Home / Romansa / DUA ISTRI CEO / 9. Menari di Atas Penderitaan Orang

Share

9. Menari di Atas Penderitaan Orang

Author: Silver Eyes
last update Last Updated: 2021-11-05 08:25:27

Angin malam yang dingin, tak sedikit pun mendinginkan perasaan Leo. Maya yang tergolek lemah bersimbah darah, menatapnya dengan mata yang semakin hendak menutup.

"Kau baik-baik sa–ja, bu–kan?" tanya Maya dalam bisikan lemah tersendat yang hanya bisa didengar oleh Leo. Maya memaksakan senyuman semanis mungkin agar Leo tidak bersedih.

Leo hanya bisa menjawab dengan kepanikan dan gelengan. Dia tak percaya Maya menolong, bahkan mengorbankan nyawa untuknya. Mengapa wanita ini melakukan hal senekat itu untuk orang asing seperti dia?

Petugas medis segera membawa Maya ke rumah sakit. Leo menemani Maya di sisi wanita malang itu. Dia tahu bahwa dirinya adalah pendosa. Namun, kali ini, Leo percaya pada Tuhan dan berdoa padanya agar Maya diselamatkan.

Kegaduhan hanya membayang di mata dan telinga Leo. Dia tak peduli. Fokusnya hanya satu. Maya harus selamat dengan cara apa pun.

"Dokter, tolong selamatkan dia! Berapa pun biayanya dan apa pun caranya,Dok! Asalkan dia selamat," ucap Leo antara sadar dan tidak. Ekspresi wajah pria itu hanya menyiratkan kecemasan tingkat tinggi. 

"Tenanglah, Tuan! Kami akan berusaha!" ucap salah seorang residensi yang mewakili timnya untuk menjelaskan kepada Leo.

Leo pun mencoba untuk berpikir lebih jernih. Ponsel Maya retak dan pecah. Tak bisa dinyalakan sama sekali. Padahal dia harus menghubungi suami Maya.

Leo pun segera menelepon Sabrina, tetapi tak bisa juga karena ponsel wanita itu sedang berada di luar jangkauan. Pria jangkung berambut pirang itu mencoba puluhan kali menelepon mantan kekasihnya, tetapi gagal.

"Ugh! Ke mana dia? Mengapa mematikan ponsel segala?" gumam Leo seraya menggertakkan giginya dengan kuat.

Dia lalu mencoba menghubungi pihak hotel untuk memberikan nomor telepon Adam karena kondisi darurat. Namun, sayang sekali, Adam pun tidak bisa dihubungi. Leo pun membanting ponsel yang dipegangnya dengan keras hingga hancur berkeping-keping. Dalam hati, dia mengutuk Adam dengan kutukan selaknat mungkin. Bahkan, jika Leo adalah orang tua Adam, orang akan berpikir bahwa doanya akan terkabul seketika.

Hmmm .... Pria mana yang ingin kutukan Leo terkabul?

***

Sementara itu di hotel, Sabrina dan Adam tengah menikmati makan malam dengan suka cita. "Hmm, steak Wagyuu ini benar-benar lezat. Seperti marshmallow!" gumam Sabrina sambil mengunyah makanan dengan gayanya yang anggun dan berkelas. Walaupun dia besar tanpa orang tuanya, sejak berpacaran dengan Adam, dia berusaha menyeimbangkan gaya dan kepribadiannya dengan status Adam.

Adam tersenyum dengan lega saat melihat Sabrina terlihat menikmati jalan-jalan mereka dengan penuh rasa syukur. Dia merasa menjadi seorang kekasih yang mampu memenuhi keinginan pasangannya dengan fasilitas sempurna. Kini, dia tak khawatir lagi Sabrina akan pergi darinya. 

Hanya saja, pria berlesung Pipit itu masih bingung mengenai perjalanan mereka ke depan. Bagaimana cara dia mengatasi Sabrina yang moody dan terlalu menuntut agar diberi waktu lebih banyak dari Maya?

