Share

Bab 6. Bimbang

Author: Imamah Nur
last update Last Updated: 2024-03-07 21:14:55

Nicholas hanya bisa menggeleng saat Virgo menarik tangan Alissa secara kasar menuju mobil mereka. Ia ingin menolong, tetapi Tuan Erwin langsung mencegah. "Jangan! Kau akan menambah masalah jika mendekat!" Pria separuh baya itu menggeleng tegas.

"Mas, pelan-pelan kenapa sih?" protes Alissa saat Virgo mendorong tubuhnya dengan kasar hingga kepalanya terbentur ujung sandaran sofa.

"Heh, kau berkata seperti itu setelah membuatku marah?" Virgo mendekatkan wajahnya pada wajah Alissa lalu tersenyum menyeringai. "Sudah kukatakan jangan pernah mendekati laki-laki manapun!"

"Aku tidak mendekati Mas, tapi tidak sengaja berdekatan karena dia menolongku. Lagipula dia itu atasanku dimana memang harus dekat karena kami bekerja di tempat yang sama. Untuk yang tadi kalau tidak ada Tuan Nicholas pasti aku sudah terjatuh tadi."

"Diam! Jangan pernah sebut namanya lagi di hadapanku, aku muak!"

"Sebenarnya ada masalah apa kau dengannya?" Alissa takut kejadian malam sebelumnya saat dia bersama Nicholas sudah diketahui oleh sang suami.

"Masalahnya hanya satu, kau seolah membuat semua orang merasa aku tidak perhatian denganmu dan dia yang pantas menjadi pendampingmu!"

Alissa membelalak, sesaat kemudian kembali membuka suara. "Biarkan saja, jangan dengarkan kata orang yang penting aku–!"

Plak!

Sebuah tamparan melayang dan mendarat di pipi Alissa hingga pipi itu langsung meninggalkan bekas merah di pipi yang satunya. Lengkap sudah pipi kanan kena tampar ibu mertuanya dan pipi kiri oleh suaminya sendiri.

"Arrgh!" Alissa meringis sambil mengusap pelan pipinya.

"Kenapa kamu akhir-akhir ini berubah kasar seperti ini sih, Mas? Kamu seperti bukan Mas Virgo yang aku kenal."

Virgo tidak menjawab, dia membanting pintu mobil hingga menimbulkan bunyi yang keras dan membuat Alissa terlonjak kaget. Setelah itu ia memutar langkah dan duduk di kursi kemudi. Menghidupkan mesin mobil lalu tancap gas sebelum Alissa sempat memasang sabuk pengaman.

Dalam perjalanan pulang, Virgo tak henti-hentinya mengendarai mobil dengan kecepatan penuh sedangkan matanya menatap datar ke depan dengan sorot mata penuh emosi, tak perduli Alissa sampai berteriak minta berhenti dengan air mata yang berderai karena ketakutan. Dahinya sampai beberapa kali terbentur dasboard mobil dan badannya terpental dari tempat duduknya. Alissa hanya bisa pasrah dengan kemarahan Virgo dan memilih menutup wajah dengan kedua tangan agar tidak lagi melihat bagaimana cara berkendara Virgo yang hampir menabrak beberapa pengendara yang lewat di depannya.

Tidak sampai 1 jam mereka sudah sampai di rumah. Setelah mobil memasuki parkiran, pria itu langsung turun dari mobil dan menghempaskan pintu mobilnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru tanpa memperdulikan sang istri yang masih menangis ketakutan di dalam mobil.

Alissa menyukai air mata lalu turun menyusul sang suami masuk ke dalam rumah. Alissa menghampiri Virgo yang duduk di sofa dimana sang suami duduk sambil memijit pelipisnya.

"Mas maafkan aku, aku harap kamu jangan marah lagi. Apapun akan aku lakukan agar kamu tidak seperti ini. Aku takut Mas jika kamu bersikap kasar seperti tadi," ucap Alissa, wajahnya menunduk dengan posisi berdiri di depan suami dengan tangan yang saling meremas dalam kondisi masih gemetar. Alissa masih tidak berani melihat wajah sang suami yang sedari tadi merah padam.

Virgo menghela nafas panjang sebelum akhirnya menatap wajah sang istri dan mendesah.

"Duduklah!" Perintahnya sambil menepuk sofa di samping ia duduk hingga membuat sang istri langsung duduk di dekat suaminya.

"Lain kali jangan ulangi lagi, sikapmu yang membiarkan pria lain menyentuh dirimu membuat aku merasa dipermalukan di depan orang banyak."

