Home / Romansa / DUDA KHILAF / 11. MAJU ATAU MUNDUR?

Share

11. MAJU ATAU MUNDUR?

Author: Herofah
last update Last Updated: 2022-03-29 16:53:29

"Halo, Wil?" ucap seorang lelaki di seberang. Dia baru saja menghubungi sahabat satu fakultasnya di Jogya yang bernama Wildan.

"Ya, ada apa?" tanya Wildan yang saat itu baru saja memparkirkan kendaraannya di depan restoran seafood tempat sang kekasih bekerja.

"Lo di mana? Clubbing yuk?"

"Sorry Yan, gue nggak bisa. Gue mau jemput Isna," jawab Wildan.

Lelaki bernama Aryan yang menelepon Wildan tampak mengesah. Sebelah tangannya mengepal dengan ekspresi bengis yang nampak di wajah tampannya. "Gue kirain lo udah putus sama cewek itu?" ucapnya sinis.

"Putus? Putus gimana? Hubungan gue sama Isna baik-baik aja kali," ujar Wildan santai. Dia membuka pintu mobil untuk menunggu kedatangan Isna.

Saat itu Aryan tidak berbicara apapun lagi dan langsung memutus sambungan teleponnya dengan Wildan, membuat lelaki berkemeja biru itu terheran-heran dengan tingkah sahabatnya.

Palingan juga abis berantem lagi sama bokapnya!

Gumam Wildan dalam hati.

Wildan dan Aryan sudah saling mengenal saat mereka SD.

Awalnya, Wildan adalah kakak kelas Aryan. Usia mereka terpaut 5 Tahun.

Otak Aryan yang kelewat encer membuatnya mampu meloncat hingga 5 tingkatan kelas setelah mengikuti beberapa kali ujian.

Alhasil, kedua lelaki itu pun sejajar dalam jenjang pendidikan mereka hingga mereka kini masuk perguruan tinggi.

Sikap Wildan yang dewasa dan lebih sering mengalah membuat Aryan merasa nyaman bersahabat dengan Wildan. Meski terkadang Aryan seringkali diliputi rasa iri akan kelebihan Wildan dalam bergaul.

Di universitas tempat mereka mengemban pendidikan saat ini, Wildan bahkan lebih banyak memiliki teman dekat dibanding Aryan yang pendiam dan sangat introvert.

Bahkan bukan hanya masalah pergaulan sesama jenis, namun masalah asmara pun Aryan selalu jauh ketinggalan dengan Wildan.

Sejauh dirinya hidup, Aryan belum pernah menjalani hubungan percintaan dengan siapapun.

Hidup sejak kecil tanpa mendapat kasih sayang dari seorang Ibu membuat Aryan tumbuh menjadi sosok yang anti sosial dan dingin terhadap perempuan.

Terlebih dengan kesibukan Malik yang kerap bekerja keluar kota membuat hubungan antara Ayah dan anak itu kurang dekat.

Aryan larut dalam kesendiriannya dan dalam angan-angan indah akan sesuatu yang dia rasakan terhadap seseorang.

Seseorang yang selama ini begitu dia kagumi, secara diam-diam.

*****

Pekerjaan Malik hari ini tidak banyak.

Sore hari dia sudah free dan bisa melakukan aktifitas lain dengan bebas.

Tadi di lokasi syuting Malik mendapat begitu banyak buah tangan berupa makanan khas daerah Bandung dari salah seorang fansnya. Karena jumlahnya yang sangat banyak dan tak mungkin habis dia makan sendirian, Malik berinisiatif untuk memberikan sebagian makanan itu pada keluarga Isna.

Kebetulan saat dirinya mengobrol dengan Ayah Isna beberapa hari lalu, lelaki paruh baya itu sempat mengatakan bahwa dirinya berasal dari Bandung. Siapa tahu beliau suka dengan buah tangan yang dibawa Malik.

Karena arah jalan yang dituju Malik melewati daerah sekitar tempat kerja Isna, jadilah Malik berinisiatif untuk menjemput Isna lebih dulu baru dia mampir ke kediaman Isna.

