Kondisi Anton sudah mulai membaik, luka di jari tangannya juga sudah diobati. Lelaki itu siuman setelah hampir 15 menit pingsan. Kara yang tahu bahwa ayahnya sudah bangun, langsung menghampiri Anton dikamarnya. Tentu saja dengan bantuan Kaisar, karena ia kesusahan menuruni tangga. "Aku mau ngomong berdua sama Papah,"ucap Kara pada Kaisar saat mereka berada tepat di depan kamar Anton. Kaisar memapah Kara, gadis itu duduk di kursi samping ranjang Anton. Lalu Kaisar menunggu di luar kamar. "Pah, "Kara menggenggam tangan Anton, mata lelaki itu yang sebelumnya terpejam menjadi terbuka. "Kara minta maaf, "ucap Kara pelan. Anton nampak kebingungan."Untuk apa?"tanya Anton pelan. Suaranya terdengar lemah dan serak. Kara menunduk, tak berani menatap Anton. "Untuk semuanya, ini semua salah Kara."Anton menggelengkan kepalanya lemah, ia tidak ada tenaga sedikitpun. Anton mengusap kepala Kara dengan penuh kasih sayang. "Bukan salahmu,"ucap Anton. Mata Kara berkaca-kaca melihat kondisi Anton
Seperti dugaan Grita, Siska tidak masuk kerja. Kalau dia berangkat pun sudah pasti ia akan menjadi pusat perhatian dan bahan obrolan orang satu kantor. Malu sudah pasti Siska rasakan, aib nya sudah terumbar kemana-mana. Salah seorang teman Siska mengatakan bahwa nomor ponsel gadis itu tidak bisa dihubungi. Siska juga tidak membalas pesan. Ya tentu saja, jika Grita yang berada di posisi Siska ia juga akan melakukan hal yang sama. Bersembunyi seolah hilang ditelan bumi. "Sumpah sih, Ta. Gue masih kaget banget sama Siska,"ucap Luna. Gadis itu menyempatkan diri menghampiri Grita walaupun pekerjaannya belum ia selesaikan. Hanya untuk membicarakan tentang Siska, Luna sangat penasaran sepertinya. "Rumor itu bener berarti,"ucap Grita sambil menatap layar komputer, fokus pada pekerjaannya tanpa melihat kearah Luna sedikitpun. "Iya sih, tapi gue masih penasaran siapa yang nyebarin foto-foto Siska, "ucap Luna. Grita bersikap tenang, menyembunyikan fakta bahwa ialah orang dibalik menyebarnya
"Ada perkembangan?"Dodi mengangguk, ia duduk di sofa sementara Heru berada di kursi kerjanya. Mereka saat ini tengah berada di ruangan kerja Heru di kantor."Sedikit, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali, "ucap Dodi. Ia menghisap rokok lalu menghembuskan asap nya keluar melalui mulutnya. Ia bebas mau merokok di mana pun. "Gadis itu bagaimana? Kita bisa mengandalkannya? "tanya Heru. Dia masih tidak begitu yakin dengan kemampuan Grita. Apa bisa gadis itu mengikuti semua rencana liciknya untuk menghancurkan perusahaan Anton, tempat dimana gadis itu bekerja. "Tentu, aku yakin kau akan puas dengan hasil kerjanya nanti, "ucap Dodi. Heru tak lantas percaya, ia butuh bukti yang bisa membuatnya percaya pada kemampuan gadis itu. Dodi menghembuskan asap rokoknya sebelum melanjutkan berbicara. "Gadis itu ternyata licik juga. Rencananya lumayan bagus, dan ku ikuti saja semua alur rencananya."Heru mengerutkan keningnya heran. Kenapa Dodi malah membiarkan gadis itu memimpin misi ini den
Siska sudah memakai pakaian rapi siap untuk berangkat ke kantor, tapi langkah kakinya tertahan karena melihat banyak sekali pesan di grup kantor. Siska penasaran, apa yang sebenarnya terjadi hingga grup yang semulanya sepi menjadi sangat ramai.Mata Siska terbelalak, ada seseorang yang mengirim foto-foto nya digrup. Foto saat ia tengah berada diclub bersama seorang pria paruh baya. Tak hanya satu foto, melainkan 4 foto sekaligus. Siska membaca pesan-pesan dibawahnya, kebanyakan dari mereka menghujat Siska dan mengatai gadis itu dengan kata-kata yang tidak pantas. Siska malu, sangat malu hingga rasanya ia ingin menangis sekarang. Siska tidak mengelak ataupun membuat klarifikasi, itulah yang membuat orang-orang yakin bahwa perempuan di foto itu memang benar dirinya. Daripada menjelaskan, Siska memilih untuk langsung keluar dari grup obrolan kantor. "BAJINGAN!"Siska membanting ponselnya hingga terjatuh dilantai lalu pecah. Gadis itu mengacak kamar apartementnya sendiri menjadi sangat