Alissa mengangguk masih dengan wajah yang menunduk. Virgo memegang dagu Alissa dan mengangkatnya hingga posisi wajah mereka saling bertatapan. Alissa yang tak kuasa melihat tatapan Virgo akhirnya memejamkan mata.

"Bikinkan makan malam, aku lapar gara-gara belum sempat makan berat di pesta tadi!"

Alissa mengangguk cepat lalu melepaskan pegangan tangan Virgo dan buru-buru pergi ke dapur. Di sana ia langsung membuatkan spaghetti untuk sang suami. Tidak sampai setengah jam Alissa datang dengan sepiring spaghetti dan air putih di tangan. Ia segera meletakkan pada meja di depan Virgo.

"Sudah siap Mas, silahkan dimakan! Aku mau ke kamar dulu untuk mandi dan berganti pakaian," pamit Alissa dan setelah melihat anggukan Virgo ia segera bergegas ke dalam kamar. Meraih handuk dan beranjak ke dalam kamar mandi. Belum sempat ia masuk, matanya lalu berakhir pada kalender yang tergantung di dinding sebelah kamar mandi.

Ia membeku melihat coretan merah di tanggal yang sama dengan sekarang di bulan sebelumnya.

"Harusnya sekarang tanggal aku menstruasi." Pikiran Alissa menjadi kacau kala mengingat dirinya belum datang bulan.

"Bagaimana kalau aku hamil anak Tuan Nicholas?" Pandangannya menatap kosong ke depan. Kalau sampai hal itu terjadi hidupnya pasti kiamat, apalagi Virgo sudah lama tidak memberikan nafkah batin padanya.

"Ya Tuhan semoga nanti atau besok. Bukannya jam menstruasiku memang tidak pasti, ya? Ya, mungkin nanti tengah malam baru datang bulan." Alissa mencoba berpikir positif agar dirinya tidak semakin parno sendiri.

Alissa langsung masuk ke dalam kamar mandi, melepaskan gaunnya yang basah lalu mengguyur tubuh dengan air dari shower. Berharap setelah ini pikirannya ikut adem seiring sentuhan lembut air yang mengenai tubuhnya. Sayang, saat tetes-tetes air itu menyentuh tubuh, pikirannya malah kembali pada saat-saat dirinya mandi setelah tidur dengan Nicholas.

"Ah pikiran itu! Kenapa selalu menggerogoti otakku? Apa karena dosaku pada Mas Virgo, haruskah aku jujur?" Alissa terdiam sejenak. Kepalanya serasa ingin meledak. Ia langsung menggeleng tatkala mengingat sikap Virgo yang menyeramkan tadi.

"Tidak, Mas Virgo tidak boleh tahu, biarlah ini akan menjadi rahasia seumur hidupku." Alissa menyambar handuk lalu melilitkan pada tubuhnya. Segera ia keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian. Ia mengoleskan sedikit make up lalu kembali ke sisi Virgo.

"Belum habis Mas, apa tidak enak?" Dengan perlahan Alissa duduk. Virgo mengangkat wajah dan memandang sang istri.

"Kau juga belum makan, bukan?" Alissa menggeleng lemah dan Virgo langsung menyuapi Alissa dengan sisa spaghetti di piring.

"Tidak usah Mas, biar Alissa makan roti saja, nant–"

Belum sempat Alissa melanjutkan kalimat penolakannya, Virgo langsung memasukkan garpu berisi spaghetti ke mulut sang istri hingga membuat Alissa terkejut dan tersedak.

"Uhuk-uhuk!" Alissa segera meraih ceret dan menuang air dalam gelas dan meneguknya hingga tandas.

"Kata orang, kalau istri makan sisa suami, maka dia akan menurut pada suaminya."

Penjelasan Virgo membuat Alissa menatap wajah sang suami tidak percaya, lalu mengangguk pasrah. Tak ingin menambah masalah, Alissa pun mengunyah spaghetti yang disuapi suaminya.

"Bagus," ucap Virgo senang karena Alissa menelan makanan sisa darinya. Pria itu menyuapi kembali dan Alissa terus saja menurut meski cara Virgo menyuapi sama sekali tidak ada romantis-romantisnya, bahkan terkesan kasar.

Setelah spaghetti habis, barulah Virgo mengambil gelas berisi air dan minum air putih tanpa ditandaskan isinya. Ia kembali memberikan sisanya pada Alissa.

"Minumlah!"

Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, Alissa hanya menurut keinginan sang suami karena takut dimurkai.

Selesai, Virgo meletakkan gelas bersanding dengan garpu di atas piring juga gelas bekas minum Alissa sendiri.