Setelah makan malam, mereka berdua kembali ke kamar untuk menikmati waktu berdua dan menghabiskan kelebihan energi dari makan malam nikmat penuh kalori. Kali ini, Sabrina benar-benar menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Adam. Adam pun dibuat mabuk oleh belaian sang istri yang luar biasa hebat pengaruhnya kepada dirinya. Mereka merasa akan bisa melakukannya sampai pagi.

Di tengah-tengah istirahat mereka, Sabrina menonton televisi dan menyaksikan berita seorang turis wanita tertembak perampok. Betapa terkejutnya dia bahwa wanita itu adalah sosok yang dia kenali sebagai istri kedua suaminya. Maya.

Sabrina bukanlah wanita jahat. Namun, nafsu membutakannya saat ini. Dia tak mau kebersamaan dengan Adam yang sangat menyenangkan terganggu. Dia telah lama menunggu saat-saat ini. Karena itulah, wanita berambut panjang bergelombang itu segera mematikan televisi. Kebetulan, saat ini suaminya sedang di kamar mandi.

Sabrina menelan ludah. Hatinya berdebar-debar. Maya belum meninggal. Dia selamat. Sebentar lagi pasti Adam akan menerima panggilan tentang keadaan istrinya saat ini. Ponsel Adam memang dimatikan, tetapi Sabrina sangat takut bila pria itu menyalakan sesekali untuk mengecek panggilan. Karena itulah, dia mencari ponsel sang suami dan ditindih kursi hingga hancur dan retak.

"Aaaaahhhh! Astaga, apa yang aku lakukan?" jerit Sabrina, membuat Adam yang berada di kamar mandi terkejut.

"Ada apa sayang?" Adam menyeru dari kamar mandi.

"Aku tak sengaja menjatuhkan ponselmu hingga rusak!" seru Sabrina sambil mengubur perasaan bersalah yang dia simpan rapat di dalam dada.

Tentu saja Adam tidak merasa bermasalah dengan hal itu. Dia pun menenangkan Sabrina agar tak terlalu risau dengan hal itu. "Tenang, Sayang! Bukan masalah besar!"

Sabrina pun tersenyum simpul. Puas akan jawaban Adam yang tak curiga sama sekali dengan perbuatannya. Biarlah apa yang terjadi di luar sana. Dia sangat yakin dokter akan menyelamatkan Maya.

Dengan begini, bulan madu mereka yang hanya sebentar tak akan lagi terganggu. Entah setàn mana yang menguasai hati Sabrina. Wanita itu kini tersenyum semakin lebar dan menjangkau kekasihnya. Mereka kemudian kembali menyelami dalamnya lautan asmara. Terbuai dalam aroma cinta. Tak peduli akan nasib Maya yang tengah meregang nyawa.

"Adam, berjanjilah bahwa hatimu akan selalu untukku!" pinta Sabrina dengan suara manja yang sangat menggoda.

"Tentu, Sayang! Tentu!" janji Adam pada Sabrina dengan sangat yakin.

Memang, hanya itu yang akan Sabrina minta untuk saat ini. Dia memang tak mungkin memiliki suaminya seutuhnya. Asalkan hanya dia yang Adam cintai, dia rela.

Berbagi suami sangatlah berat. Membuat Sabrina merasa harus berperilaku rendahan hingga harus menutup mata akan nasib Maya saat ini. Jauh dalam hati, dia bahkan sangat ingin Tuhan mengambil Maya segera. Atau setidaknya, dia berharap wanita itu koma dan invalid agar Adam menjadi miliknya seorang.

"Adam! Kamu milikku! Milikku seorang!" Tetesan air mata Sabrina mengalir mengiringi permainan yang melelahkan. Hal ini membuat Adam merasa bahwa dirinya telah memberikan beban yang lebih kepada Sabrina. Perlahan, dia mengusap air mata kekasihnya dengan lembut dan penuh kasih.

