Menyesal juga percuma. Semua sudah terlambat dan tak ada yang bisa dilakukan Satria selain meminta kepada Sang Pencipta agar Salsa diberi kekuatan dan kesembuhan.
Haya melihat suaminya yang banyak diam hari ini, biasanya ia selalu saja cerewet menanyakan ini dan itu, tetapi sampai magrib menjelang, Satria hanya berbincang seperlunya dengan dirinya. Apa yang terjadi pada suaminya? Apa ada kaitannya dengan Ramlan yang beberapa kali menelepon suaminya?
Ponsel Satria yang sedang diisi daya, tengah tergeletak di meja dekat brangkarnya. Rasa penasaran membuat Haya memberanikan diri untuk membuka ponsel suaminya. Kode akses membuka ponsel pun sudah ia hapal, sehingga dengan mudah ia membuka perangkat itu.
Matanya naik turun menjelajah pesan masuk terutama dari Ramlan. Tak ada nama Ramlan di sana, tetapi di kontak panggilan tertera nama temannya. Apa yang terjadi? Kenapa suaminya menghapus pesan dari Ramlan? Apa ada yang disembunyikan? Apa suaminya ten
Satria pulang ke rumah pukul sebelas malam. Ia sengaja pulang paling terakhir bukan karena pekerjaan yang banyak, tetapi karena ingin menenangkan pikirannya. Seorang karyawan yang sudah ia anggap suadara sendiri, harus pergi dari bengkelnya hanya karena salah paham. Jika saja Haya tidak cemburu dan menganggap Salsa adalah hanya bagian dari masa lalu suaminya ini, tentu tidak akan begini jalan ceritanya.Satria masuk ke dalam rumah dengan motornya. Lalu ia mengunci pintu kembali dengan perlahan. Ia tidak mau kepulangannya membangunkan ibunya dan juga Haya yang sudah terlelap.Satria tak lantas masuk ke dalam kamar. Ia membuka baju kausnya untuk menghilangkan rasa gerah dan keringat. Satria duduk di sofa depan televisi sambil memainkan gadgetnya. Semua kontak ia periksa, maksud hati ini melihat bagaimana keadaan Salsa yang sebenarnya. Jujur di hati kecilnya masih tersisa sedikit rasa khawatir. Bukan karena ia menyukai Salsa, tetapi lebih pada rasa empati.&nbs
Satria berteriak meminta tolong saat Haya merasakan napas yang sesak. Pundak istrinya turun naik dengan cepat, serta wajah kaku karena hanya sedikit sekali mampu menyerap oksigen."Ada apa, Satria?" tanya salah satu warga yang datang menghampiri Satria di depan rumahnya."Pak Slamet, tolong saya, Pak, istri saya sesek napas, saya mau membawanya ke rumah sakit," jawab Satria panik."Bu Mae mana? Itu ambulan masih parkir," tunjuk si Bapak di halaman rumah Satria."Ibu ke pasar, gak bawa HP juga, ketinggalan HP-nya," jawab Satria tak sabar."Wah, pagi gini orang semua pada repot, Sat, kamu bawa aja istri kamu ke rumah sakit, kunci ambulan ada'kan?" Satria mengangguk cepat. Kenapa ia baru sadar bisa membawa istrinya sendiri ke rumah sakit? Lalu Samudra? Balita itu masih tertidur."Samudra saya titip siapa ya?""Tuh, Mak Piah lagi jemur giginya! Eh, maksud saya lagi jemur cucian. Titip Mak Piah aja, nanti juga ibu kamu pu
Satria sudah berada di bengkel utamanya; peninggalan almarhum ayahnya yang telah habis dilahap si Jago merah. Bukan hanya bengkelnya, tetapi juga tiga ruko di samping kanan dan kirinya, serta satu rumah warga. Tidak ditemukan adanya korsleting listrik setelah dicek oleh petugas. Pihak berwajib masih menyelediki penyebab utama kebakaran.Lelaki itu terduduk lemas dengan lima orang stafnya yang lain. Tak ada yang bisa diselamatkan dan tersisa dari bengkelnya. Semua hangus terbakar. Ingin sekali ia menangis, tetapi tidak bisa. Air matanya tertahan dengan keadaan hati yang seperti tengah dihantam batu besar.Entah apa yang harus ia katakan pada ibunya perihal ludesnya usaha utama keluarganya. Ia berharap ibunya tidak sakit dan syok mendengar kemalangan mereka saat ini."Jadi bagaimana, Bos?" tanya Sapto pada Satria."Gue bingung, To. Maaf ya teman-teman, kalian terpaksa saya rumahkan dulu, sampai saya dapat lokasi bengkel baru atau, mu
