Share

9. Menari di Atas Penderitaan Orang

Angin malam yang dingin, tak sedikit pun mendinginkan perasaan Leo. Maya yang tergolek lemah bersimbah darah, menatapnya dengan mata yang semakin hendak menutup.

"Kau baik-baik sa–ja, bu–kan?" tanya Maya dalam bisikan lemah tersendat yang hanya bisa didengar oleh Leo. Maya memaksakan senyuman semanis mungkin agar Leo tidak bersedih.

Leo hanya bisa menjawab dengan kepanikan dan gelengan. Dia tak percaya Maya menolong, bahkan mengorbankan nyawa untuknya. Mengapa wanita ini melakukan hal senekat itu untuk orang asing seperti dia?

Petugas medis segera membawa Maya ke rumah sakit. Leo menemani Maya di sisi wanita malang itu. Dia tahu bahwa dirinya adalah pendosa. Namun, kali ini, Leo percaya pada Tuhan dan berdoa padanya agar Maya diselamatkan.

Kegaduhan hanya membayang di mata dan telinga Leo. Dia tak peduli. Fokusnya hanya satu. Maya harus selamat dengan cara apa pun.

"Dokter, tolong selamatkan dia! Berapa pun biayanya dan apa pun caranya,Dok! Asalkan dia selamat," ucap Leo antara sadar dan tidak. Ekspresi wajah pria itu hanya menyiratkan kecemasan tingkat tinggi. 

"Tenanglah, Tuan! Kami akan berusaha!" ucap salah seorang residensi yang mewakili timnya untuk menjelaskan kepada Leo.

Leo pun mencoba untuk berpikir lebih jernih. Ponsel Maya retak dan pecah. Tak bisa dinyalakan sama sekali. Padahal dia harus menghubungi suami Maya.

Leo pun segera menelepon Sabrina, tetapi tak bisa juga karena ponsel wanita itu sedang berada di luar jangkauan. Pria jangkung berambut pirang itu mencoba puluhan kali menelepon mantan kekasihnya, tetapi gagal.

"Ugh! Ke mana dia? Mengapa mematikan ponsel segala?" gumam Leo seraya menggertakkan giginya dengan kuat.

Dia lalu mencoba menghubungi pihak hotel untuk memberikan nomor telepon Adam karena kondisi darurat. Namun, sayang sekali, Adam pun tidak bisa dihubungi. Leo pun membanting ponsel yang dipegangnya dengan keras hingga hancur berkeping-keping. Dalam hati, dia mengutuk Adam dengan kutukan selaknat mungkin. Bahkan, jika Leo adalah orang tua Adam, orang akan berpikir bahwa doanya akan terkabul seketika.

Hmmm .... Pria mana yang ingin kutukan Leo terkabul?

***

Sementara itu di hotel, Sabrina dan Adam tengah menikmati makan malam dengan suka cita. "Hmm, steak Wagyuu ini benar-benar lezat. Seperti marshmallow!" gumam Sabrina sambil mengunyah makanan dengan gayanya yang anggun dan berkelas. Walaupun dia besar tanpa orang tuanya, sejak berpacaran dengan Adam, dia berusaha menyeimbangkan gaya dan kepribadiannya dengan status Adam.

Adam tersenyum dengan lega saat melihat Sabrina terlihat menikmati jalan-jalan mereka dengan penuh rasa syukur. Dia merasa menjadi seorang kekasih yang mampu memenuhi keinginan pasangannya dengan fasilitas sempurna. Kini, dia tak khawatir lagi Sabrina akan pergi darinya. 

Hanya saja, pria berlesung Pipit itu masih bingung mengenai perjalanan mereka ke depan. Bagaimana cara dia mengatasi Sabrina yang moody dan terlalu menuntut agar diberi waktu lebih banyak dari Maya?

Setelah makan malam, mereka berdua kembali ke kamar untuk menikmati waktu berdua dan menghabiskan kelebihan energi dari makan malam nikmat penuh kalori. Kali ini, Sabrina benar-benar menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Adam. Adam pun dibuat mabuk oleh belaian sang istri yang luar biasa hebat pengaruhnya kepada dirinya. Mereka merasa akan bisa melakukannya sampai pagi.