Lelaki itu melirik jam tangan di tangan kanannya dan kebetulan ini memang jam-jamnya Isna pulang bekerja, semoga saja restoran itu tidak ramai.

Setelah memparkirkan mobilnya di lahan parkir resto, Malik keluar hendak merokok.

Saat sedang asik merokok, Malik dikejutkan dengan suara sapaan seseorang dari arah belakang.

"Om Malik?"

Malik mendongak dan mendapati Wildan, sahabat anaknya berdiri di belakangnya.

"Wildan? Hai, apa kabar?" sapa Malik yang langsung menyambut uluran tangan pemuda yang sudah seperti anaknya itu.

"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Malik.

"Baik Om,"

Malik membuang puntung rokoknya. "Kamu mau pulang?" Tanya Malik yang berpikir Wildan adalah pengunjung resto.

"Oh, aku lagi nunggu pacarku, dia kerja di sini," jawab Wildan apa adanya.

Malik hanya manggut-manggut dengan senyuman lebar mempesonanya.

"Om sendiri, ngapain di sini malam-malam? Mau makan?" tanya Wildan kemudian.

Malik jadi salah tingkah. Berasa seperti ABG, jika dia pun menjawab kalau dia sedang menunggu seorang perempuan terlebih dengan usia si perempuan yang terpaut jauh dengannya.

Namun, tak ada pilihan, Malik pun menjawab apa adanya juga.

"Menunggu teman, kebetulan dia juga bekerja di sini."

Wildan menyeringai lebar. "Jangan bilang, kalau teman Om itu calon Mamah barunya Aryan?" goda Wildan yang selama ini memang sangat dekat dengan Malik. Hubungan keduanya bahkan lebih harmonis ketimbang hubungan Malik dengan Aryan. Wildan itu anaknya supel dan enak diajak sharing tentang hal apapun, tidak seperti Aryan yang sensitif.

Malik tertawa digoda Wildan. "Maunya sih begitu Wil, cuma cewek satu ini agak susah ditaklukkan," bisik Malik dengan kekehan kecil.

"Hm, cowok sekelas Om Malik masa nggak bisa naklukin cewek? Nggak percaya aku."

"Nah makanya inikan Om lagi berusaha PDKT dulu."

"Oke deh Om, semoga berhasil ya? Fighting!" Wildan mengacungkan sebelah tangannya ke atas tanda memberi semangat pada Malik.

Malik menepuk bahu Wildan dan keduanya kembali larut dalam percakapan santai hingga restoran tutup dan satu persatu karyawan yang bekerja di sana pun pulang.

Seorang wanita berkaos pink dengan celana jeans sobeknya tengah berjalan ke arah parkiran saat dia melihat kendaraan sang kekasih terparkir di sana.

Isna celingukan saat kini dirinya sudah berdiri tepat di samping mobil Wildan, tapi sang kekasih tak ada di sana.

Alhasil Isna pun memutuskan untuk menunggu. Mungkin jika dia punya ponsel dia akan langsung menghubungi Wildan sayangnya dia tidak punya.

"Sayang."

Isna terperanjat kaget saat bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang.

Ternyata itu Wildan.

"Kamu dari mana aja sih?" tanya Isna.

"Aku dari toilet, terus tadi ngobrol sebentar di warung kopi depan sama Papahnya sahabatku. Habis kamu lama banget,"

Isna hanya diam. Wajahnya tampak ditekuk.

"Kok cemberut? Ada masalah?" tanya Wildan kemudian.

"Aku dipecat!" ucap Isna yang sekuat tenaga berusaha menahan linangan air matanya agar tidak terjatuh.

"Kenapa dipecat?" tanya Wildan dengan ekspresi kaget.

"Pengurangan karyawan."

Wildan mengesah. Dia menarik tubuh Isna mendekat dan memeluknya.

Isna menangis sesenggukan di balik bahu Wildan.

"Gimana aku bisa bayar hutang dan lunasi biaya sekolah Hasna kalau aku cuma kerja jadi Cleaning Service di Rumah sakit?" ucap Isna dalam isak tangisnya.

