"Sebentar, saya cari informasi dulu." "Cepatlah jangan sampai aku terlambat!" Nicholas meraih kunci mobil lalu berlari keluar kamar. "Kamu mau kemana Nik? Jangan bilang kamu mau menemui Alissa lagi. Kalau sampai itu terjadi mama tidak akan pernah memaafkanmu lagi." Melati berdiri dari duduknya lalu berjalan ke arah Nicholas. Untuk sesaat Nicholas terdiam memandangi wajah mamanya, namun kemudian, ingatannya kembali pada Alissa. Dia tidak ingin kehilangan jejak Alissa, terlebih bayi di dalam kandungan wanita itu bisa saja merupakan benihnya. "Nicholas pergi dulu Ma, ada sesuatu yang genting." Tanpa mau mendengarkan tanggapan dari mamanya Nicholas kembali berlari menuju mobil. Saat pria itu baru duduk di depan kemudi ponselnya berdering. Ternyata dari anak buahnya tadi yang memberitahukan bahwa Alissa sudah berada di terminal dan hendak masuk ke dalam bus. "Tahan dia, jangan sampai pergi sebelum aku datang!" Nicholas langsung tancap gas. Tak peduli banyak orang di jalanan yang m
Nicholas menatap wajah Alissa dan perut wanita itu secara bergantian. pria itu terlihat menarik nafas panjang dan dalam sebelum akhirnya mengambil keputusan. "Tidak masalah, jika aku mengingat hal itu, aku akan mengingat bahwa anak itu adalah anak dari wanita yang paling aku cintai." "Tuan tolong hentikan cinta Tuan itu, rasa itu tidak pada tempatnya. Lihat sekeliling Tuan banyak wanita yang mengincar Tuan tapi karena Tuan terlalu fokus padaku Tuan tidak bisa melihat harapan di mata mereka." "Sudah kucoba tapi aku tidak bisa." "Tapi Tuan, saya tidak pantas untuk Tuan." "Hanya aku yang bisa menilai siapa yang pantas dan tidak pantas." Nicholas menggenggam tangan Alissa. "Tolong berikan aku kesempatan untuk hidup bersamamu." Alissa memejamkan mata, dadanya terasa begitu terhimpit. Saat itu wajah Melati terbayang di pelupuk. Suaranya yang seakan menusuk di telinga menambah sesak dalam dada hingga wanita itu hampir tidak bisa bernafas. "Tidak aku tidak mungkin bersamamu Tuan,"
Perjalanan Alissa sudah jauh meninggalkan kota tempat tinggalnya, tadi ketika sampai di terminal berikutnya ia turun dan masuk ke dalam bus lain. Kini saat turun ia bingung akan melangkahkan kakinya kemana. Alissa menyeret langkah keluar dari terminal, menatap gedung-gedung di sekitar dengan perasaan hampa. Tubuhnya memang ada di tempat itu, tetapi hatinya entah tertinggal dimana. Chit! "Awas!" Seorang pengemudi berteriak ketika hampir saja Alissa tertabrak mobil yang dikendarainya. Alissa terkejut dan segera menyingkir. Ia yang syok langsung mengusap dadanya. "Kalau jalan jangan melamun Mbak, bahaya!" seru pengemudi itu sambil kembali menghidupkan mesin mobilnya. "Maaf Mas!" seru Alissa sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada. Pengemudi hanya mengangguk lalu kembali mengendarai mobilnya di jalanan. Alissa menatap ke samping jalan, dia melihat ada sebuah kantor yang berdiri di sana, meskipun tidak semegah perusahaan milik orang tua Virgo Alissa berharap bisa bekerja
Alissa berjalan gontai meninggalkan perusahaan tadi. Susah payah ia membangunkan semangatnya yang hampir patah. "Harus, aku harus semangat demi anakku. Masa hanya satu kali ditolak sudah merasa gagal?" Alissa memantapkan diri, hari itu juga ia lanjut mencari pekerjaan lain. "Hufft!" Alissa menghela nafas panjang lalu melanjutkan langkah. Beberapa perusahaan sedang maupun kecil sudah ia masuki, tetapi tidak ada satupun yang menerima dirinya. Alasannya sudah pasti karena tidak membutuhkan karyawan baru padahal tidak semuanya benar. Ada beberapa yang merasa tidak bisa menerima Alissa karena citra buruk wanita itu dengan Nicholas. Alissa menyadari betapa sulitnya mencari pekerjaan di zaman sekarang. Ia menyeka keringatnya lalu berteduh dari rasa panas di emperan toko. Hari sudah sore ketika dia memutuskan untuk kembali ke tempat tinggalnya. Ia yang kelelahan seharian berkeliling mencari pekerjaan tidak langsung masuk kamar melainkan berbaring dulu di kursi panjang terbuat dari kayu