"Kenapa wajahmu pucat? Apa kau sakit?" Virgo mengusap-usap pipi Alissa dengan jari telunjuknya. Alissa meringis karena sentuhan itu menimbulkan rasa perih. Namun, ia mencoba menahannya.

"Sudah lama ya, kita tidak melakukan hubungan suami istri?"

Wajah Alissa bertambah pucat sebab Virgo menyinggung masalah nafkah batin. Sesuatu yang diharapkan sedari dulu kini tidak lagi akibat kebimbangan yang tercipta. Alissa takut di tubuhnya ada benih Nicholas dan malah bercampur dengan benih Virgo sehingga kalau hamil akan membingungkan anak siapa yang dirinya kandung.

"Tapi bukannya ini justru malah bagus? Mas Virgo akan menganggap ini anaknya terlepas anak ini adalah benihnya atau bukan," batin Alissa. Ia memejamkan mata tatkala Virgo mendekatkan wajah dan mengikis jarak. Saat sedang fokus mencium wajah sang istri, tiba-tiba ponsel Virgo berdering.

"Ah, siapa sih yang ganggu?!" kesal Virgo sambil menyambar ponsel dan berdiri.

"Halo!"

"Halo Mas perutku tiba-tiba kram, ini sakit banget Mas, auw–"

"Aku segera ke sana!" Virgo langsung mematikan sambungan telepon dan pergi begitu saja dengan mengabaikan Alissa. Untuk kali ini Alissa menghela nafas lega dengan kepergian suaminya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 67. End

    "Terima kasih," ucap Nicholas seraya menepuk pundak Aska. "Sama-sama. " Aska tersenyum tulus meskipun hatinya menyimpan kepedihan. "Jaga dia baik-baik, jangan kecewakan lagi," ujar Aska pada Nicholas. "Dan kamu Alissa, kembalilah kepada kebahagiaanmu. Aku senang jika melihatmu bahagia," ucapnya kemudian. Alissa hanya mengangguk lemah tanpa berani melihat wajah Aska. "Sudah sana kasihan pak penghulunya sudah menunggu." Nicholas menyentuh tangan Alissa lalu menggenggamnya. Jantung Alissa berdegup kencang. Nicholas membawa Alissa duduk di depan penghulu. "Aska apa-apaan ini?" Melati tidak terima dan hendak melangkah ke arah Nicholas dengan wajah murka, namun Tuan Barata langsung menggenggam tangan istrinya dan menahan. "Sudah Ma, kasihan putra kita. Mama tidak mau kalau sampai dia depresi, kan? Cobalah terima pilihannya. Hanya Niko yang tahu mana yang baik untuk dirinya. Mama mau seumur hidup anak kita tidak menikah?" Akhirnya Melati mengurungkan diri. "Terlebih apa T

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 66. Ikhlas

    "Tugasmu menjaga Alissa sudah selesai, kembalikan dia padaku!' Nada tegas Nicholas membuat mata Alissa membelalak. Tangannya reflek menutup mulut.Aska memandang Nicholas dengan senyuman sinis. "Sudah sadar Tuan Niko? Kemana saja Anda selama ini? Bukankah aku telah menyerahkannya tapi Anda sendiri yang menolak?" Aska tertawa hambar. "Sekarang sudah terlambat!' Nada suara Aska tak kalah tegas.Nicholas memandang Aska dengan tatapan menusuk. Aska balas menatap tajam seolah tidak ada ketakutan dalam hatinya. Alissa melirik Aska lalu Nicholas kemudian dia menunduk. Kedua tangannya saling terpaut dan meremas satu sama lain."Jadi kau tidak mau patuh?""Aku bukan lagi bawahanmu!"Nicholas mendesah kasar. Dia berjalan cepat ke arah kedua mempelai lalu menarik cepat tangan Alissa. Alissa yang tidak fokus langsung terseret menjauh."Hentikan Niko, kamu jadi perhatian semua orang!" Melati menegur sembari menghampiri putranya. Namun Nicholas sama sekali tidak menghiraukan."Tuan lepasin saya!"