"Sabar ya, lagian kamu sih, aku tawarin kerja di perusahaan Papaku nggak mau."

Isna melepas pelukan Wildan, dia menatap Wildan lekat. Tak ada yang aneh dengan semua sikap Wildan. Lelaki ini tetap baik, perhatian dan terlihat sangat sayang pada Isna, hanya saja jika ingatan Isna sudah kembali pada rekaman Video syur itu, mendadak ada sesuatu yang meletup dan menggelegak dari dalam sudut hatinya.

"Kalau aku bekerja di sana, aku takut buat Papa kamu jadi malu."

"Hei, kamu kenal Papaku kan? Dia orangnya santai. Justru dia yang menawarkan pekerjaan itu ke kamu. Kamu bisa bekerja di bagian HRD, nanti ada tim yang mengajarkan kamu, gimana? Mau ya?"

Isna terdiam cukup lama hingga setelahnya dia pun mengangguk. Tak punya pilihan. Keadaannya saat ini benar-benar terjepit dan Isna harus tetap bekerja untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah yang lebih banyak.

Wildan tersenyum lebar. "Kalau udah bekerja di Kantor Papaku, kamu nggak perlu bekerja jadi cleaning service lagi di rumah sakit."

Isna mengangguk paham.

"Yaudah, aku anter pulang sekarang ya? Apa mau jalan-jalan dulu?"

"Terserah kamu aja,"

"Kita jalan-jalan dulu ya? Kamu udah makan belum?" Wildan menarik jemari Isna mengajaknya memasuki mobil.

"Belum sih."

Saat itu, Wildan sempat mencari keberadaan Om Malik yang tidak kunjung kembali dari toilet.

Padahal kendaraan lelaki itu masih ada di parkiran resto.

Wildan mengedikkan bahu dan langsung memasuki mobilnya. Biar saja dia akan berpamitan melalui ponsel. Siapa tau, Om Malik kini sudah bersama wanita yang dia tunggu.

Sepeninggal kendaraan Wildan, Malik keluar dari lokasi persembunyiannya.

Melihat Wildan bersama Isna, Malik pun mengerti bahwa ternyata Isna adalah kekasih Wildan, sahabat dari anaknya sendiri.

Malik mengesah dan memijat pangkal hidungnya. Semua masalah jadi semakin rumit baginya.

Bagaimana mungkin wanita yang telah dia perkosa kini menjelma sebagai kekasih dari sahabat Aryan?

Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Haruskah dia tetap melanjutkan niatannya untuk mendapatkan Isna.

Atau...

Dia harus mundur?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA KHILAF   24. KETAKUTAN VANESSA

    "Mahessa mau ajak Wildan untuk bertukar pasangan malam ini dan dia bilang kalau kamu sudah menyetujuinya, benar begitu Nil?" tanya Vanessa yang langsung mengkonfirmasi ucapan Mahessa padanya tadi pagi setelah dia mendapat kesempatan untuk berbincang secara empat mata dengan Vanilla.Saat itu, sepasang wanita kembar tersebut sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz.Vanilla yang sedang menyesap cokelat panasnya seketika terbatuk mendengar ucapan Vanessa.Buru-buru dia meraih tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang terkena coklat."Aku nggak salah dengerkan? Bertukar pasangan?" ucap Vanilla yang malah tertawa seolah apa yang diucapkan Vanessa hanyalah lelucon."Iya," jawab Vanessa mengangguk cepat.Lagi, Vanilla malah tertawa. "Kamu kenapa sih Nes? Dari kemarin kok ngomongnya ngaco terus?"Seketika kerutan di kening Vanessa menjelas. "Ngaco bagaimana?" tanyanya bingung. Tak habis pikir dengan sikap santai Vanilla yang kelihatan begitu tenang. Padahal jelas-jelas, Van

  • DUDA KHILAF   23. PROMISE

    "Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu maukan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan membe