"Aku." Pria yang bersama dengan Alissa berjalan ke sisi wanita yang melayangkan protes tadi. "Kita butuh karyawan tambahan," lanjut si pria sambil menggenggam tangan wanita di depannya lalu menciumnya dengan lembut. "Kamu tahu siapa wanita yang ingin kamu pekerjakan itu, Mas?" tanya si wanita sambil melirik Alissa tidak suka. Mendapatkan tatapan semacam itu Alisa langsung menunduk dan meremas kedua tangan. perasaannya mendadak tidak enak, pasti ada sesuatu yang membuat wanita tersebut tidak suka pada dirinya. Namun apa? Alissa merasa tidak pernah melakukan kesalahan apapun pada wanita tersebut. "Memangnya dia siapa? Ah saya tidak peduli siapa dia yang terpenting pekerjaan kita ada yang menangani daripada kelabakan melayani pelanggan yang banyak dari tadi pagi, aku lelah Sayang jika kita harus turun tangan sendiri." "Tapi Mas dia ini wanita yang lagi viral di medsos. Bagaimana kalau kafe kita tercemar hanya karena menerima dia bekerja disini?" Alissa baru paham kenapa wanita
"A ... ku tidak melihat apapun." Meskipun suaranya bergetar Alissa berusaha bersifat tenang. "Mau kamu melihat ataupun tidak, kamu hanya perlu menutup mulut!" perintah atasannya dan Alissa mengangguk cepat. Kedatangannya kafe pria itu hanya ingin mengais rezeki bukan untukku menambah masalah. "Bagus kalau kamu paham," ujar pria itu lagi sedangkan si wanitanya hanya duduk dengan tenang seolah tidak perlu ada yang ia khawatirkan. Melirik rekan kerjanya itu Alissa menahan kegeramannya. "Anteng banget ya Allah seolah dia tidak merasa bersalah telah menganggu rumah tangga orang. Mana istrinya lagi hamil lagi." Alissa langsung menunduk dan mengelusnya perutnya. "Meskipun kehadiranmu ada karena sebuah kesalahan, tetapi mama yakin papamu tidak bejat seperti pria di depan," batin Alissa, seolah bicara dari dengan bayinya dalam kandungan dari hati ke hati. Alissa pernah berpikir Nicholas adalah pria yang tidak benar, tetapi setelah tahu bahwa sebenarnya pria itu belum memiliki pendamping
"Mas, kau kembali?" tanya Alissa saat samar-samar matanya menangkap sosok pria dengan langkah terhuyung mendekat ke arahnya. Bau alkohol menguar dan tercium begitu tajam. Dalam gelapnya kamar mereka, Alissa merasa bahwa suaminya habis minum-minum dan mabuk. "Kau mabuk lagi!" Alissa mendesah kasar dan turun dari ranjang. Saat ia menyentuh tubuh pria itu, pria tersebut langsung menggendong tubuh Alissa dan membawanya ke atas ranjang. "Mas–" Alissa ingin memberontak, karena melihat keadaan sang suami yang tengah mabuk, tentu saja Alissa tidak ingin melakukan hal itu ketika suaminya tidak sadar. Suaminya bahkan tidak berbicara sepatah kata pun, ia langsung membungkam mulut Alissa dengan bibirnya hingga Alissa tidak dapat bicara lagi. Alissa mencoba mendorong sedikit tubuh suaminya karena ia kehabisan pasokan oksigen. Namun, sepertinya sang suami sudah tidak sabar. Dengan gerakan cepat kembali meraih bibir Alissa. Alissa yang sudah terbuai ikut saja permainannya tanpa penolakan lagi.
"Siapa yang tidak mengenalmu, mahasiswi primadona di kampus Arga Nusantara." "Hanya itu?" Alissa tersenyum miris. "Cewek yang sok jual mahal, nyatanya–" "Cukup Tuan! Anda tidak boleh merendahkanku hanya karena kejadian semalam. Anda keterlaluan!" Dada Alissa bergumuruh, air matanya hampir lolos. Ia berbalik, berlari keluar ruangan menuju pintu lift. Di dalam lift yang sepi tangisnya tumpah. Setelah pintu lift terbuka Ia bahkan berjalan pelan menuju ruangannya tanpa tenaga. "Kau tidak apa-apa?" tanya Silvi, teman satu devisi dengannya. Alissa menyeka air mata yang menetes di pipi. Baginya ucapan Nicholas sangatlah kurang ajar. Setelah seenaknya masuk kamar semalam dan menyentuh tanpa izin, hari ini pria itu menawarkan dirinya untuk menjadi wanita simpanannya. Alissa merasa Nicholas telah benar-benar menganggap dirinya wanita murahan. "Alissa mengangguk. Pipinya yang putih mulus kini memerah, pun dengan hidungnya. Dia hanya menjawab pertanyaan Silvi dengan anggukan. Tangannya beg