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 65. Hari Pernikahan

    "Aku tidak sakit Pa, Ma." Nicholas selalu menolak tatkala kedua orang tuanya memintanya agar mau diperiksa oleh dokter. "Tapi akhir-akhir ini kamu-" "Ada yang salah denganku?" Nicholas menggeleng. "Tidak ada yang salah dengan diriku Ma, Pa, tapi apa yang ada di sekitarku tampaknya salah." "Apa maksudmu Nik?" Nicholas menggelengkan kepalanya sekali lagi. "Apa Papa dan Mama tidak merahasiakan sesuatu dariku?" Nicholas menatap wajah kedua orang tuanya secara bergantian. Melati terkejut. "Aku tidak mengerti Maksudmu." Entah memang tidak paham atau hanya pura-pura tidak mengerti Melati menatap ke arah lain. Dari dalam jendela suasana hari terlihat cerah. Namun, di hati ketiga orang di dalam rumah tampak suram. "Apa benar Laura itu istriku? Siapa sebenarnya Alissa?" Mata Nicholas memerah. Dia merasa ditipu oleh orang tuanya sendiri. "Ya," jawab Melati datar, ekspresinya pun hambar. "Cukup! Kepalsuan ini jangan diteruskan Ma!" sentak Nicholas. Melati meremas kedua tanganny

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 64. Kilas Kenangan

    "Tuan Nicholas tadi ada yang memberimu surat undangan, saya sudah menaruhnya di atas meja Tuan." Pagi-pagi sekali sekretaris memberitahu Nicholas. Pria itu menatap sekretarisnya tanpa ekspresi lalu mengangguk cepat. "Permisi!" Sang sekretaris menutup pintu dan pergi. Nicholas melihat meja, namun mengabaikan surat undangan yang ditaruh sekretarisnya. Pertama kali yang dia lakukan adalah menyesap kopi panas lalu menghela napas panjang. Merentangkan kedua tangan kemudian larut dalam tumpukan kertas yang membungkus seluruh konsentrasinya. Ketika sampai jam makan siang pria itu masih enggan beranjak dari kursinya. Sekretarisnya mengingatkan untuk makan, tetapi pria itu hanya meminta sekretarisnya untuk membawakan roti. Kesibukannya berlangsung hingga sore. Pada waktu pulang tangannya tidak sengaja menyenggol meja dan kertas undangan jatuh ke lantai. Pada saat itu Nicholas baru menyadari dia telah mengabaikan kertas itu. Nicholas berjongkok dan meraihnya. Pertama kali melihat nama p

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 63. Rasa Ingin Tahu Nicholas

    Aska termenung ketika menerima telepon dari Laura. Wanita itu menyatakan menyerah setelah satu bulan mencoba membantu agar Nicholas mengingat masa lalu bersama Alissa dengan panduan Aska. "Kak Aska! Kak Aska baik-baik saja, kan?" "Oh ya, maaf aku lagi tidak enak badan," ucap Aska berbohong. Laura meminta Aska untuk beristirahat dan jangan terlalu memforsir memikirkan kisah asmara orang lain. "Baiklah sekarang aku harus mengambil keputusan, aku akan menikahi Alissa." Setelah mengatakan kalimat ini Aska langsung mengakhiri panggilan telepon. Laura tercengang, sesaat kemudian bibirnya cemberut. Sungguh ia tidak setuju dengan keputusan Aska. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Solusinya hanya satu yaitu membuat Nicholas kembali pada Alissa, tetapi ia tidak bisa mewujudkan itu. "Apa pria itu tidak tahu aku masih naksir padanya?" lirih Laura seraya menghela napas kasar. "Tuhan! Kenapa Engkau pertemukan kami lagi jika Kak Aska bukan jodohku?" Laura mengacak rambut. Haruskah dia be

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 62. Salah Paham

    Setelah diusir Nicholas dari ruang kerja, Aska keluar dari perusahaan sambil memijit kencing. Dia berpikir seharusnya Nicholas berterima kasih padanya bukan malah marah dan mengusir. Kalau dia tidak memberitahu ini lalu menikahi Alissa, ketika suatu saat Nicholas mengingat semua, apa yang akan terjadi? Aska tidak dapat berpikir dengan jernih hingga ia memutuskan untuk berjalan-jalan di luar. Dia menunggu Nicholas menelepon untuk mengajak pergi ke pertemuan dengan salah satu kliennya hari ini. Sayangnya hingga hari menjelang siang tidak ada panggilan satupun yang masuk ke ponsel Aska. Pria itu hanya bisa menghela napas berat kemudian pulang ke rumah dengan menelan kecewa. "Kak malam ini jadi, kan?" Tepat jam 6 malam Laura menelponnya. "Jadi." Sebenarnya Aska sudah tidak ingin bertemu dengan Laura setelah Nicholas membentak dirinya. Namun, dia juga tidak ingin membuat Laura kecewa kalau tidak menepati janjinya. Dia melirik jam di tangan kemudian menyetir mobil menuju alamat yang La

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status