Sungguh, Kara sangat bosan sekali sekarang. Tak ada kegiatan selain membaca buku dan memainkan ponselnya. Semua buku yang ada di kamarnya sudah berkali-kali ia baca hingga tamat, lagipula sekarang ia juga sedang malas membaca. Kara ingin melakukan kegiatan lain, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Tapi dengan segala larangan Anton ditambah kakinya yang masih cedera membuat Kara sulit melakukan sesuatu.Kara sedang berada di balkon kamarnya, ia melihat kegiatan orang-orang dari atas. Tak ada hal yang menarik, hanya terlihat Kaisar dan Pak Adi tengah mengobrol layaknya seorang bapak dan anak, sedangkan para pembantu ada di dalam dan belakang rumah. Dari balkon kamarnya Kara bisa melihat pemandangan sekitar, rumah-rumah tetangga yang tidak ia kenal, serta jajaran pohon-pohon besar di tepi jalan. Mata Kara tak sengaja menangkap sebuah tempat, tempat yang sering ia kunjungi dulu bersama Erlan. Sebuah danau."Danau senja," lirih Kara.Kara menamai danau itu dengan nama danau senja, al
Kondisi rumah sedang kacau saat ini, Anton yang tadinya masih terbaring lemah di kasur sekarang sudah bisa bangkit. Ia sedang memarahi para pekerja di rumahnya. Mulai dari para pembantu, Kaisar, Pak Adi dan tukang kebun juga tak luput dari amukannya. Penyebabnya hanya satu, Kara tak ada di rumah.Semua orang baru menyadari jika Kara tak ada didalam rumah setelah 1 jam semenjak kepergian Kara. Pada awalnya Anton meminta salah satu pembantu untuk memanggilkan Kara, tak disangka pembantu itu memberikan jawaban yang tak terduga, Kara tidak ada di kamarnya.Saat itu Anton masih berpikir positif, ia beranggapan mungkin Kara berada di teras,halaman belakang atau mungkin juga ia sedang bersama Kaisar. Pembantu itu lantas mencari Kara dan juga bertanya kepada pekerja yang lain. 20 menit mencari tapi tak membuahkan hasil, bahkan semua orang ikut andil mencari Kara. Tapi hasilnya tetap sama, Kara tidak ditemukan."Bagaimana? Sudah ketemu?"tanya Bi Ina.Kaisar menggeleng. Walaupun sudah berkali-k
"Maaf semuanya."Anton menatap dengan tatapan dingin, ia berjalan mendekat. Suasana hatinya sedang tidak bersahabat, amarah masih menyelimuti dirinya. Kara tahu apa yang dihadapinya sekarang, ia siap dengan segala resiko yang akan ia terima. Ia sudah berani pergi keluar dan melanggar aturan, itu berati ia juga harus berani menghadapi segala resiko."Tau apa kesalahanmu?" tanya Anton dingin. Kara mengangguk pelan sambil menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap Anton. Lelaki itu sedang marah besar dengannya.Dalam hati Anton sebenarnya ia merasa lega karena Kara sudah pulang, tapi ia masih tetap khawatir karena gadis ini pergi tanpa izin dan Kara pulang sendirian. Itu artinya Kara tidak bertemu dengan Kaisar ataupun Pak Adi. "Maaf, Papah."Hening, tak ada jawaban dari Anton. Tiba-tiba tangan Kara ditarik oleh Anton, gadis itu terkejut dengan pergerakannya yang mendadak. Anton membawa Kara masuk kedalam rumah tanpa berkata apapun. Para pembantu yang melihat kejadian itu tidak bis
"Kaisar!"Semua sontak menoleh ke sumber suara. Mengetahui bahwa Anton lah yang memanggil Kaisar, membuat Bi Ina dan Pak Adi terkejut. Mereka sudah tahu apa yang akan Kaisar hadapi sekarang. Pak Adi memegang sebelah pundak Kaisar, "Kau harus siap dengan semuanya, Nak."Kaisar mengangguk, lalu mendekati Anton tanpa rasa takut. Pak Adi dan Bi Ina hanya bisa melihat dari kejauhan, mereka khawatir dengan Kaisar. Pastilah lelaki itu akan dimarahi oleh Anton atau kemungkinan terburuk ia akan dipecat. "Saya sudah memberimu amanah untuk menjaga Kara, tapi kenapa tidak dilakukan?" ucap Anton tegas. Amarahnya sudah sedikit mereda, ia mulai tenang. "Saya sudah melakukan tugas saya, tapi maaf untuk hari ini saya memang sedikit lalai," ucap Kaisar. Ia tahu ini kesalahannya jadi sudah sepatutnya ia meminta maaf. Anton menatap Kaisar dengan tatapan datar, ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana yang ia pakai. "Untung saja anak saya tidak terluka, kalau Kara lecet sedikit saja kau yang