Share

Racun Siap Diluncurkan

"Tidur saja duluan, saya harus urus pekerjaan dulu." 

"Siapa juga yang mau nungguin lo begadang? Jangan macem-macem ya pas gue lagi tidur!" Angel menunjuk Damian sambil melotot. 

"Iya, Sayang. Apa yang tidak buat kamu?" Angel melotot. Dirinya langsung menutupi tubuh dengan selimut membaringkan tubuh ke kiri membelakangi Damian. 

Sungguh Angel belum tidur. Dia benar-benar ingin mencakar, atau bahkan menusuk punggung Damian dari belakang. Sudah beberapa hari di sini, tetapi gerakannya belum juga terlaksana. 

"Kalau kamu belum ngantuk jangan paksain tidur. Mending buatkan kopi untuk saya. Gulanya sedikit saja, saya tidak suka terlalu manis." 

Angel menyibak selimut dengan kasar. Ketahuan juga keresahannya sejak tadi yang tidak kunjung tidur. Dia menyatukan alisnya sambil memajukan bibir. "Ciah, siapa juga yang mau buatin kopi buat lo? Buat sendiri, manja banget. Gue tu ngantuk, tapi lo berisik. Pake segala cara nyetel lagu!" 

"Lagunya enak. Padahal niat saya supaya kamu cepat tidur. Ini lagu kesukaan saya. Mama saya sering menyanyikannya ketika saya susah tidur," jelas Damian. 

"Hellow! Emangnya gue mau tau ya?"

"Saya hanya sekedar kasih tahu hal-hal kecil tentang saya. Siapa tahu kamu akan merindukannya nanti." 

"Lah, ngelantur ke mana-mana. Kerjain di dapur sana gue mau tidur berisik!" usir Angel sambil mengibaskan tangannya.

"Ya sudah. Saya pergi kamu tidur ya. Sudah malam soalnya."

"Ya udah sana ih!" 

***

'Saya sedikit terlambat. Hanya telur mata sapi, semoga Angel suka. Saya kerja dulu cari uang buat keluarga kita. Dimakan ya.' 

Angel merinding, sungguh. Kalimatnya membuat ia mual. Kertas yang sama di sebelah piringnya. Hal sama pula dilakukan Angel. Meremasnya dan membuangnya ke tong sampah. 

"Telur mata sapi ya? Sayangnya gue nggak suka. Sorry kali ini makanan buatan Lo gue buang." Angel membuangnya tanpa hati. Serius, kini nasi dan telurnya sudah masuk ke dalam keranjang sampah. 

"Gue beli di luar aja deh. Bosen juga di sini, nggak ada yang keren!" 

Selepas mandi, Angel bersiap dengan ootd nya. Mengenakan kacamata hitam, dirinya berjalan angkuh melewati keluarga Damian. 

"Angel, mau ke mana?" Itu suara Yura—kakak perempuan Damian yang kini tengah hamil muda. Ya, Angel tahu karena ketika hari pernikahannya, semua orang membicarakan tentang kehamilan Yura. 

"Keluar sebentar." Tidak ada lagi kata yang terucap karena Angel sengaja mempercepat langkahnya. Dia sudah memesan taksi. Tempat yang akan ia pilih restoran yang baru saja buka. Angel melihatnya dari sosial media. Memesan roti goreng dengan seduhan kopi panas. 

Selesai mengisi perutnya, Angel mengambil sesuatu yang ia beli sebelum sampai di restoran. Angel baru saja membeli sebungkus rokok. Iya, gadis itu suka merokok bahkan minum. Ya, ini akibat pergaulan kotor di sana. 

Setidaknya, ia nakal tapi tidak berlagak sok suci. Dia juga tidak akan menjual diri, nakalnya tetap berjalan sesuai aturan hidupnya. 

Mengisapnya perlahan. Mengembuskan asap-asap rokok itu dengan begitu nikmat. Kaki kirinya diangkat di atas kaki kanan. Dengan kacamata, dia benar-benar tidak peduli tatapan banyak orang. 

"Angel. Kamu di sini?" Angel memelankan isapan rokoknya. Dia, menoleh pada suara yang kini amat ia kenali. 

Damian. Dengan setelan jas kantornya, dia berdiri sambil memasukkan tangannya di saku celana. Menatap Angel dengan beda. Tidak ada jawaban dari bibir Angel, membuat Damian kembali membuka suara. 

"Ini rokok?" Tangannya memungut dengan cepat seputung rokok di tangan Angel juga bungkusnya di meja. 

