertak disertai geraman sangat keras hingga Adam bisa mendengarnya. "Keledai sekalipun tak akan pernah melakukan hal bodoh seperti ini!"

Adam gemetar. Dia tak sanggup menatap kemarahan sang ayah bila saat ini yang beliau ucapkan semuanya adalah kenyataan. Yang dia tidak pahami, mengapa ayahnya semakin keras dalam mengambil tindakan. Beberapa tahun sebelum ini, ayahnya tak bersikap demikian padanya. Apakah karena penyakitnya? Ataukah karena ada hal lain?

Bila semarah ini, Adam bahkan tidak berani meminta maaf. Sedikit kata pun pasti akan terdengar seperti kesalahan di telinga ayahnya. Semua yang dia katakan akan seperti membela diri.

"Katakan sesuatu!" bentak sang ayah lagi karena beliau saat ini benar-benar tak bisa mengampuni kesalahan Adam. Sejak Tuan Paul memutuskan untuk pensiun, ini adalah kesalahan terbesar yang Adam lakukan. Beliau tak mungkin meninggalkan perusahaan dengan cara memimpin Adam yang seperti menjaga warung.

"Lakukan perbaikan selama sebulan! Kau akan kuampuni bila semua kembali seperti sedia kala!" ujar Tuan Paul. Beliau lalu beranjak dan pergi dari kantor Adam tanpa menoleh lagi, meninggalkan Adam dalam ketakutan yang sangat.

Ini adalah bencana besar bagi Adam. Dia tahu bahwa diam-diam ayahnya memperhatikan bagaimana perusahaan sangat terbantu akan kehadiran Maya dan segera kehilangan keseimbangan saat Maya pergi. Bila Adam tak segera mengatasi hal ini, ayahnya tak akan segan-segan mengancam akan membiarkan Maya menggantikan kedudukannya di sini.

Bila sampai hal itu terjadi, tamatlah semua rencana Adam. Menikahi Maya pun tak akan ada gunanya bila semua akhirnya jatuh ke tangan wanita itu. Karena itulah, Adam merasa harus berusaha menganalisis semua permasalahan ini segera. Dia harus segera menemukan biang kerusakan kinerjanya.

Tak perlu lama berpikir. Kesalahan pertama adalah ketidakbecusan Sabrina dalam menghandle pekerjaan. Yang kedua, dia menghabiskan terlalu banyak waktu untuk kedua istrinya. Apa boleh buat, dia harus segera mengambil tindakan.

Karena tak ingin memecat Sabrina tiba-tiba dan agar Sabrina tak marah padanya, Adam menugaskan seorang sekretaris lagi yang paling senior dari departemen administrasi untuk membantu pekerjaan Sabrina. Namun, hal ini tentu akan membuat waktu pribadinya bersama Sabrina berkurang. Karena itu, sepertinya dia harus memilih salah satu saja dari istrinya untuk ditangani bulan ini.

Paling aman, dia akan memilih Maya saja. Namun, Sabrina pasti tak akan terima dengan hal ini. Karena itulah, dia harus meminta kompromi dari Sabrina.

"Bulan ini aku akan sangat sibuk. Tak mungkin mendatangi kamu dan Maya dalam satu malam seperti biasa," ujar Adam siang itu saat mereka makan di restoran dekat dengan kantor.

Sabrina hanya terdiam tak menjawab. Dia tahu Adam akan meminta persetujuan untuk mendatangi Maya saja. Atau minimal menggilir mereka bergantian setiap harinya. Semalam untuk Maya, semalam untuknya. Sabrina tak suka akan hal ini. Jadi, dia memilih untuk tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia hanya berpura-pura memakan pastanya dengan lahap tanpa menatap Adam sedikit pun.

Namun, pilihan Adam sangat mengejutkan bagi Sabrina. Tak sesuai dengan dugaannya.

"Aku akan bilang ke Maya, bulan ini aku lembur setiap hari. Jadi, aku akan pulang ke tempatmu lebih dulu, lalu pulang ke rumah saat Maya sudah tidur." Adam menjelaskan dengan penuh harap agar Sabrina mengerti betapa dirinya masih mengutamakan kekasihnya di atas Maya.

Sabrina tercenung. Matanya beralih perlahan melirik Adam. Dia tahu, Adam sudah melakukan yang terbaik. Dengan begini, akan banyak hal positif yang Sabrina dapatkan. Adam tak perlu menyentuh Maya yang telah tertidur pulas saat dini hari. Apalagi bila Adam berangkat sangat pagi, pastilah keduanya bahkan tak sempat bertemu atau bahkan sekadar saling sapa. 

Senyuman lebar perlahan mengembang di bibir Sabrina. Dia kemudian mengatakan setuju atas keputusan Adam. Pria yang sedang kebingungan mengatur jadwal kedua istrinya itu pun merasa sangat lega atas persetujuan Sabrina. Dengan begini, dia bisa lebih fokus pada pekerjaannya.

"Tambahan. Kamu harus berangkat ke kantor sebelum Maya bangun. Bagaimana?" tanya Sabrina menggunakan kesempatan ini untuk memaksakan semua keberuntungannya. Dengan tatapan intens, wanita berwajah bulat itu tak memalingkan pandangan dari Adam.

Adam pun, tak punya pilihan lain selain menjawab dengan kesanggupan. "Baiklah! Aku setuju!"

***

Adam masuk ke rumah dengan mengendap-endap karena saat ini sudah pukul satu dini hari. Dia tak ingin membangunkan Maya.

Namun, alangkah terkejutnya Adam tatkala lampu rumah masih menyala. Dia mendapati Maya yang tertidur di meja di atas sebuah buku. Kali ini sepertinya novel komedi romantis. 

Adam menelan ludah. Tak seharusnya Maya melakukan hal ini. Bukankah seharusnya dia segera tidur saja agar tak terlalu lelah?

Karena merasa kasihan, dia pun membopong Maya untuk menidurkan istrinya di ranjang. Dalam hati, Adam tiba-tiba merasa kasihan kepada Maya. Seharusnya, keadaan Maya bisa lebih baik daripada saat ini. Andaikan dia bukan anak sahabat ayahnya, pasti Maya tak akan bernasib demikian. Menikah dengan pria yang tak mencintainya, berada dalam rumah tangga penuh kepalsuan.

'Sudahlah!' 

Adam menepis kerisauan dalam hati agar tetap bisa menjalankan misi dengan baik dan sempurna. Yang penting, dia harus mendapatkan warisan sang ayah. Dia akan memberikan alimoni yang banyak untuk Maya sebagai ganti rugi perceraian. Agar Maya tak hidup menderita nantinya selepas mereka bercerai.

'Maafkan aku, Maya! Semoga nanti kau bisa bertemu pria yang baik dan menyayangimu setelah kita berpisah!' gumam Adam dalam hati sambil mengamati wajah polos Maya yang sedang tertidur pulas dalam gendongannya. 

Adam lalu membaringkan Maya perlahan di ranjang. Tanpa sadar, dia pun memberi kecupan lembut di kening istrinya. 

Entah ada hubungannya atau tidak. Namun, saat ini Maya tersenyum dalam tidurnya. Dengan memejamkan mata, dia pun mengigau, "Adam, berjanjilah padaku ... jangan pernah tinggalkan aku ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status