  • DUDA KHILAF   22. KEBOHONGAN

    Hari sudah hampir tengah malam, tapi Mahessa belum juga pulang.Entah kenapa, kekhawatiran menggelayuti benak Vanessa saat itu, bahkan saat dia menanyakan keberadaan Mahessa pada supir pribadi lelaki itu, tapi Pieter mengatakan bahwa sejak sore tadi, majikannya itu sama sekali tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, jadi, dia tidak tahu menahu di mana Mahessa berada saat ini."Kamu belum tidur, Nessa?" sapa Wildan yang kebetulan berpapasan dengan Vanessa di tangga.Saat itu, Wildan hendak ke dapur untuk membuatkan Vanilla susu.Vanessa tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya pelan."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu bilang hari ini sangat melelahkan? Apa kamu sakit?" tanya Wildan lagi.Belum sempat Vanessa menjawab, Pieter datang tergesa dari arah luar memasuki rumah besar itu.Langkah lelaki berkumis tipis itu berhenti tepat di bawah tangga."Nona Vanessa, saya baru saja mendapat telepon dari pemilik salah satu Club malam di Zurich, katanya, Tuan Mahess

  • DUDA KHILAF   21. JARAK ANTARA CINTA DAN BENCI

    Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu puas berkeliling kota Zurich.Di pagi hari, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak di ujung timur Danau Zurich. Sebutan tersebut disematkan lantaran kebun-kebun publik di sana memiliki lebih dari lima belas ribu bunga mawar.Dari jumlah tersebut, sebanyak enam ratus jenis bunga mawar dapat mereka temui di sepanjang jalan kota tua abad pertengahan tersebut.Terakhir, Vanilla mengajak Wildan, untuk menaiki Tuk tuk.Tuk tuk merupakan transportasi sejenis bajaj yang kerap terlihat di Thailand.Selama berada di Zurich, para wisatawan as

  • DUDA KHILAF   20. SEBUAH RENCANA

    Wildan terbangun saat sorot matahari sudah terang benderang.Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela yang terbuka dan mengayun-ayun tirai putih tipis yang menghalanginya.Suara gemericik air dari aliran sungai Geneva terdengar samar.Menatap ke sekeliling, kening lelaki berpiyama abu-abu itu seketika mengernyit.Kenapa aku ada di sini?Pikir Wildan membatin saat menyadari keberadaannya di dalam kamar pribadinya bersama Vanilla.Wildan meremas kepalanya sekilas, mencoba mengais kembali ingatan tadi malam.Sialnya, Wildan tak mengingat apapun kecuali dirinya yang mendengar suara Mahessa berbicara untuk pertama kalinya dengan Vanilla di kebun belakang itu."Sebenarnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa Vi yang asli adalah Vanessa, bukan kamu."Ya, hanya sederet kalimat itulah yang berhasil Wildan ingat, karena setelahnya, yang dia ketahui, dia merasa seperti ada seseorang yang membekapnya dari arah belakang hingga membuatnya tak sadarkan diri.Apa mungkin dia berhalusinasi?Tapi rasanya ti

  • DUDA KHILAF   19. SEBUAH PENGAKUAN

    Malam itu, akhirnya Vanilla menemui Mahessa setelah berembuk cukup lama bersama sang suami.Meski awalnya Wildan melarang keras sang istri untuk pergi, namun, setelah Vanilla memberikan pengertian pada sang suami dan meyakinkan Wildan bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Wildan pun pasrah dan membiarkan sang istri pergi, dengan catatan, Vanilla harus merekam seluruh percakapannya dengan Mahessa di kebun belakang agar Wildan tahu apa yang Mahessa ingin bicarakan dengan istrinya malam ini.Rasa kantuk yang awalnya dirasakan Wildan menguap begitu saja begitu Vanilla sudah keluar dari kamar.Lelaki itu menggeram tertahan sambil menepuk sisi tempat tidur lalu meremas kepala frustasi.Menatap kembali daun pintu kamar, Wildan yang tak mau ambil resiko jika Mahessa akan berbuat hal yang tidak-tidak terhadap Vanilla pun akhirnya memutuskan untuk menguntit kepergian Vanilla dan menguping langsung pembicaraan sang Kakak Ipar dan istrinya itu.Saat itu, Wildan menangkap sosok Mahessa dan Van