"Lo apa-apaan si?" Angel berdiri. Hendak menggapai rokoknya kembali. Namun, nihil. Damian lebih tinggi darinya. 

"Sejak kapan kamu merokok? Kamu tahu rokok bahaya kan? Saya saja tidak pernah coba-coba," ujar Damian. Suaranya begitu dingin, bahkan senyuman yang membuat Angel ingin mual juga tidak ditunjukkan. 

"Gue ngerokok sebelum sama lo kalik! Cupu banget si nggak pernah ngerokok," ejek Angel. 

"Ini istri bapak?" Angel bersedekap dada. Matanya kini menatap perempuan setelan rapi di samping Damian. Bibirnya tertarik ke atas lantas menjawab dengan angkuh, "Iya gue istrinya? Kenapa? Kaget ya sifat istri bos lo kaya gitu? Santai aja kali, lebay lo berdua!" Angel menarik tas selempangnya. Belum juga pesan makan sudah datang dua manusia yang menghancurkan moodnya. Sialan memang.

***

"Angel saya belum selesai bicara sama kamu." Damian mencekal tangan Angel. Ternyata pria itu mengejarnya. Angel memaksa untuk lepas. Dia melotot, lalu menginjak kaki Damian begitu keras. 

Damian memekik kesakitan. Sepatu Angel bukan hak tinggi tetapi sepatu kulit asli berikat dan besar. Sepertinya cocok untuk dipakai laki-laki. 

"Mampus, makanya jangan sok deket sama gue!" 

"Saya suami kamu. Bukan sok dekat, memang kita dekat kan? Bahkan sekamar," kelakar Damian. 

"Suami yang nggak gue cintai. Catat dan garis bawahi itu. Lagian lo ngapa ngejar gue si? Belum cukup ambil rokok gue tadi?" 

Damian memberikan rokok itu pada Angel. "Ambil. Itu punya kamu. Alangkah baiknya kamu dengarkan kata saya. Rokok nggak baik untuk kesehatan." 

"Apa yang lo tau tentang kesehatan? Lo dokter hebat? Nyadar lo-nya aja cuma kerja di kantor. Mana hasil—" Kurang ajar hampir saja Angel keceplosan. 

"Hasil apa? Kenapa tidak dilanjutkan?" tanya Damian yang dibuat bingung. 

"Minggir, gue mau pulang. Asal lo tau ya. Gue ke sini mau makan, tapi karena liat muka lo gue nggak napsu!" 

Angel benar-benar geram. Belum juga pergi jauh tangannya kembali dicekal. "Apa si?" 

"Padahal saya buatkan sarapan tadi. Kamu tidak tahu atau tidak suka?" 

"Dengerin gue. Makanan buatan lo nggak pernah gue icip-icip sama sekali. Jangan ngarep deh, makanan lo tu buat anjing nggak gue bahkan." 

Setelah menjawab, Angel pergi meninggalkan Damian. Damian tersenyum miris. "Andai kamu tahu usaha saya untuk buat kamu juga jatuh cinta." 

***

Angel menatap layar ponselnya yang tiba-tiba berdering. Seseorang menelpon. Pamannya Johnson. Ada apa? 

"Halo, Paman. Ada apa telepon malam-malam?" tanyanya. 

'Angel. Bagaimana keadaanmu di sana? Paman begitu khawatir. Rencananya sudah berjalan?' Paman Johnson bertanya dari arah telepon. 

Angel menghela napas berat. "Angel baik-baik aja. Rencana ya?" Angel terkekeh pelan kembali melanjutkan kalimatnya, "bahkan Angel belum melakukan apapun. Aku bingung. Dia begitu munafik, bersikap manis, padahal hati seperti iblis." 

'Lakukan rencana mu untuk balas dendam Angel. Paman harap kamu tidak akan jatuh cinta padanya karena dia dan keluarganya sudah menghancurkan keluarga kita.'

"Tanpa Paman minta, aku juga sudah lebih dulu menanamkan kebencian untuknya. Mereka harus hancur." 

'Paman ada rencana yang akan memudahkan kamu nantinya.' 

Angel duduk. Dia penuh tanya rencana apa yang dimaksud oleh pamannya itu? 

"Rencana apa, Paman?" tanyanya. 

'....' 

Paman mematikan sambungan teleponnya. Angel menoleh pada Damian yang tertidur lelap. Dia menatapnya begitu dalam tanpa rasa apapun selain sebuah kebencian. Semoga setelah semuanya selesai, Angel akan hidup dengan kebahagiaan. 


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status