Di tengah-tengah istirahat mereka, Sabrina menonton televisi dan menyaksikan berita seorang turis wanita tertembak perampok. Betapa terkejutnya dia bahwa wanita itu adalah sosok yang dia kenali sebagai istri kedua suaminya. Maya.

Sabrina bukanlah wanita jahat. Namun, nafsu membutakannya saat ini. Dia tak mau kebersamaan dengan Adam yang sangat menyenangkan terganggu. Dia telah lama menunggu saat-saat ini. Karena itulah, wanita berambut panjang bergelombang itu segera mematikan televisi. Kebetulan, saat ini suaminya sedang di kamar mandi.

Sabrina menelan ludah. Hatinya berdebar-debar. Maya belum meninggal. Dia selamat. Sebentar lagi pasti Adam akan menerima panggilan tentang keadaan istrinya saat ini. Ponsel Adam memang dimatikan, tetapi Sabrina sangat takut bila pria itu menyalakan sesekali untuk mengecek panggilan. Karena itulah, dia mencari ponsel sang suami dan ditindih kursi hingga hancur dan retak.

"Aaaaahhhh! Astaga, apa yang aku lakukan?" jerit Sabrina, membuat Adam yang berada di kamar mandi terkejut.

"Ada apa sayang?" Adam menyeru dari kamar mandi.

"Aku tak sengaja menjatuhkan ponselmu hingga rusak!" seru Sabrina sambil mengubur perasaan bersalah yang dia simpan rapat di dalam dada.

Tentu saja Adam tidak merasa bermasalah dengan hal itu. Dia pun menenangkan Sabrina agar tak terlalu risau dengan hal itu. "Tenang, Sayang! Bukan masalah besar!"

Sabrina pun tersenyum simpul. Puas akan jawaban Adam yang tak curiga sama sekali dengan perbuatannya. Biarlah apa yang terjadi di luar sana. Dia sangat yakin dokter akan menyelamatkan Maya.

Dengan begini, bulan madu mereka yang hanya sebentar tak akan lagi terganggu. Entah setàn mana yang menguasai hati Sabrina. Wanita itu kini tersenyum semakin lebar dan menjangkau kekasihnya. Mereka kemudian kembali menyelami dalamnya lautan asmara. Terbuai dalam aroma cinta. Tak peduli akan nasib Maya yang tengah meregang nyawa.

"Adam, berjanjilah bahwa hatimu akan selalu untukku!" pinta Sabrina dengan suara manja yang sangat menggoda.

"Tentu, Sayang! Tentu!" janji Adam pada Sabrina dengan sangat yakin.

Memang, hanya itu yang akan Sabrina minta untuk saat ini. Dia memang tak mungkin memiliki suaminya seutuhnya. Asalkan hanya dia yang Adam cintai, dia rela.

Berbagi suami sangatlah berat. Membuat Sabrina merasa harus berperilaku rendahan hingga harus menutup mata akan nasib Maya saat ini. Jauh dalam hati, dia bahkan sangat ingin Tuhan mengambil Maya segera. Atau setidaknya, dia berharap wanita itu koma dan invalid agar Adam menjadi miliknya seorang.

"Adam! Kamu milikku! Milikku seorang!" Tetesan air mata Sabrina mengalir mengiringi permainan yang melelahkan. Hal ini membuat Adam merasa bahwa dirinya telah memberikan beban yang lebih kepada Sabrina. Perlahan, dia mengusap air mata kekasihnya dengan lembut dan penuh kasih.

Adam harus memikirkan sebuah cara lain agar bisa membuat Sabrina bahagia. Agar Sabrina tak merasa tersiksa walaupun dia menjadi pasangan yang tidak sah di mata hukum. Supaya wanita yang dicintainya tidak mengorbankan perasaan terlalu banyak demi menahan sakit hatinya melihat Maya dan dirinyalah yang akan terekspos di publik.

"Sabrina, untuk sementara, aku membelikanmu apartemen di unit yang berdekatan dengan unit tempat tinggalku dan Maya. Aku bisa mengunjungi kamu kapan pun," jelas Adam seraya mengelus rambut panjang lembut milik Sabrina.

Sabrina hanya menjawabnya dengan senyuman. Dia tahu Adam telah bekerja keras untuk dapat menyenangkannya. Dia bertekad tak akan banyak menuntut lagi. Namun, mampukah dia? Belum satu minggu dia jalani, tapi dirinya sudah seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status