  • DUDA KHILAF   18. SEBUAH PESAN

    Setelah seharian ini puas menikmati suasana di dalam mansion mewah milik Mahessa, Vanilla dan Wildan yang baru saja selesai menyantap makan malam bersama dengan Mahessa dan juga Vanessa tampak memasuki kamar pribadi yang disiapkan khusus untuk mereka beristirahat.Sadar ada yang berbeda dari sikap sang suami, begitu dirinya dan Wildan sudah merebahkan diri bersama di tempat tidur, Vanilla pun merangsek memepet tubuh sang suami untuk memeluknya."Wil?" panggil Vanilla ketika Wildan baru saja mematikan lampu nakas."Hm?""Kamu kenapa? Kok seharian ini banyakan diemnya sih? Biasanya juga bawel," tanya Vanilla sambil mengerucutkan bibir.Helaan berat napas Wildan membuktikan bahwa lelaki itu memang sedang dilanda sesuatu yang membebani pikirannya dan hal tersebut jelas membuat Vanilla jadi khawatir."Apa, ini ada sangkut pautnya sama Mahessa?" tanya Vanilla lagi karena Wildan tak juga angkat bicara."Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?" ucap Wildan kemudian.Vanilla sedikit mendongak menat

  • DUDA KHILAF   17. SEANDAINYA SAJA...

    Keesokan harinya, setelah sarapan pagi lalu check out dari hotel tempat mereka singgah, sebuah Limousine mewah sudah menunggu kedatangan dua pasang pengantin baru itu di depan lobi hotel.Tak perlu ditanya lagi siapa pemilik mobil super mewah itu, karena Wildan dan yang lain sudah bisa menebak bahwa Mahessa lah orangnya.Ya, siapa lagi?Toh setelah ini pun mereka akan pergi ke mansion mewah milik Mahessa yang berada tepat di tepi Danau Geneva.Memasuki kendaraan mewah itu, manik hitam Vanilla seolah tak mampu berkedip, saking terkesima dengan apa yang dia lihat di bagian dalam mobil tersebut."Bagus banget mobilnya, Wil!" seru Vanilla berbisik di telinga sang suami. Namun, akibat keheningan di dalam mobil, jadilah bisikan tersebut mampu tertangkap oleh yang lain. Dan hal tersebut sukses membuat Wildan merasa malu."Kamu kan udah sering naik mobil bagus di Jakarta, jangan norak deh!" balas Wildan yang juga jadi berbisik sambil sesekali melempar senyum ke arah Mahessa dan Vanessa di had

  • DUDA KHILAF   16. TERLALU MISTERIUS

    "Kamu tau Nessa? Apa alasan utamaku mengajakmu dan Vanilla ke Switzerland?" ucap Mahessa kemudian.Vanessa tak menjawab karena masih terlalu sesak dengan tangisannya."Karena aku ingin menyelamatkan kalian dari Aro!" lanjut Mahessa lagi, memberitahu.Vanessa menyeka air matanya, menatap Mahessa bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti.Mahessa menghela napas berat seraya menyandarkan kepalanya ke sofa. Memejamkan mata seolah dirinya hendak melepas penat.Hal itu dia lakukan dalam beberapa menit sebelum akhirnya sepasang mata hitam itu kembali terbuka dan menatap ke arah Vanessa yang masih menunggu jawaban atas pertanyaannya."Saat ini, Aro dan komplotannya sedang berada di Indonesia--""APA?" pekik Vanessa dengan wajah yang teramat sangat terkejut. Bahkan belum sempat Mahessa menyelesaikan ucapannya, Vanessa sudah lebih dulu memotongnya.Menatap lekat sosok Vanessa, sebuah senyum miring terbit di wajah Mahessa. "Apa kamu takut?" tanya lelaki itu kemudian.Perasaan was-was kian m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status