Mendengar nama Satria yang disebut istrinya, tentu saja membuat Fajar berang. Lelaki itu berhasil dikuasai oleh setan, sehingga kini ia berusaha untuk menanggalkan pakaian tidur Salsa. Wanita itu tidak melawan, ia hanya diam saja walau tubuhnya tersentak ke sana-kemari karena perbuatan suaminya."Berani sekali kamu menyebut nama pria lain di depan suamimu? Heh? Kamu belum tahu kalau aku marah seperti apa?!"SrekSrekBaju piyama Salsa berhasil dirobek oleh Fajar. Lelaki itu melemparkan bagian atas piyama ke lantai dengan kasar. Matanya membulat sempurna saat melihat tubuh mulus Salsa yang sangat sempurna. Payuda*Anya padat berisi di balik bra yang tidak memakai busa itu. Tanpa busa pun, payuda*a Salsa sudah sangat menggodanya.Fajar semakin kalap, ia mendorong tubuh Salsa hingga terhentak di ranjang. Ia paksa kedua kaki istrinya untuk lurus dan dengan tak sabarnya, Fajar menarik celana panjang itu dengan kuat. Salsa pun kini hanya memakai
Satria merasa perlu merenung sejenak sebelum ia mengatakan hal yang sebenarnya pada ibunya. Lelaki itu duduk di warung kopi sambil mengisap rokok. Sudah dua jam Satria di sana dan tidak ingin beranjak. Kopi sudah berganti dengan gelas yang lain, tetapi ia belum juga menemukan cara yang tepat untuk menceritakan pada ibunya. Satria tak sanggup jika ibunya harus ikut-ikutan sakit memikirkan usaha yang dirintis suami tercintanya hangus terbakar."Bang, tambah kopi lagi," ujar Satria pada penjaga warung."Oke," jawab pemuda itu dengan senyuman. Tentu saja ia senang jika ada pelanggan yang nambah bergelas-gelas kopi di warungnya.Satria bahkan sudah menghabiskan satu bungkus rokok untuk menenangkan pikirannya, tetapi ia belum juga menemukan jalan keluar. Pikirannya buntu dan tidak tahu harus berbuat apa. Membayangkan bagaimana reaksi ibunya nanti membuat dirinya tak sanggup berpikir.Satria mengambil ponselnya. Sudah jam sepuluh malam dan ia t
Satria terpaksa melarikan ibunya ke rumah sakit akibat serangan jantung. Penyakit lama yang sudah tidak pernah kambuh, kini kembali menyerang ibunya tercinta setelah mendengar kabar usaha almarhum suaminya ludes terbakar.Lagi-lagi Samudra dititipkan di Mak Piah karena Bu Fitri sedang pulang kampung. Satria tidak punya pilihan lain, selain menitipkan anak sambungnya di sana. Dengan menggunakan mobil yang sudah lama berdiam diri di garasi, Toyota Vellfire putih, Satria membawa ibunya ke rumah sakit.Syukurlah Bu Mae ditangani dengan cepat karena Satria membawanya ke rumah sakit terdekat. Beda dengan rumah Sakit Haya yang jaraknya cukup jauh dari rumah.Bep! Bep!Ponselnya berdering dan kontak istrinya yang muncul di sana.["Halo, assalamualaikum."]["Bang, ke mana? Kok belum ke rumah sakit? Saya takut sendirian tidur di sini. Kalau saya disuntik mati sama orang jahat gimana? Abang kapan datang?"]["Haya, maafin Abang,
Mak Piah menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga sambil duduk di kursi ruang tamu. Satria yang tadi sempat datang, sudah menghilang, tetapi motornya masih parkir di depan rumahnya. Wanita tua itu yakin Satria pasti akan kembali untuk melihat Samudra. Ini kesempatan yang tepat untuknya mengambil kesempatan.Mak Piah memandang gelas air minum yang sudah ia bubuhi obat perangsang. Gelas itu akan ia berikan pada Satria saat pemuda itu bertamu nanti. Ia sudah meletakkan gelas itu persis di depannya agar ia hapal mana gelas bagiannya mana gelas bagian Satria.Tok! Tok!"Mak, buka pintunya!" seru Pak RT dari depan pintu. Mak Piah bangun dari duduknya, lalu menyambar sweeter yang ada di kursi. Ia harus menutupi kulit keriput di bawah ketiaknya saat panggilan di depan sana bukanlah suara Satria.Cklek"Eh, ada apa ini lame-lame?" tanya Mak Piah terheran melihat ada lima orang dewas
Satria yang terlalu asik bermain bersama Samudra di kamarnya, tidak tahu menahu bahwa Mak Piah baru saja dilarikan ke rumah sakit. Riuh-ramai dari halaman rumah Mak Piah sama sekali tidak terdengar oleh lelaki itu karena sambil menemani Samudra main, ia menyetel musik.Semua yang ia lalui sebulan belakangan ini benar-benar menguras emosi, tenaga, pikiran, serta tabungannya. Ia perlu santai sejenak sambil memikirkan ucapan Mak Piah tentang kutukan yang mengikutinya.Tok! Tok!Suara ketukan di jendela kamarnya membuat Satria tersentak dari lamunannya. Samudra sibuk dengan mainan bunyi-bunyian yang sengaja ia tebar di atas tempat tidur.Tok! Tok!"Ya, sebentar!" kata Satria yang bergerak cepat turun dari tempat tidur sambil menggendong Samudra."Eh, Pak RT, ada apa, Pak?""Wah, gawat Mas Satria, begini, Mak Piah ditemukan tidak sadarkan diri di kamar mandi de