Adam harus memikirkan sebuah cara lain agar bisa membuat Sabrina bahagia. Agar Sabrina tak merasa tersiksa walaupun dia menjadi pasangan yang tidak sah di mata hukum. Supaya wanita yang dicintainya tidak mengorbankan perasaan terlalu banyak demi menahan sakit hatinya melihat Maya dan dirinyalah yang akan terekspos di publik.

"Sabrina, untuk sementara, aku membelikanmu apartemen di unit yang berdekatan dengan unit tempat tinggalku dan Maya. Aku bisa mengunjungi kamu kapan pun," jelas Adam seraya mengelus rambut panjang lembut milik Sabrina.

Sabrina hanya menjawabnya dengan senyuman. Dia tahu Adam telah bekerja keras untuk dapat menyenangkannya. Dia bertekad tak akan banyak menuntut lagi. Namun, mampukah dia? Belum satu minggu dia jalani, tapi dirinya sudah seperti ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUA ISTRI CEO   36. Epilog

    Lima tahun telah berlalu sejak kepergian Maya. Kini, si kembar telah tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah. "Paul, Freya! Ayo cepat turun dan habiskan sarapan kalian!" seru Adam dari bawah memanggil kedua anaknya yang terdengar ribut di atas saat berganti pakaian. "Ayah, Paul menyembunyikan bonekaku! Padahal aku ingin mengajaknya jalan-jalan saat menjemput Paman Leo di bandara!" jawab Freya dengan suara hampir menangis. Gadis kecil berambut gelap bergelombang itu semakin tampak mirip dengan ibunya seiring dengan bertambahnya usianya. "Bohong! Kamu sendiri yang lupa meletakkan di mana boneka kelinci jelekmu itu. Jangan menuduh sembarangan!" sanggah Paul dengan suara melengking. Mata gelap miniatur Adam itu memandang tajam saudarinya yang berukuran lebih mungil darinya. Dengan tubuhnya yang lebih kuat dan besar, dia memang kerap mengusili Freya. Sekalipun dia berkali-kali dihukum, mengusili kembarannya sudah bagaikan candu yang akan tetap dia lakukan tak peduli apa pun konsekuen

  • DUA ISTRI CEO   35. Ayah

    Adam memandangi kedua makhluk kecil yang ada di hadapannya dengan linangan air mata. Begitu kecil dan rapuh. Mereka membutuhkan selang-selang bantuan untuk hidup."Anak-anakku ...." Kata-kata yang Adam bisikkan dengan penuh perasaan, membuat Leo merasa keputusan Maya untuk menyerahkan bayi-bayinya kepada ayah kandungnya adalah pilihan yang tepat.Darah lebih kental daripada air. Begitulah. Adam pun menyayangi kedua anaknya karena mereka adalah darah dagingnya sendiri."Dia begitu bahagia saat mendengar bahwa dia mengandung anak kembar. Aku pun begitu. Sampai-sampai aku mengumpat betapa beruntungnya dirimu," jelas Leo mengenang saat-saat Maya bersorak mengetahui jenis kelamin bayinya. "Seandainya saat itu dia hamil dengan pria yang tulus mencintainya, pasti akan sangat membahagiakan. Tahukah kau perasaan Maya saat melihat kau dan Sabrina bergembira saat tahu jenis kelamin bayi kalian?"Ada

  • DUA ISTRI CEO   34. Kesempatan Kedua untuk Adam

    Dua bayi, lelaki dan perempuan yang berpelukan di ruang NICU itu berukuran sangat kecil. Yang lelaki beratnya 656 gram, sedangkan lainnya 533 gram. Banyak selang menempel di tubuh kecil mereka demi memperjuangkan detak jantung keduanya.Kulit mereka begitu keriput. Begitu kurus seperti hanya tulang dan kulit tanpa selapis daging pun. Bila orang berkata bahwa bayi sangat lucu, pemandangan yang disaksikan mata hijau pria kekar yang mengamatinya dari kaca luar ruangan tidak demikian. Mereka berdua jauh dari kata lucu. Seperti alien. Seperti bukan manusia.Kesedihan masih belum bisa lepas dari hati Leo. Melihat mereka berdua membuat Leo teringat akan sang ibu yang telah berjuang mempertahankan nyawa mereka. Usaha telah dilakukan sebaik mungkin walau hasilnya tak sempurna, seperti yang diinginkan oleh semua pihak."Maya, mereka akan berterima kasih padamu suatu hari nanti," bisik Leo dengan suara yang bergetar hebat karena menahan air mata."Paul, Freya .... J

  • DUA ISTRI CEO   33. Darah Lebih Kental daripada Air

    Dapur kecil sebuah di sebuah apartemen mungil milik lelaki menawan berbadan atletis, kini dipenuhi dengan aroma butter yang menggoda. Tak hanya aroma makanan yang membuat air liur menetes, tapi ada pemandangan lain yang tak kalah menggiurkan. Celana training pria yang sedang beraksi di dapur tersebut menggantung terlalu rendah di bagian pinggang, membuat wanita mana pun yang memandang tak akan bisa melewati harinya tanpa merasa kepanasan karena terbayang pemandangan indah itu sepanjang hari. Andai saja ada seorang wanita di sana, pasti kelima indranya akan dimanjakan dengan kenikmatan duniawi karena suara pria yang sedang memegang wajan dan tongs itu pun akan membuat hati semua kaum hawa berdesir bila sedang berbicara. Jangan tanya bagaimana sensasi yang dirasa bila suara merdu itu berbisik di telinga, sudah bisa dipastikan para bidadari dunia akan melayang walaupun tak ada sayap yang menempel di punggungnya. Namun, di saat yang sama, siapa pun yang melihat waj

  • DUA ISTRI CEO   32. Adam dan Leo

    Pukulan Adam yang pertama mengenai wajah Leo. Namun, yang kedua tentu berhasil ditangkis oleh lawannya."Adam! Hentikan! Mengapa kau tiba-tiba memukul Leo!" jerit Maya berusaha menghentikan amukan Adam.Adam tak peduli. Dia masih berusaha menghajar Leo. Sementara Leo yang sebenarnya dapat dengan mudah menghabisi lawannya, hanya sibuk menangkis dan menahan serangan Adam. Tak sampai hati dia memukul Adam karena ada Maya di sampingnya."Hei! Mengapa kau berbuat sembarangan seperti ini? Ingatlah kita sedang di rumah sakit!" bisik Leo pelan tapi tegas."Kau apakan Sabrina, huh? Seorang saksi mengatakan istriku jatuh setelah pria berambut pirang dengan tubuh besar membuatnya ketakutan!" balas Adam dengan geram. "Siapa lagi kalau bukan kau!"Leo pun mengernyit. Dia bingung dengan pertanyaan Adam. Dia memang sempat bersitegang dengan Sabrina. Namun, apakah semengerikan itu sampai-sampai membuat kondisi Sabrina dalam keadaan kritis?"Kamu! Kamu pasti

  • DUA ISTRI CEO   31. Darurat

    Sabrina berjalan menyusuri koridor perlahan karena merasakan sakit di perutnya. Dia tak menyangka bahwa kegiatan hari ini membuatnya kelelahan. Bagaimanapun juga, berjalan kaki sejauh dua kilometer dari apartemennya ke rumah sakit bukan tugas mudah untuk wanita hamil sepertinya.Dering ponsel yang lembut pun membuat Sabrina terkaget. Dia lalu mengangkat telepon yang berasal dari suaminya. Dalam hati, Sabrina sangat cemas. Dia takut Adam sudah sampai di rumah lebih dulu dan mendapati apartemen mereka kosong."Sabrina, kamu di mana?" tanya Adam dari ujung telepon dengan suara cemas."Aku ... aku keluar sebentar. Suplemen penambah darahku habis." Sabrina menjawab dengan sedikit tergagap karena dia tak meminta izin kepada Adam bahwa dia akan menemui Maya hari ini. Jika suaminya tahu, pastilah akan menentang aksi frontalnya kali ini. Bagaimanapun juga, Adam akan menganggap dirinya mengemis kepada Maya untuk memperbaiki kondis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status